Awan merasa kesal dengan tugas yang menurutnya aneh. Masa ia harus memasak masakan ala Prancis yang jelas-jelas tidak ia ketahui! Guru Bahasa Inggrisnya ingin semua muridnya memasak dan mendeskripsikan apa saja yang dibuat dalam masakan Prancis itu, namun dalam bahasa Inggris.
Awan menaiki to-car menuju Supermarket. Karena sembari belanja mungkin ia bisa sambil jajan.
Hehe, jajan number one bagi Awan.
Awan awalnya mau minta tolong Irvan, namun Cowok itu susah di hubungi. Hingga beberapa jam kemudian Irvan meneleponnya dan mengatakan Juju sakit dan begitu rewel. Jadi Irvan minta maaf karena tidak bisa membantu pacarnya.
Jadi alasan Awan belanja juga mau membeli sesuatu untuk Juju. Awan jadi tidak tega dengan Juju menggemaskan. Semoga anak itu cepat sembuh.
Setelah selesai berbelanja, ada hal yang paling sial. Ya, hujan turun dan semua taksi online tidak ada yang mau menerima pesanan Awan.
Hingga baterai ponsel itu mati.
Bagus.
"Sial banget." Gerutu Awan, bagaimana ia harus pulang? Jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Pasti Ibu dan Ayahnya sangat cemas.
Awan menatap tetesan deras air hujan. Hawa dingin menerpa kulit wajah Awan, merasakan bahwa hujan akan lama redanya.
Tahu gitu Awan minta anter Pak supir di rumah, hmmm.
Tak lama ada sebuah mobil melintas di depan gedung Supermarket ini. Awan sedikit bergidik mengingat hanya dirinya yang berada di supermarket. Keadaan sangat sepi sekali.
"Wan! Ngapain lo disini?!" Seru seseorang di dalam mobil itu.
"Leo?" Awan menatap bingung orang di depannya. Kenapa setiap dirinya sendiri selalu ada Leo yang datang tiba-tiba. Apa jangan-jangan Leo bisa membaca isi pikirannya yang akan pergi kemana.
Ah, Awan ngaco.
"Masuk sini!" Ujarnya.
Awan menengok kanan dan kiri, daripada ia sendirian disini dan mungkin ada hal-hal aneh yang terjadi lebih baik ia pergi bersama Leo.
"Hah, makasih banyak Leo. Gue gak tau kalo lo gak dateng." Ujar Awan yanb sudah berada di dalam mobil.
"Lo ngapain di Supermarket sendirian?" Tanyanya dan mulai menjalankan mobil.
"Gue lagi beli bahan masak untuk tugas sekolah, sekalian beli makanan buat jenguk orang sakit."
"Siapa yang sakit?"
"Adiknya Irvan."
Leo mengangguk paham. Sepertinya Awan sudah sangat dekat dengan keluarga Irvan sampai-sampai adiknya sakit pun rela membeli makanan.
Awan menatap sekitar dan sepertinya ia tidak asing daerah tersebut.
"Kita mau kerumah lo ya?" Tanya Awan.
"Iya, mampir dulu. Baju lo basah banget itu. Seenggaknya pake baju ganti."
"Yah, gak usah repot-repot kali. Tapi thanks deh."
Awan juga tak enak hati menyuruh Leo memutar balik dan mengantarkan ia pulang. Posisinya ia sedang menumpang mobil Leo.
"Leo, nanti pas sampe rumah lo gue bisa minjem aplikasi to-car? Gue mau pulang nantinya."
Leo mengerutkan keningnya, menatap kilas Awan dan kembali fokus. "Buat apa? Udah nanti gue anter. Lo gak usah gak enakan gitu."
"Ya tapikan---"
"Stttt, gak ada tapi-tapian. Kalo udah sampe rumah gue nanti gue pinjemin baju terus gue anter pulang. Paham?"
Awan hanya pasrah dan mengangguk saja. Daripada panjang urusannya.
*****
"Ini bajunya, ganti aja di kamar gue."
"Makasih, gue ganti dulu." Ujar Awan. Ia duduk di ruang tamu pun bangkit berjalan menuju kamar Leo. Sedangkan Leo berjalan menuju dapur untuk membuat Teh.
Awan masuk dan mendapati pemandangan ruang kamar yang begitu memorable. Sudah hampir setahun ia tidak berkunjung di kamar ini dan rasanya dejavu.
Awan tak mau lama-lama di dalam kamar ini dan sebaiknya ia cepat mengganti pakaian.
Setelah selesai mengganti baju, Awan keluar sekaligus membawa baju basah miliknya.
"Ini teh buat lo, gih minum."
"Dih, repot-repot aja sih." Kelu Awan dan duduk di sofa. Kenapa Leo harus repot-repot seperti ini.
"Gak repot lah, teh doang." Ucapnya dan ikut menyesap tehnya.
Awan menengok kanan dan kiri merasakan rumah Leo begitu sepi.
"Bonyok lo kemana?" Tanya Awan bingung.
"Mudik ngurus kerjaan. Udah semingguan lebih sih di tinggal."
Awan mengangguk, tak mau berkomentar lebih perihal keluarga Leo.
Ruangan nampak senyap untuk beberapa saat, Awan yang sibuk menghangatkan dirinya sedangkan Leo sibuk dengan pikirannya.
"Wan, lo kalo ada apa-apa jangan sungkan buat cerita ke gue ya." Ucap Leo seketika.
Awan diam, entah mengapa Leo tiba-tiba berkata seperti itu. Awan hanya memandangi Cowok itu agar menyelesaikan kalimatnya.
"Ya, sebagai teman. Lo bisa cerita ke gue, siapa tau ada sesuatu antara temen-temen kelas lo, temen satu sekolah lo, atau dengan pacar lo. Mungkin."
"Cukup gue jahat waktu dulu, dan gue mau memperbaiki itu semua. Gue mau nolong lo sebagai teman."
Mata Awan mengerjap. Mengapa ucapan Leo membuatnya menjadi pusing. Apa ia terkena demam akibat hujan tadi.
"Wan?"
"Emmm? Ya? Oh, soal itu. Y-ya, gue usahain gak terjadi apa-apa buat diri gue. Lo tenang aja."
'Ini pala gue kenapa cenat cenut sih? Duh, jangan sampe demem dong.' Keluh Awan dalam hati. Kepalanya sangat berat dan rasanya ingin tidur.
"Wan, lo... Gak papa 'kan?"
Awan mengusap matanya dan memijit pelipisnya. "Emmm, keknya gue harus pulang sekarang deh. Kepala gue sakit."
"Harus ke dokter gak?"
Awan menggeleng cepat. "Gak lah, cuma sakit kepala doang. Btw makasih ya udah mau minjemin baju sama wejangan tehnya."
"Sama-sama, tapi hati-hati jalannya." Leo berinisiatif memegang bahu Awan karena sedikit limbung cara jalannya.
"Duh, kok makin berat ya?" Ujar Awan pelan.
Entah apa yang terjadi, lama kelamaan matanya semakin berat dan rasanya Awan tidak kuat.
Lalu ia lupa apa yang terjadi karena matanya terpejam dan semua menggelap.
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
VICTIM (21+) [END]
Fiksi RemajaSaat cinta yang kau taruh pada orang yang salah, maka kau menjadi korbannya. (21+ area, please kebijakannya)