32

2K 77 1
                                    

Suasana nampak tenang dan nyaman, namun bukan berarti sosok yang masih terlelap itu ingin sadarkan diri karena tubuhnya yang begitu kaku dan kepalanya terasa sangat berat.

Perlahan-lahan ia membuka matanya, mengerjap untuk menyesuaikan pandangannya dan mendapati tempat yang asing baginya.

Awan melirik kanan dan kiri memastikan bahwa ia tidur di tempat semestinya---kamarnya. Namun dinding kamar ini sangat berbeda, berwarna coklat hangat dan terdapat banyak poster-poster yang ia tidak ketahui.

Apa ia tidur tempat lain?

"Wan, udah bangun?"

Awan menoleh ke arah pintu dimana Leo membawa sebuah nampan berisikan makanan hangat, di lihat dari asap yang mengepul.

"G-gue dimana?" Tanya Awan serak.

"Di kamar gue. Gak inget semalem pingsan?"

Awan menggeleng pelan karena otaknya malas untuk mengingat, ia mengangkat tubuhnya untuk bersandar di tepi kasur.

"Nih, bubur. Gue abis keluar tadi beli sarapan. Jangan gak di makan, perut lo harus terisi." Kata Leo sembari duduk i samping Awan.

Awan tersenyum lemah. "Thanks ya." Lalu ia mengambil alih nampan itu.

Leo berinisiatif memegang dahi Cowok di hadapannya, dan merasa sangat panas.

"Demem lo belum reda deh kayaknya." Ucap Leo pelan. "Sini gue suapin."

"Gak, gue sakit bukan lumpuh." Tolak Awan.

"Siapa juga bilang lo lumpuh? Lo masih lemes, megang nampan aja gemeter."

Awan hanya bisa mendengus. "Berasa Kakek-Kakek aja gue."

Leo mengangkat satu alisnya. "Kakek? Gak salah? Gue kira Nenek-Nenek."

"Anjir lo." Keluh Awan dan menepuk pundak Leo pelan, lalu ia tertawa.

Leo benar-benar menyuapi Awan untuk makan dan beruntung Awan bukan tipe yang ribet kalau sedang sakit. Bubur yang ia pesan saja sudah habis tak tersisa.

"Ini gue juga bawa obat demam, lo harus minum."

Awan menurut saja dan menenggak obat itu dengan air mineral.

Wait, sepertinya ada yang terlupakan?

Pulang!

"Astaga! Leo, gue bisa pulang?? Alamat kena amuk Ibu ini mah." Seru Awan dramatis, melupakan rasa sakit karena demamnya.

"Iya, jangan teriak napa? Gue siap-siap dulu." Lalu Leo mengambil nampan beserta piring-piringnya dan membawa ke dapur.

Awan harus menyiapkan kata-kata yang tepat agar sang Ibu tidak marah. Dan bagaimana bisa ia harus pingsan dan berakhir tidur di kamar Leo. Wait, apa ia tidur satu ranjang dengan Leo? Bagaimana ini? Semoga kejadian ini tidak diketahui Irvan, yang mana kekasihnya itu sangat membenci Leo.

Lalu Leo datang dan sudah memakai jaket. Ia memapah tubuh Awan yang benar-benar terasa panas dan lemas.

Sepanjang perjalanan hanya di isi rasa cemas dan takut, Awan bingung harus berkata seperti apa nanti di depan Ibunya. Dan jangan sampai sang Ayah ada di Rumahnya, bisa-bisa ia di omeli habis-habisan.

"Udah sampe."

Bahkan Awan tidak sadar dirinya sudah sampai.

"Gue anter---"

"Gak, makasih banyak Leo. Tapi gue bisa sendiri. Maaf juga udah ngerepotin lo dari semalem." Ujar Awan cepat.

Leo menggeleng. "Gak merasa direpotin, Wan. Lo lagi butuh pertolongan dan gue siap sedia bantu. Itu gunanya teman 'kan?"

Awan mengangguk. "Iya, makasih banyak ya sekali lagi, gak tau deh kalo lo gak ada di supermarket kemaren." Balasnya. "Kalo gitu gue keluar ya, itu di depan pasti ada Pak Supir."

Awan keluar walaupun tubuhnya sedikit berat, yang pasti ia tidak boleh mengajak Leo masuk. Yang ada itu buat Ibu lebih marah.

"Makasih ya sekali lagi, ati-ati di jalan."

Leo mengangguk. "Gue pulang ya, bye." Lalu Leo pergi meninggalkan rumh Awan.

Awan berbalik dan memanggil Pak Supir yang memang sedang ada di depan, dengan cekatan ia membantu memapah tubuh Awan dan juga membawa kantung plastik berisikan semua belanjaan Awan dan juga baju basahnya.

Awan memasuki rumahnya dan mendapati Ibunya sudah stay di depan ruang tamu. Baiklah, ia harus berbohong demi keselamatannya. Maafkan anakmu ini, Bu.

"Darimana?" Tanya sang Ibu dan menoleh menatap anaknya.

"I-itu, Awan dari..." Awan mendadak membeku dan bingung ingin menjelaskan apa.

Sang Ibu menghela nafas dan beranjak dari tempatnya, lalu merabah dahi anaknya yang ternyata panas. "Hmm, demam beneran." Ujarnya. "Semalem Irvan WhatsApp Ibu katanya kamu demam sampe ketiduran."

Eh? Irvan? Bagaimana bisa?

"I-itu..." Awan bingung harus jujur apa tidak, tapi sepertinya Leo sudah mengabari Ibunya dan berbohong bahwa itu Irvan, bukan Leo.

Sepertinya Leo tahu kalau Ibunya tidak suka dengannya.

"I-iya, semalem kejebak ujan jadi aku diajak Irvan." Awan merasa sangat bersalah saat ini, melibatkan Irvan yang jelas-jelas tidak tahu permasalahannya dan harus berbohong dengan Ibunya.

"Ya udah, kamu istirahat dulu. Belum sarapan 'kan?"

Awan menggeleng. "Sudah, Bu. Udah minum obat juga. Jadi tinggal bawa tidur aja."

Awan berjalan bersama dengan Ibunya menuju kamar. Awan merasa kepalanya semakin berat. Aduh, durhakalah ia sebagai anak yang suka berbohong.

Sudah berbohong, pacaran sama laki pula.

Awan merebahkan tubuhnya dan mencoba membuka ponselnya. Ada beberapa notif dari Ibunya, dan juga Irvan. Ia harus menghubungi pacarnya.

Ia menelepon hingga beberapa dering kemudian di angkat.

"Halo? Sayang kamu kenapa gak bales WA aku?" Tanya Irvan di seberang sana, nada suaranya terdengar lesu.

"I-iya, maaf. Hp aku mati jadi gak tau deh." Balasnya.

"Tunggu, suara kamu kenapa kayak orang bindeng? Kamu sakit ya?" Tanya Irvan curiga.

"Enggak kok, cuma pilek aja."

"Bohong, suara kamu juga gemeteran. Aduh, kenapa semua orang yang aku sayang sakit sih." Keluh Irvan sedikit gusar. "Kamu udah sarapan? Udah minum obat belum?"

"Udah, jangan khawatir. Ada ibu juga kok di Rumah, sama ada Bibi. Jadi aman. Kamu fokus jaga Juju aja."

Irvan menghela nafasnya berat di sana. "Maaf ya sayang aku gak bisa jenguk kamu, mungkin besok aku bisanya. Juju harus bawa ke rumah sakit dan aku gak tega ninggalin dia."

Mendengar itu Awan sangat sedih, seharusnya ia tidak menghubungi Irvan dan mendengar suaranya yang terdengar serak ini. Irvan pasti kepikiran di sana.

"Ya udah kamu jaga kesehatan ya, nanti aku jenguk kamu besok. Bye sayang."

"Bye juga." Balas Awan.

Hm, semoga besok dirinya sudah mulai pulih. Amin.

TBC...

VICTIM (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang