19

2.9K 187 10
                                    

"Welcome to my house, babe!" Seru Irvan yang sudah sampai di kediamannya.

Awan melihat sekeliling, ketimbang Rumah ini lebih mirip kebun bunga. Dari ujung hingga ke ujung semuanya bunga-bunga bermekaran. Ada yang berwarna merah, merah muda, putih, biru, ungu, dan masih banyak lagi jenis bunga-bunga yang Awan tidak ketahui.

"Rumah kamu nyaman banget," Ujar Awan menuju salah satu bunga Anggrek. "Mama kamu suka bunga?"

"Bukan Mama aja, aku juga bantu tanem semua bunga ini. Aku yang tanem karena Mama pecinta bunga."

Tubuh Awan berdiri tegak dan menatap tidak percaya pacarnya itu. "Masa sih? I-ini semua, kamu yang tanem?"

"Iya dong, nyenengin orang tercinta. Kamu nanti liat aja ke belakang Rumah, di sana ada kebun kecil-kecilan. Ada macem-macem taneman kebutuhan dapur."

Dari cara bicara Irvan, ia percaya bahwa ucapan itu tidak membual. Irvan saja tidak pernah menyerah untuk mendapatkan cintanya, jadi semua ini termasuk bukti bahwa Irvan Cowok pantang menyerah.

"Kalo gitu kita ma---"

"Abang! Ah, udah pulang!"

Awan melihat ke belakang saat suara melengking anak kecil yang datang dari dalam Rumah. Seorang anak kecil Cowok yang memeluk kaki Irvan. Lucu sekali.

"Heyoo Adekku yang paling ganteng!" Irvan lalu mengangkat tubuh mungil itu ke gendongannya. "Udah makan kamu?"

Anak itu mengangguk semangat. "Hai! Hai! Juju udah makan."

Irvan tersenyum dan mencium pipi tembem itu. "ini adek aku namanya Junior, biasa di panggil Juju." Ujar Irvan. "Kamu kenalan dulu sama Kakak itu dong."

"H-hai, aku Juju." Ujarnya malu-malu.

Awan tersenyum gemas, lalu mendekat dan mencubit pipi itu pelan. "Hai, nama Kakak Awan. Seneng ketemu kamu, Juju!"

"K-kakak gak mau tanya aku sekolah apa enggak?"

"Eh?" Awan mengangkat satu alisnya, lalu ia tertawa lucu. "Iya, kamu kelas berapa?" Awan tidak yakin jika Juju sudah sekolah. Karena kelihatannya ia masih berumur 3 atau 4 tahun.

"Belum, Kak. Tapi Juju mau satu sekolah kayak Abang. Biar bisa maen bola oren loncat-loncat gitu. Kalo Juju yang maen 'kan keren."

Awan tidak bisa mehanan rasa gemasnya dan mencium pipi itu. "Ya ampun, kamu kok gemes banget sih?  Kakak gendong yuk!"

Junior mengangguk dan ikut ke gendongannya. Ya ampun, andai Awan memiliki adik pasti rasanya sangat menggemaskan.

"Ya udah yuk masuk." Ajak Irvan dan mereka masuk ke dalam.

Rumah Irvan termasuk tipe yang minimalis dan nyaman. Tetapi kebunnya begitu luas sudah mengalahkan kebun di sekolahnya.

"Mama mana, dek?" Tanya Irvan ke Junior.

"Ada di kamar."

"Kamu ikut Mama dulu ya, Abang mau ajak Kak Awan ke kamar." Ujar Irvan dan tersenyum ke arah Awan.

Awan memicingkan mata, senyum yang tercipta di bibir Irvan sangat mengandung makna.

Junior menekuk mukanya, ngambek. "Tapi Juju mau sama Abang dan Kak Awan."

"Gak boleh gitu dong, Dek. Kalo nakal gak Abang beli kue lagi nih."

Muka Junior cemberut ingin menangis, namun ia hanya bisa mengangguk dan menurut. Abangnya itu suka membeli kue yang sangat lezat. Jadi terpaksa Junior menurut.

"Tapi janji jangan lama-lama ya di kamarnya. Juju mau main juga."

"Iya anak pinter. Dah, masuk kamar Mama." Lalu Junior berlari kecil menuju kamar yang di maksud.

VICTIM (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang