17

3.3K 173 19
                                    

Apakah keputusan menjadi gay atau tidak itu suatu kesalahan yang akan ia rasakan? Leo belum tahu. Yang jelas, rasa ingin bersama Awan begitu menggebu dan Leo tidak puas dengan kedekatan mereka yang tidak menemukan titik terang. Leo sangat-sangat ingin kembali seperti dulu lagi.

Bahkan menjadi gay sekalipun.

"Elo serius soal itu, Yo?" Tanya salah satu teman Leo dari satu sekolahnya. Felix.

Leo mengangguk mantap. "Gue harus melakukan sesuatu bahkan itu kesalahan sekalipun."

"Tapi... Gak harus jadi gay juga 'kan? Ya, whatever you want. Tapi seenggaknya elo udah minta maaf, terima atau enggaknya itu urusan Awan. Yang jelas elo udah niatan serius buat baikan sama dia."

"No, gue udah bulet soal ini dan gue gak akan kemakan omongan apapun." Ucapnya mantap, lalu ia berdiri dari tempatnya. "Elo mau nunggu disini apa gimana? Kalo masih kebo, itu stick PS ada di meja Komputer. Gue cabut."

"Tapi.. Leo!" Tanpa menunggu apapun Leo pun keluar kamar menuju Rumah seseorang yang entah bagaimana kabarnya sekarang.

Felix berdecak lidah, sungguh keras kepala saat menghadapi Leo. Satu hal yang Felix tidak habis pikir, dengan percaya diri Leo ingin menjadi gay yang dimana Awan sudah terlanjur sakit hati dan itu benar-benar hal yang tidak mengenakan.

*****

"Kenapa lo kesini, Leo?" Tanya Awan. Ketimbang bertanya, justru nada bicaranya lebih ke mengusir.

"Gue... Main." Jawabnya, matanya beralih ke sosok Cowok yang ada di belakang Awan.

Cowok berkulit putih dan wajah yang begitu tampan. Membuat Leo mengerut dahi tidak suka, apa ini sosok yang sedang dekat dengan Awan saat ini?

"Elo temen Awan?" Tanya Leo. Ia berjalan menghampiri keduanya, lalu tangan itu terulur. Tanda salam perkenalan.

"Gue Leo, orang yang bakal jadi pacarnya Awan. Soon. Calon pacar." Dengan percaya diri Leo mengatakan itu dan memberi smirk yang amat memuakkan bagi Irvan.

Irvan tersenyum ramah, ia justru membalas jabatan tangan itu dan menggenggamnya erat.

"Gue Irvan, lebih dari seorang teman bagi Awan."

Leo mengernyit. "Sorry?"

Irvan tersenyum. "Awal mula, gue di buat kaget saat ada seorang Siswa pindahan di Sekolah gue. Yang lebih mengagetkan lagi bahwa seseorang itu pindah karena kasus bullying, si korban keliatan murung tapi gak menutupi kebaikan dan kepribadiannya."

Awan menatap Irvan, tercengang dengan penuturan pacarnya itu. Sedangkan Leo menatap Irvan tidak suka, merasa bahwa dirinya sedang di bicarakan bak cerita dongeng.

"Karena kepribadiannya itu buat gue penasaran, dan berujung cinta. Dan elo tau? Gue lebih sering di tolaknya ketimbang ucapan 'terima'. Ya... Gue paham. Siapa sih yang gak trauma saat cinta pertamanya malah menyudutkan dia, seakan dia membuat kesalahan yang amat fatal."

"Van, udah..." Ucap Awan, melihat wajah putih milik Irvan yang memerah menahan amarah.

"Lo ngomong gitu biar apa coba hah?!" Seru Leo, ia melepas paksa jabatan tangan itu dan menatap Irvan kalap.

Irvan mengabaikan itu dan lanjut berbicara. "Tapi gue sabar, dan sampai akhirnya gue dengan rasa bahagia pun denger kalo seseorang yang ada di samping lo ini... Udah jadi milik gue."

Leo mengepalkan tangannya, menatap tajam Irvan seolah-olah Cowok itu lembaran kertas yang mudah di hancurkan.

"Sekali lagi lo ngomong gitu, gue habisin lo!"

VICTIM (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang