27

1.9K 113 7
                                    

Sudah dua minggu mereka memulai pelajaran dan Awan mulai merasa nyaman di kelas barunya. Awan akan berpikir jika teman-teman Irvan menyebalkan mengingat mereka selalu jahil dan mengejek satu sama lain.

Nyatanya tidak, bahkan di luar pemikiran Awan.

Teman-teman Irvan yaitu bernama Adi, Willy, Arsy, dan Tian. Kalian tahu? Mereka sudah tahu hubungannya dan mereka tidak mempermasalahkan itu.

Ah, betapa indahnya pertemanan mereka.

"Wan, kenapa elo mau aja temenan sama Tian? Kesel banget gue." Keluh salah satu teman sebangku Awan, yaitu Ella.

Hmmm, melihat dari gerak-gerik Tian yang suka datang ke mejanya dan berakhir menjahili Ella. Awan tahu kalau Cowok itu suka dengan Ella. Ella memang Cewek cantik di kelas ini, dan juga pintar. Wajar saja Tian suka cari perhatian.

"Kenapa lo benci banget?" Tanya Awan memastikan.

"Ya karena dia jahil! Hidup gue yang tenang jadi rusuh gara-gara itu Cowok." Lalu Ella mengeluarkan sesuatu di dalam tasnya. "Liat! Masa buku catetan Matematika gue di coret penuh? Tau 'kan pelakunya?" Geram Ella.

Awan tertawa melihat buku tersebut dan menepuk pundak Ella menyabarkan temannya. "Tapi jangan berlebihan bencinya, antara benci dan cinta itu... beda tipis."

"Ah, elo gak asik Wan! Tau ah!" Ella mendorong pelan tubuh Awan dan Cewek itu ngambek. Hahaha, sangat lucu dua temannya ini.

Jam kosong ini hanya diisi obrolan absurd dalam kelas, karena salah satu Guru yang mengajar kelas mereka absen dan hanya memberikan tugas tak begitu banyak. Jadilah mereka bermain-main di dalam kelas sampai pulang sekolah.

Ting!

Awan yang mendapat notif masuk di ponselnya pun membukanya.

Ah, orang ini lagi.

Awan sempat kesal karena orang ini selalu mereply story Instagramnya. Dan Awan tidak suka orang tersebut setelah kejadian mencium bibir seenaknya.

'Udah tanya pacar lo?' -Tom.

Awan memang belum bertanya permasalahan antar sepupu ini. Tapi, melihat isi pesan yang selalu bertanya tentang hal yang sama membuat Awan semakin penasaran.

Hingga bel pulang sekolah pun berbunyi, semua murid di dalam kelas bersiap-siap untuk pulang.

"Idih, rambutnya berantakan amat neng."

Awan menoleh mendapati Tian yang sedang menggoda Ella.

"Urusan gue! Gak kayak elo, hidupnya paling berantakan." Gerutu Ella.

"Ya bantu lurusin dong kalo berantakan."

Ella yang kehabisan kesabaran pun mengambil sebuah botol minumnya dan melempar ke arah Tian. Sayangnya tidak kena.

"Yeyeye, gak kena. Coba lagi besok." Tawanya dan berlalu dari hadapan mereka.

Awan menutup mulutnya agar tidak tertawa. Tiada hari tanpa kejahilan Tian dan amukan Ella, dan selalu terjadi saat pulang sekolah.

"Gak usah ketawa deh." Ambeknya kesal.

*****

Sekarang Awan berada di dalam kamar bersama bangkai yang tengah terlelap di atas kasurnya. Siapa lagi kalau bukan Irvan.

Cowok itu baru selesai latihan basket dan langsung kerumahnya. Dimana-mana kalau pulang itu kerumah, ini kerumah pacar. Bucin.

"Van." Panggil Awan.

"Hmmm..."

Sepertinya Awan harus bertanya sekarang daripada rasa penasaran itu terus muncul.

"Mau tanya soal sepupu kamu, Tom."

Mendengar nama orang tersebut, reflek Irvan mengangkat kepalanya.

"Kenapa dia?"

Awan diam, namun ia beralih ke ponselnya dan menunjukkan isi DM-an yang tidak pernah ia respon.

