14

3.5K 185 19
                                    

Hembusan angin dengan terjangan ombak laut, membuat suasana hati sedikit lebih tenang.

Awan, hanya ingin menenangkan diri. Dari semua yang terjadi, membuatnya benar-benar kewalahan. Ia tak mau memiliki masalah untuk saat ini.

Ia datang sendiri, menikmati keindahan alam di depannya. Setidaknya otaknya menjadi rileks. Keadaan sekitar lumayan ramai dimana banyak anak-anak kecil bermain di bibir pantai, orang-orang yang sibuk menggosongkan diri, dan semuanya terlihat bahagia. Kecuali Awan.

Apalagi kalau bukan perkara cinta.

Cinta... Oh cinta. Ia memang indah dan menyenangkan, namun dirinya saja yang membuat cinta menjadi rumit. Mengapa hanya satu orang saja membuat hatinya terombang-ambing. Ia pun tahu bahwa sosok yang ingin berbaikan dengannya karena rasa bersalahnya di masa lalu. Dan Awan membuatnya semakin rumit.

Tentang perkataan Leo waktu itu, sungguh di luar ekspektasinya. Jika di pikir lagi, apakah dirinya begitu jahat? Membuat Leo bingung dan memilih untuk berbicara seperti itu, ingin menjadi gay demi berbaikan dengan dirinya.

Hah... Jika di pikir-pikir lagi, Leo memang bersungguh-sungguh untuk baikan dengannya. Namun bukan dalam konteks romansa, lebih ke arah sahabat namun ada rasa sayang.

Huh, bahasa apa itu?

Oke, Awan kembali menenangkan dirinya sebelum ia pulang ke rumah.

*****

Senin telah di mulai, dan waktunya Awan untuk bersekolah---ah lebih tepatnya sekarang free class. Sekarang ia tengah sarapan bersama Ibunya.

"Cepet banget Ayah perginya." Ujar Awan.

"Namanya Bos." Balas Ibu Awan. "Oh ya, gimana kamu sama Leo? Udah baikan?"

Awan berhenti dari kegiatan mengunyahnya, lalu ia menatap mata sang Ibu. "Bu..."

"Belum baikan?"

Hingga Awan menghembuskan nafasnya. Merasa bingung. "Aku harus gimana, Bu?"

"Ya, kalo mau temenan ya temenan aja." Balas Ibu Awan. "Tapi, kamu juga pikirin soal hati Irvan."

Astaga! Soal Irvan hampir saja Awan lupakan. Ia belum memberi jawaban untuk Cowok itu.

"Irvan anak baik, Ibu suka. Jadi kamu bisa pilih. Terima dia atau mau jadi bodoh karena terjebak masa lalu."

Awan terhenyak mendengar itu. Menjadi bodoh? Apa benar jika ia mengharapkan sosok Leo itu bodoh?

Ya, tentu saja, karena Awan sudah tahu sifat asli Cowok tersebut. Dan Awan tidak bisa menerima begitu saja pernyataan Leo tempo hari.

Awan mengangguk. "Makasih ya, Bu."

*****

Di kantin yang ramai, Awan makan bersama teman-teman sekelasnya. Sudah ada kemajuan buat Awan berbaur dengan orang baru.

Hingga ia bisa melihat sosok Irvan bersama teman-teman satu tim Basketnya. Rombongan yang dimana jadi bahan pembicaraan para siswa karena semuanya berisikan cogan. Ya, anak Basket tak luput dari kata cogan.

"Enaknya yang lagi makan." Ujar Irvan menghampiri Awan yang sedang asyik makan.

"Kalo gak enak bukan makanan namanya."

"Bisa aja." Kekeh Irfan.

"Btw, besok kamu free malemnya?" Tanya Awan.

"Enggak tuh, kenapa?" Tanya Irvan, ia mendekati Awan dan membisikkan sesuatu.

"Mau gue apelin ya?"

Awan terkekeh mendengarnya. "Kalo iya kenapa?"

"Ya, bagus dong. Semangat banget gue mah." Ujar Irvan dengan bergaya tengil.

"Nanti malem ke rumah gue, mau?"

"Dengan senang hati." Balasnya. "Kalo gitu gue gabung sama yang lain ya. Bro duluan." Sapa Irvan ke teman-teman Awan.

Ada alasan ia mengajak Irvan datang ke Rumahnya. Ia hanya memberi jawaban untuk Cowok tersebut. Semoga jawaban itu tepat buat Awan.

TBC...

VICTIM (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang