"Eh njir si Awan pindah Sekolah!"
"Gue gak nyangka kalo Ibunya Awan itu orang penting."
"Eh beneran pindah?"
"Ah shit, ada kabar kalo Kepala Sekolah mau hukum kita satu kelas! Mampus kita!"
Seruan anak satu Kelas begitu heboh di jam istirahat, membicarakan sosok yang kini tidak akan bersekolah lagi disini.
Leo yang baru saja bertemu sosok Awan walaupun sekilas, kini tengah duduk termenung di mejanya.
Sekelebat pemikiran berkecamuk di otaknya.
Apa dirinya sudah begitu kelewatan? Apa dirinya sangat kejam?
Hingga sosok tertinggi di Sekolah ini masuk dengan tampang seramnya, memperhatikan siapa saja yang ada di dalam kelas ini.
"Kalian tahu 'kan teman baru kalian sudah pindah Sekolah lagi?"
Hening, tidak ada jawaban yang di berikan dari para Siswa.
"ADA YANG TAHU??!"
Semua terperanjat setelah bentakan itu keluar. Mereka hanya bisa menunduk merasa tidak tahu harus berbuat apa.
"Saya tanya dan kalian harus jawab jujur, kalo tidak saya kasih hukuman atau skors buat kalian semua," Ujarnya. "Siapa yang ngebully Awan sampai dia keluar dari Sekolah ini?"
Merasa sama-sama menoleh---melupakan bahwa satu kelaslah yang membully Awan saat itu.
Namun ada satu sosok yang berani untuk jujur.
"Saya, Bu."
"Bagus Leo! Kamu, ke ruangan saya sekarang!"
*****
Tidak terasa waktu cepat berlalu, tidak terasa juga Awan sudah menjadi murid baru di sebuah Sekolah Swasta.
Sekarang sosok itu semakin banyak berubahnya. Awan yang ramah kini menjadi dingin dan pendiam.
Memang, semua yang telah ia lalui akan melukai hatinya. Tak heran jika ia berbuah.
Sudah lima Minggu ia bersekolah disini dan Awan akan menghadapi Ujian Semester Akhir. Itu tandanya dirinya akan duduk di bangku kelas dua belas sebentar lagi.
Setelah usai bersekolah, Awan yang biasanya di Rumah itu begitu suntuk. Hingga ia putuskan untuk keluar Rumah untuk mencari suasana baru.
Mampir ke sebuah Cafe yang dulu selalu ia kunjungi bersama Leo dulu.
Mengingat sosok bajingan itu membuat hati Awan lelah, sebenci apapun ia terhadap Leo, semakin sulit untuk ia lupakan.
Entahlah, rasa ia tidak mencintainya lagi namun ia masih tetap memikirkannya.
Awan duduk di salah satu meja pojok, memesan makan dan minuman favoritnya.
"Awan? Sendirian?"
Awan menoleh hingga sosok gadis cantik menghampirinya. Sungguh, Awan sepertinya salah memilih tempat singgahan.
"Iya, Bunga."
Lalu Bunga ikut bergabung duduk dengan Awan, gadis itu tidak pernah untuk tidak terlihat cantik.
"Omong-omong kamu pindah Sekolah ya?"
Awan mengangkat alisnya, heran. "Leo ya?"
Bunga mengangguk. "Dia bilang kamu pindah, tapi gak jelas banget ngomongnya. Emang kenapa kamu pindah, Wan?"
Awan menatap Bunga, "Aku gay dan aku di bully satu Sekolah." Tegasnya mantap, lalu melahap makanannya.
Bunga ternganga, merasa kaget bukan main mendengar apa yang di katakan Awan.
"Dan kamu tau 'kan siapa yang buat aku pindah Sekolah?" Ujar Awan, Bunga hanya menggeleng saking terkejut dirinya.
"Pacar kamu sendiri, Leo yang menurut aku teman terbaik tapi nggak yang seperti aku harapkan." Ujar Awan terkekeh pelan. "Dan kamu tau? Aku juga suka sama pacar kamu itu, sebelum Leo kenal kamu."
Ini terlalu mengejutkan.
Apa ini mimpi bagi Bunga?
Bunga tidak bisa berkata-kata hingga setetes air mata itu jatuh. Semua yang di katakan Awan begitu mengejutkannya.
"M-maafin aku dan Leo, Wan."
Awan menatap Bunga lekat. "Kenapa?"
"Maaf, kalo aku udah ambil Leo dari kamu. Maaf juga, kalo tindakan Leo buat kamu si bully."
Awan tersenyum hangat, hingga tangannya menepuk-nepuk punggung tangan milik Bunga.
"Bukan salah kamu, ini udah takdir. Semakin aku paksa, semakin sulit aku dapetin Leo. Tapi Leo udah ada kamu." Awan berdiri merasa jika waktunya di isi dengan kesedihan.
"Jaga Leo, bukan karena aku. Tapi karena kamu yang cinta sama dia. Oke?"
Hingga sosok Awan menjauh, membiarkan Bunga yang menangis di mejanya. Merasa bersalah dengan apa yang terjadi.
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
VICTIM (21+) [END]
Roman pour AdolescentsSaat cinta yang kau taruh pada orang yang salah, maka kau menjadi korbannya. (21+ area, please kebijakannya)