Mata Irvan membulat, menatap isi DM tersebut. Satu hal yang tidak ingin ia ceritakan kepada siapapun.

"Kami gak mau jelasin sesuatu ke aku tentang masalah kalian?"

Irvan menatap pacarnya, raut penasaran itu membuat Irvan mau tidak mau harus menjelaskan.

Irvan menghela nafasnya berat. "Kalo aku jelasin semuanya, please... kamu jangan marah dan benci sama aku."

Awan deg-degan, bukan karena debaran cinta seperti Irvan mengatakan hal-hal manis. Ini lebih ke arah cemas.

"Dulu, itu pas aku kelas 9 SMP. Aku di ajak sama Tom buat jalan-jalan. Aku gak pernah naruh rasa curiga karena dia sepupu aku."

"Dia memang baik, dengan logat bahasa Inggrisnya yang kental. Ngarep buat di ajak jalan, tau-tau dia ngajak ke rumahnya yang ada di Palembang."

"Aku masih percaya dia karena mungkin dia pulang mau ambil sesuatu. Tapi..."

Irvan terdiam sejenak, bimbang antara melanjutkan atau berhenti. Jika ia berhenti bercerita, Awan akan semakin penasaran. Namun, jika ia bercerita itu sama saja membuka luka lama.

Awan yang melihat mata kekasihnya berlinang air mata pun kaget. Apa masalah mereka seberat itu sampai Irvan menahan tangis?

"Sayang, kamu gak papa?" Awan kini mode baik hati dan beringsut mendekati kekasihnya.

"Aku harus cerita, aku gak mau nutup-nutupi semua ini agar bajingan itu gak gangguin kamu lagi."

Mendengar nada bergetar itu membuat Awan reflek menarik Irvan ke pelukannya.

"Sttt... Pelan-pelan aja. Kalo memang terlalu berat jangan paksa buat cerita, oke?" Ucap Awan lembut.

"Aku dilecehin waktu itu. Kita HS karena aku terpaksa." Tangis Irvan pecah setelah mengucapkan itu.

"Aku berontak dan gak segan-segan ngelapor tingkahnya itu. Tapi sialnya dia masang kamera yang mana itu buat ancaman, mau gak mau aku harus melayani nafsu bejatnya."

Jelas sudah apa yang terjadi di antara mereka. Pantas saja Tom beruntun mengirimkan pesan yang sama agar Awan tahu masa lalu Irvan dengan Tom.

Lalu, apakah Irvan harus marah dan benci?

"Aku benci dan aku marah." Ujar Awan melepas pelukannya.

Mata Irvan yang basah hanya bisa menunduk. Masa lalunya yang tidak akan diceritakan kepada siapapun.

"Cowok kayak dia memang harus dijauhkan."

Awan mengambil ponselnya, tanpa basa-basi ia memblokir akun Tom.

"Sayang, aku minta maaf sudah buka luka lama kamu. Aku tau itu pasti menyakitkan dan aku salah sudah tanya yang harusnya gak aku tanya." Jelas Awan merasa bersalah, Irvan yang dihadapannya begitu rapuh. Biasanya Cowok itu terlihat gagah dan pemberani, dan Awan tidak suka melihat Irvan sedih.

Irvan menggeleng. "Gak papa, sayang. Aku harus cerita ini supaya kamu tau, sebenarnya seks pertamaku bukan dari kamu."

Awan hanya diam, mengingat perkataan Irvan dahulu. Seks pertamanya yaitu bersama Awan.

"Tapi aku anggep itu kecelakaan. Apa yang kita lakukan itu murni cinta rasa cinta. Aku gak mau mengakui seks yang aku lakukan sama Tom."

Awan mengangguk dan kembali memeluk Irvan.

"Kamu, gak marah dan benci sama aku kan, yang?" Tanyannya.

"Aku benci kalo kamu nangis depan aku. Jadi jangan nangis lagi, oke?"

Irvan menatap wajah Awan dan mencium pipinya kilas. "Siap! Gak bakal nangis lagi, gak bakal cengeng lagi."

Awan tertawa melihat bayi besarnya ini. Sangat lucu.

TBC...

VICTIM (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang