38

1.8K 86 8
                                    

Di sebuah cafe, Tan pun datang untuk menemui Leo. Matanya sedikit berbinar saat tahu uang akan datang menghampirinya. Tak lupa juga Irvan akan menjadi miliknya.

Hidup sangat indah bukan?

"Leo, udah lama?" Tanya Tan dan duduk di hadapan Leo.

"Barusan." Ujarnya. "Lo pesen aja apa yang lo mau."

Tan mengangguk dan mengangkat tangannya memanggil pelayan lalu ia memesan makanan dan minuman yang ia mau.

Setelah pelayan itu pergi, ia menoleh dan menatap Leo. "Well, lo mau tanya soal Awan 'kan?"

Leo mengangguk. "Beneran dia berhenti sekolah?"

"Dari kabarnya sih gitu, udah seminggu gak masuk dan dapet kabar kalo dia berhenti. Gak ada alasan yang jelas."

Leo terdiam beberapa saat dan ia berpikir. Apakah pukulannya kemarin terlalu kuat? Atau ucapannya kembali membuat Awan terluka?

Leo yang tersulut emosi hanya bisa membalas apa yang dilakukan Awan dan ia tak berpikir panjang lagi. Seharusnya ia tidak melakukan itu yang mana membuat Awan kembali membencinya.

Sejujurnya ia tak sebenci dan sejijik itu dengan Awan. Hanya saja merasa kecewa dengan apa yang Awan pilih, memilih Irvan dan mengabaikan dirinya. Leo tidak suka di abaikan.

"Btw, Lo gak lupa sama apa yang lo janjiin 'kan?" Pinta Tan dan ia tersenyum senang.

Leo mengangguk dan mengambil tasnya, ia yang tengah mengeluarkan uang di dalam tasnya dan menyerahkannya untuk Tan.

"Thanks, Leo. Senang bekerja sama dengan lo."

Mereka kembali makan setelah pesanan itu datang. Namun tak di sangka obrolan mereka di dengar bahkan di rekam oleh seseorang, lalu ia pun berjalan mendekati mereka dan...

Bugh!

"Arggh!" Leo terdorong hingga ia tersungkur disamping kursi. Membuat orang-orang bahkan Tan kaget. Ia bangkit dan menatap siapa yang memukul Leo tiba-tiba.

Ia kaget, itu Irvan dan seorang Cewek, Ella.

"I-Irvan..." Tan mendadak pucat saat tahu siapa orang itu.

"Bangsat emang lo ya!"

Irvan kembali melayangkan pukulan itu tepat di wajah Leo. Ia bahkan menendang Cowok yang tidak berdaya itu hingga Pelayan yang berjaga pun merelai mereka.

"Tunggu, Mas gue berhenti." Irvan berontak dan menatap tajam Leo dan Tan.

Tan mendekati Leo yang kini sudah babak belur, wajahnya penuh memar namun masih dalam keadaan sadar. Ia mengangkat tubuh Leo agar bisa duduk.

"Gue udah tau semuanya, gue tau sama kelakuan busuk kalian di belakang gue!" Teriak Irvan. "Kenapa kalian lakuin itu hah? Kenapa kalian sejahat itu?! Asal kalian tau, Awan jadi keganggu psikisnya karena kalian! Tau gak!"

Leo samar-samar mendengar itu dan ia juga kaget. Apa benar jika Awan mengalami hal seperti itu?

"Gue punya bukti kuat soal kelakuan biadab kalian dan gue pastiin kalian bisa nanggung akibatnya!"

Mendengar itu membuat Tan terbelalak kaget dan ia tahu kemana arah tujuan Irvan yang di maksud. Buru-buru ia bangkit dan menahan Irvan, namun Cowok itu segera menepisnya.

"V-Van, g-gue bisa jelasin. Gue gak ada maksud ngelakuin ini semua, i-ini bukan sepenuhnya salah gue." Mohon Tan di depan Irvan. "Gue cuma perlu uang dan gue terpaksa ngelakuin ini. Gu mohon sama lo jangan laporin gue soal ini."

Irvan menatap tajam Tan dan ia mendesis. "Terus apa gue peduli? Lo udah ngancem kesehatan Awan dan lo berani-beraninya berbuat jahat dan bekerja sama dengan orang gak tau di untung itu?" Ujar Irvan sembari menunjuk Leo yang hanya diam.

Tan menggeleng dengan airmata yang terurai. "Gu mohon, Van. Gue minta maaf, gue beneran gak ada maksud."

Irvan mendengus. "Simpen kata-kata maaf lo sama orang yang semestinya."

Irvan berjalan keluar Cafe diikuti oleh Ella yang sedari tadi hanya diam. Tadi setelah bel pulang sekolah, ia di hampiri Irvan dan ia menjelaskan sesuatu yang telah membuat Awan bisa menjadi seperti ini. Ella yang merasa ingin tahu semuanya pun ikut bersama Irvan dan datang menuju cafe ini.

Lalu Leo hanya bisa termenung. Entah penyesalan datang atau tidak, itu sudah membuat ia tak ada gunanya.

*****

"Tapi gue gak yakin kalo Ibunya mau terima tamu, Van. Terakhir beliau bilang jangan sampe ada siapapun tau soal ini." Ujar Ella yang kini berada tak jauh dari kawasan rumah Awan.

Mereka berencana untuk mengunjungi rumah Awan dan bertemu kedua orangtuanya dan ingin menjelaskan semua yang terjadi agar masalah ini clear.

"Kalo kita belum coba kita gak akan tau, El. Ayo naik." Irvan kembali menggunakan helmnya dan Ella hanya menurut.

Sesampainya di rumah itu, mereka bisa melihat penjaga rumah yang tengah berjaga. Lalu Irvan memanggil penjaga itu.

"M-Mas Irvan, ada perlu apa?" Tanyanya kaget. Tentu ia tahu siapa Irvan.

"Pak, boleh kami jenguk Awan atau ketemu sama orang tuanya? Ada yang perlu saya bicarain."

Penjaga itu terdiam seperti berpikir sesuatu, karena merasa bingung apakah membiarkan Irvan masuk atau tidak.

"Pak, boleh gak?"

"Tunggu, saya telpon dulu orang rumah."

Ella yang mendengar itu pun menoleh. "Apa gue bilang."

Irvan sedikit termenung saat tahu ia harus menunggu cuma untuk bertemu Awan. Dulu biasanya Penjaga rumah Awan dengan cepat membuka pintu gerbang, namun semua berubah.

"Mas, kalian cuma bisa ketemu Ibu dan sekarang beliau ada di ruang tamu." Lalu penjaga rumah itu membuka gerbang dan mempersilahkan mereka masuk.

Irvan merasa sangat sedih, amat sangat sedih. Kalau Awan tidak di perbolehkan untuk bertemu sembarang orang tandanya Awan benar-benar merasa terganggu psikisnya. Irvan lupa jika Awan merupakan korban bullying di jaman SMAnya dulu dan itu dilakukan oleh sahabatnya sendiri. Lalu sekarang ia menerima kenyataan bahwa yang berbuat jahat itu adalah orang yang sama.

"Van, lo gak papa?" Tanya Ella karena melihat mata Irvan yang memerah seperti hendak menangis.

"Oh, gak. Gue gak papa." Sahutnya cepat. "Kita langsung masuk aja kalo gitu."

Irvan menekan bel rumah itu lalu di buka oleh bibi yang berjaga. Mereka bisa melihat seorang wanita tengah duduk diruang tamu, dari wajahnya bisa sudah terlihat bahwa wanita itu sangat terpukul dan kelelahan.

"Siang Tante." Sapa Irvan, lalu Ibu Awan menoleh dan tersenyum.

"Siang, silahkan duduk." Sapanya, walaupun terlihat sangat sedih namun wajahnya masih bisa tersenyum ramah. "Ini Ella temen Awan yang jenguk waktu itu 'kan?"

Ella mengangguk. "Iya, Tan. Maaf udah ganggu waktunya."

"Nggak kok, gak masalah." Sahutnya cepat dan menoleh menatap Irvan. "Irvan, kamu apa kabarnya?" Tanya Ibu Awan.

"Baik Tan." Balasnya. "Tante sendiri apa kabar? Awan juga apa kabar?"

Ibu Awan terdiam sesaat lalu ia menghela nafas. "Kalo Tante bilang baik-baik aja, pasti kalian nebak kalo Tante bohong."

Mereka hanya diam dan menatap Ibu Awan dengan pandangan sedih.

"Nak Irvan, kamu putus sama Awan karena Leo, 'kan?"

Irvan yang mendengar itu tentu terkejut. Entah darimana Ibu Awan tahu soal masalah ini bahkan ia belum memberitahunya.

TBC...

Guys tinggal satu chapter lagi cerita ini bakal END. Kalo aku buat akhir Sad Ending aku minta maaf ya🙏🏻😭😭

VICTIM (21+) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang