15

3.5K 197 16
                                    

Sekali-sekali jangan tegang terus ah, so sweet dulu sama couple baru ini hehe...

*****

Awan menatap pantulan dirinya saat ini di depan cermin. Memastikan jika itu adalah benar-benar dirinya.

Ah, lebih tepatnya Awan sedikit gugup saat ini. Karena malam ini ia akan bertemu sosok Irvan dan akan mengungkapkan sesuatu yang benar-benar serius.

"Huh, aku pastikan kalo pilihan aku ini tepat dan benar. Amin." Lalu ia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar kamar.

"Astaga, Bibi!"

"Aaa monyong monyong! Eh, aden monyong---AAAAA, maksudnya Aden maaf. Aduh aden, kok dadakan buka pintu sih?"

Bagaimana tidak kaget, Awan ingin membuka pintu kamarnya tiba-tiba Bibinya ada di depannya. Mana pake masker wajah lagi.

"Si bibi ngagetin aja."

"Aduh den---oh ya! Di bawah ada temen aden."

"Oh, iya-iya. Makasih ya, Bi." Awan hendak berjalan namun si Bibi menahan tangan Awan. Langsung Awan berbalik menatap bingung si Bibi.

"Den, temen aden mirip banget kayak di TV-TV, cakep banget. Salamin ya, den. Hehe..."

Awan mengernyit geli. "Duh, si Bibi kok jadi centil gini?" Lalu Awan terkekehnya.

Awan turun ke bawah, dan bisa ia lihat sosok Irvan yang sedang berdiri sembari menatap foto-foto keluarga yang terpajang di dinding Rumah.

Apa yang di katakan Bibi memang benar. Irvan begitu tampan, mengenakan kemeja hitam dan celana jeans membuatnya semakin keren walaupun pakaian yang sederhana.

"Udah lama sampe?"

Irvan menoleh, lalu senyum manis tercipta di bibirnya. "Nunggu elo seharian pun gue jabanin kok."

"Duh manisnya, diabetes gue lama-lama." Kekeh Awan, lalu ia duduk di sofa. "Duduk sini, Fan."

Irvan mendekat, duduk di samping Awan. Bisa Awan rasakan wangi tubuh maskulin menyeruak dari tubuh Irvan membuat sensasi damai bagi Awan.

"Gue boleh jujur gak?"

"Apa?" Tanya Awan.

"Buah jatuh memang gak jauh dari tempatnya, ya. Elo beneran bibit unggulan dari nyokap bokap lo."

Awan tersenyum miring, dengan pandangan menyipit. "Elo mau muji gue nih, ceritanya?"

"Lha, 'kan kata gue jujur." Kekeh Irvan. "Elo beneran ganteng, Wan. Tapi setelah ngeliat Ibu, elo ada sentuhan manis-manis cantiknya gitu."

Gila, apa ini yang di namakan kasmaran? Apa yang di katakan Irvan membuat Awan terbang ke langit ke tujuh.

"Ah! Makasih soal itu, btw." Sebelum pipinya memerah dan semakin malu, ia harus mengalihkan pembicaraan ini.

"Elo tau gak tujuan gue ngajak elo kesini?" Tanya Awan.

"Tau," Jawab Irvan. "Elo mau nembak gue 'kan?"

"Fan, gue serius!" Awan jadi gemas melihat Irvan yang tidak ada serius-seriusnya.

"Hahaha, iya-iya. Ini gue serius."

Awan menarik nafasnya pelan, lalu ia menatap Irvan yang ada di depannya. Ya, ia harus menjawab semuanya.

"Soal hati elo, soal hubungan kita kedepannya. Gue... Gue mau."

Irvan diam sejenak, hingga senyuman itu kembali muncul namun terlihat sangat bahagia. "Gue memang orang terpede di manapun, bahkan soal hubungan kita kedepannya. Tapi, please... Gue gak mimpi 'kan? M-maksudnya... Gue sama e-elo?!" Irvan enggan melanjutkan karena hati yang amat bahagia.

VICTIM (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang