5

5.6K 278 26
                                    

Kini keadaan telah berubah. Tidak ada sosok teman yang selalu ada di samping Awan, tidak ada sosok teman yang jahil dan suka bercanda.

Semua telah berubah. Sosok itu sudah menjauh, mungkin tidak akan kembali menoleh ke belakang.

Sudah lewat dua Minggu Leo mengacuhkannya, menjauhinya, bahkan menganggap dirinya tidak ada. Semua hanyalah tinggal kenangan.

Seperti di Pagi ini, Awan berjalan menuju kursi kelasnya. Sosok Leo yang sedang sibuk bermain ponsel hanya melirik kilas dengan tatapan begitu dingin dan tak bersahabat.

Awan menghela nafas, semua memang salahnya. Tetapi ia bisa berbuat apa? Semua telah berlalu.

Ya, jika berani jatuh cinta kau juga harus berani melawan sakitnya akan cinta. love hurts so much.

*****

Di hari Rabu pukul sepuluh Pagi dimana itu mata pelajaran Olahraga. Semua murid di haruskan untuk mengganti pakaian Olahraga.

Awan pergi ruangan ganti pakaian. Saat ia hendak membuka gorden, muncul lah sosok Leo yang sudah menggunakan pakaian Olahraga.

Awan kaget, sebisa mungkin ia menenangkan detak jantungnya. Antara takut dan rindu pada sosok di depannya. Hanya bisa menunduk untuk menghindari tatapan itu.

"Mau ganti baju apa mau liat Cowok bugil?"

Awan mendongak perlahan, mengernyitkan dahi karena tidak paham apa yang di katakan Leo.

"M-maksudnya?"

Leo tersenyum datar---dan meremehkan, "Hmm, bukannya Cowok homo paling doyan liat Cowok bugil. Atau jangan-jangan... Elo mau liat guenya yang bugil?" Ujar Leo menatap lekat Awan.

"Ternyata elo menjijikkan ya." Lanjut Leo.

Jleb!

Awan merasa hatinya mencelos, sebuah perkataan yang begitu menyakitkan hatinya. Bahkan itu dari teman yang pernah dekat dengannya.

Atau bisa di katakan mantan teman? Entahlah.

"Eh? Elo ngomong apa Leo? Homo? Siapa-siapa??" Hingga beberapa Siswa datang juga ingin berganti baju.

Leo mengedikkan bahunya sembari menatap lekat Awan. "Tanya aja sama orang yang ada di depan gue ini, ya, 'kan?" Dengan tersenyum mengejek, ia berlalu meninggalkan Awan yang terdiam membisu.

"Elo homo, Wan?"

"Maksud Leo elo gitu? Oh... wajar elo cuek banget ama Cewek-Cewek yang deketin elo."

"Hahahaha, gue gak nyangka kalo sekolah kita ada gay busuk. Njir, hot news nih. Bisa geger satu Sekolah."

Merasa tidak tahan Awan pun pergi dari tempat, membiarkan mereka yang masih setia dengan perkataan pedasnya.

Sungguh, Awan tidak pernah menyangka jika sosok teman yang ia kagumi---bahkan ia cintai kini membencinya, bahkan kebenciannya itu di sebar luaskan agar tidak sosok itu saja---Leo yang membenci dirinya.

Apa menjadi seorang gay sehina itu?

Awan pergi ke belakang Sekolah, dimana tempat inilah yang amat sepi. Ia hanya ingin menenangkan diri, mencoba sabar dan tidak ada air mata untuk hari ini.

Namun ternyata ada salah satu dari siswa kelas menyusulnya.

"Woi, homo! Di panggil Pak Ali tuh, orang pelajaran olahraga malah minggat."

Awan menoleh, lalu ia berjalan untuk kembali ke lapangan.

Hingga sesampainya di lapangan...

"Awan, sini kamu!" Seru Guru Olahraga garang, sedangkan Awan hanya menurut dan sedikit takut.

"Kamu tau 'kan ini pelajaran saya, tapi kenapa kamu main minggat hah?!" Serunya, dengan sedikit geram Guru Olahraganya itu mendorong tubuh Awan hingga mundur beberapa langkah.

"Elah Pak, itu homo baperan amat! Kayaknya mau mewek ke belakang Sekolah." Seru salah satu Siswa.

"Pak, kenapa di biarin homo ada di Sekolah kita sih?"

Seruan para Siswa membuat seisi anak kelas kaget dan tidak percaya.

"Bener itu, Awan? Kamu gay?"

Awan menggeleng cepat. "Eng-enggak Pak! S-saya enggak!"

"Elah, jujur napa sih homo!"

"Huuuuuu!!!" Sorak semua anak kelas kepada Awan.

"Kalian semua diam! Kamu Awan, ikut saya ke BK!"

Awan tidak percaya semua ini terjadi, mengapa semua orang bermain hakim sendiri tanpa mendengar penjelasan yang lebih tepat dari dirinya? Bahkan Awan tidak melakukan tindakan yang merugikan kepada siapapun.

Namun dengan pasrah Awan mengikuti guru Olahraganya itu. Namun sebelum itu, ia menoleh, menatap sosok teman---atau mantan temannya dengan pandangan kecewa. Merasa tidak menyangka jika semua ini terjadi karena ulahnya.

Namun yang di tatap begitu acuh, seolah-olah semua tidak terjadi apa-apa.

Awan, bagai korban yang patut di musnahkan.

TBC...

VICTIM (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang