Happy Reading~~
*
*
*
*"Woy, Ji!"
Tahu namanya dipanggil, pemuda itu lantas menoleh. Ia membiarkan saja orang-orang itu menghampirinya. Memang mereka yang Jilan tunggu sedari tadi.
"Lo kita cariin, kirain di mana. Eh malah di perpustakaan ternyata," kata salah satu dari ketiga pemuda itu.
"Kan, gue bilang apa. Kalau nggak di taman, nih anak pasti ngedekem di perpus," timpal Mars yang sangat mengerti dengan kebiasaan Jilan.
Jilan tak membalas satupun dari ucapan ketiga temannya. Ia hanya berjalan duluan menuju kantin. Hari sudah sangat panas. Perutnya terasa lapar sekarang. Kebetulan belum diisi juga dari pagi tadi.
Seperti biasa, kantin akan selalu menjadi tempat paling ramai. Penghuni-penghuni fakultas ini akan datang untuk menyantap apapun yang bisa mereka santap. Untungnya saja Jilan dapat menemukan meja yang baru saja ditinggalkan pemilik sebelumnya.
Tanpa banyak basa-basi, ia lantas menempati tempat itu dengan teman-temannya.
"Makan apa, nih, kita?" tanya Cio sembari menepuk-nepuk perutnya.
"Gue mie ayam," ucap Jilan. Ia tak sengaja melirik ke arah stand mie ayam, tampaknya sangat enak.
Tangan Cio membentuk kata 'oke'. Lalu pandangannya teralih pada Mars dan Harsa yang masih berdebat antara ingin makan mie rendang atau nasi padang.
"Heh, lo itu minjem duit gue. Jadi makan mie rendang aja. Lebih murah," kata Harsa dengan nyolot.
"Kita tuh nggak boleh kebanyakan makan mie, Har. Nasi padang aja lah. Nggak kalah murah kok dari mie rendang," sahut Mars masih dengan keinginannya. Ia terpaksa meminjam uang Harsa, sebab tiba-tiba saja uangnya hilang. Mana lima puluh ribu lagi. Apes banget.
"Gue lagi mau mie rendang!"
"Nasi padang aja."
"Mie rendang."
"Nasi padang, Harsa."
"Kok maksa, sih? Yang bayar, kan, gue!"
"Nggak sehat."
"Jilan pesen mie ayam, nggak lo larang!"
Jilan memutar kedua bola matanya malas. Ia memberikan uang seratus ribu kepada Cio. "Gue mie ayam, Harsa mie rendang, Mars nasi padang. Sisanya terserah lo beliin apa aja," finalnya karena tidak mau lagi mendengar keributan yang Harsa dan Mars buat.
"Asikkkk! Gini kek dari tadi. Kan, gue jadi nggak perlu denger tuh dua kunyuk ribut," seru Cio yang setelah itu langsung ngacir.
Jilan tak lagi memperdulikan sekitarnya. Ia lebih memilih untuk mengecek benda persegi panjang itu. Apakah ada yang menghubunginya sedari tadi? Atau pesan yang dikirimkan sudah terbalas?
Ketika membuka aplikasi chat, nama kontak yang pertama kali menarik perhatiannya adalah Abel. Pesan singkat yang sengaja ia kirimkan tadi pagi sebelum berangkat kuliah, ternyata belum dibaca. Padahal Jilan dapat melihat jelas kalau Abel online.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS JI
Fanfic"Mas Ji, tungguin Abel, ih!" "Mas, awas---" 𝘽𝙧𝙖𝙠! "Tuh kan ketabrak pohon." *** Abelva Maharaja sangat menyukai dan mencintai Jilan Hanung Adhyaksa---seorang tetangga yang berasal dari Surabaya. Saat pertama kali melihat Jilan, Abel langsung te...