Don't let her fly

27 2 0
                                    

Sekitar 7 UAV dijual ke angkatan udara Polandia, kali ini perdana menteri Lidia ingin membuat angkatan bersenjatanya lebih modern.

Koko sangat senang dengan hal ini karena ia menerima bayaran sekitar 15 juta dolar, dia bisa melihat barang dagangannya digunakan angkatan bersenjata Polandia.

Warsawa hampir hancur setelah diserbu 12 UAV sekaligus, beruntung perdana menteri Pramashenko mengunjungi kota tersebut dan mengajak dua pihak yang bertikai agar segera berunding.

Pada awalnya perundingan berjalan keras karena sama-sama tak ingin mengakui kesalahan tapi sebuah kalimat Pramashenko mengubah segalanya.

"Rusia tak bisa menjadi seperti ini jika semua elemen tak bersatu ... tapi karena kami memiliki keinginan untuk maju akhirnya kami bisa seperti sekarang." Pramashenko mencoba mendinginkan suasana.

Akhirnya dua belah pihak sepakat berdamai dan konflik Polandia berakhir dengan perjanjian Warsawa yang berisi dua belah pihak tak akan tembak menembak untuk selamanya.

Setelah berhasil menengahi antara pemerintah Polandia dengan pemberontak, nama Pramashenko semakin dikenal karena keberhasilannya mendamaikan dua pihak yang berkonflik.

Pramashenko menemui Koko secara rahasia untuk menjelaslan bahwa Polandia memiliki utang pada Rusia yang berjumlah besar.

"Jadi alasanmu membuat damai keduanya adalah menghindari Polandia bangkrut ?" tanya Koko.

"Tepat sekali ... utang mereka sudah bernilai 75 juta rubel ... aku tak mau terus menerus memberi mereka ... dan lagipula kau sudah memiliki langganan tetap yaitu angkatan bersenjata Rusia yang sanggup membayar berapapun padamu ... Polandia sudah memenangkan konflik berkepanjangan ini ... semua sudah berakhir." jawab Pramashenko.

"Aku mengerti kau sedang berstrategi ... tapi aku memuji hal itu karena setiap taktik yang kau jalankan pasti berhasil." Koko sedikit memuji Pramashenko.

Koko beserta pasukannya langsung terbang menuju Dubai karena banyak pesanan di negara tersebut, kali ini mereka menggunakan pesawat angkut An-12 yang merupakan hasil kerjasama Rusia dengan HCLI. Lidya bertugas menjadi pilot sementara Ugo menjadi asisten pilot.

An-12 ini diberi nomor PK-LVP 6321 sebagai kode penerbangan komersil agar tak dicurigai pihak internasional sebagai pembom strategis.

Sebelum terbang mereka dititipi pesanan dari Balkan yaitu 10 orang dokter dari organisasi kedokteran, hal ini tentu membuat Lidya harus memutar otak karena muatan tentu akan berlebih.

"Kalau kita mengangkut mereka kepenuhan ... ini saja sudah batas maksimum." ujar Lidya.

"Benar apa yang dikatakan Kapten Lidya ... pesawat ini akan kelebihan beban." Ugo menambahkan pendapatnya.

Koko sendiri mengeluh pada markas pusat tapi tak didengarkan mengingat para dokter ini sudah melakukan pembayaran secara penuh.

"Ingat ... kalian diperlakukan sebagai barang bukan penumpang." ucap Koko.

"Tak masalah kami sudah biasa ... semuanya cepat naik!" Dr.Riviere menyemangati anak buahnya.

Rute diubah yang semua lurus melalui Slowakia kini harus berbelok menuju Bandara Planina di Slovenia Selatan, Fiona membantu Lidya dalam menghitung ulang estimasi biaya karena harus memutar sebelum langsung menuju Uni Emirat Arab.

"Selama di perjalanan tak ada kendala seharusnya bisa saja ... tapi kita tahu kalau pesawat ini ditumpangi dokter dan pedagang senjata ... ini akan menjadi penerbangan yang panjang Kapten." Fiona berbisik pada Lidya.

"Akhirnya bisa menerbangkan pembom lagi setelah terakhir pada operasi Konsomolents ... tak sia-sia aku ambil sertifikasi pilot akhirnya bisa dapat wing penerbang ... kalau di HCLI aku ini hanya pilot cadangan tapi jika kondisi mendesak aku mengisi kekosongan tersebut dan kali ini aku menjadi pilihan utama meski pilot asli ikut di dalam penerbangan ini." Lidya sedikit panjang lebar.

From Outcast To Commander Of A Ship GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang