3 tahun berlalu....
Pernahkah kalian berpikir seseorang yang menunggu begitu lama lalu merasa bosan dan akan beralih menggantikan posisi seseorang yang telah mantap dalam hatinya? Atau membiasakan perasaan ini mengalir tak menentu, membiarkan takdir dengan sebuah jawaban yang tak akan terduga.
Menunggu cintamu kembali adalah perjalanan yang penuh kesabaran dan ketabahan. Semoga saatnya tiba, dan sampai saat itu, aku akan terus berjalan dengan keyakinan dalam hati dan senyuman di wajah.
Waktu yang bergulir menggantikan beberapa musim menjadi tahun, waktu mengalir dengan pandangan yang berbeda dan melihat langsung orang-orang yang sudah ia hiraukan.
Waktu yang sudah selama ini tentu saja banyak orang yang ingin mengambil posisi hati yang selalu di kunci oleh seorang Irvan. Cowok tampan itu tetap dengan sifat dinginnya yang akan mengabaikan siapa pun, masih tetap sama dalam pendiriannya untuk menunggu. Menunggu sampai ia benar-benar tahu posisi seseorang yang ia tunggu.
Waktu yang terus berjalan pun membuat seorang Irvan telah tumbuh dewasa. Ia sudah memasuki dunia perkuliahan dan sudah menginjak semester 6. Walaupun dari segi fisik, sikap, tingah, dan perilaku yang sudah berubah, namun hanya hatinya yang tak akan diganggu gugat.
Menunggu cinta adalah seni kesabaran. Seperti bunga yang sedang mekar, aku akan memberikan cintaku dengan tulus saat kamu datang kembali.
Semilir angin membuat suasana sore menjadi lebih sendu, membuat helaian rambut coklat Irvan berterbangan berdiri mengikuti arah angin sepoi.
"Gue gak mau tau untuk magang terakhir ini, gue harus memberikan hasil yang optimal. Gue harus dapet nilai A untuk semester ini. " Ujar Tian, teman satu kelas Irvan dahulu yang masih setia berteman dengan Irvan. Bahkan mereka pun satu jurusan dan satu Universitas.
Merasa dirinya tak di respon oleh seseorang yang berada di sampingnya, Cowok itu menoleh menatap Irvan yang tengah asik menatap langit cerah sore yang sebentar lagi akan terbenam.
"Van." Sahut Tian memegang pundak temannya. "Lo oke?"
Cowok itu menoleh dan mengangkat satu alisnya. "I'm oke, kenapa?" Tanya baik Irvan.
Tian terdiam beberapa saat dan ikut menatap langit yang ada didepannya. "Lo... Masih nunggu dia?"
Irvan melangkahkan kakinya berjalan kedepan, hendak pergi menuju parkiran. "Sebelum dia datang gue akan tetap nunggu."
Rasa rindu ini seperti hujan lembut yang turun, mengingatkanku akan kehangatan cintamu. Aku akan menunggu sampai hujan berhenti dan kau kembali dalam pelukanku.
"Sampe kapan?" Tanya Tian heran. "Udah 3 tahun lho, Awan udah pergi. Bahkan lo gak tau keberadaan dan kabarnya. Jangan menyiksa diri lo kayak gini, Van."
Irvan menghela nafasnya, terdiam termangu dengan apa yang di katakan Tian. Ia tidak menyiksa dirinya, tetapi dirinya lah yang telah menyiksa Awan dahulu. Andai ia masih bisa bersikap tenang dan tetap berada disamping pacarnya itu saat ia dihadapkan masalah.
"Dan jangan pikir ini semua salah lo. Ini murni salah bajingan itu yang memang berniat nyiksa Awan karena dendamnya."
Irvan menunduk. "Gue... Gak tau."
Tian menggelengkan kepalanya sembari mengusap belakang kepalanya. "Lo kalo soal cinta jadi bodoh ya, Van."
Irvan mengangguk. "Gak masalah, yang penting gue bisa bertemu Awan secepatnya."
Tian jadi kasihan dengan temannya yang masih terpaku dengan satu orang, bahkan temannya saja tidak tahu keberadaan pacarnya. Ah, lebih tepatnya mantan pacarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VICTIM (21+) [END]
Teen FictionSaat cinta yang kau taruh pada orang yang salah, maka kau menjadi korbannya. (21+ area, please kebijakannya)