Fifty

13.8K 739 16
                                    

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading

Mereka sudah tiba setengah jam yang lalu di kawah putih Ciwidey, tempatnya cukup ramai sehingga mereka sedikit menjauh dari keramaian, karena Genna akan membicarakan sesuatu yang bahkan Nadyne pun tidak tahu.

Mereka berdua sama-sama diam, menatap lurus ke depan, menikmati keindahan alam, hingga suara bariton Genna memecahkan keheningan diantara mereka.

"Nad." Panggilnya.

Nadyne menoleh dengan senyuman yang sedari tadi tergambar di wajah cantiknya, dia menunggu kelanjutan dari Genna.

"Maafin aku yah?" Kata Genna membuat Nadyne menghembuskan napasnya, Nadyne sebenarnya capek karena Genna terus menerus merasa bersalah.

"Udah berapa kali hari ini kamu bilang maaf?"

"Maafin aku karena lebih percaya sama pikiran aku sendiri tanpa bukti. Terlalu nyimpulin yang bahkan gak tau kebenarannya. Maafin aku udah banyak kecewain kamu, juga maafin aku untuk semuanya." Kata Genna tidak perduli beribu kali dia meminta maaf, dia memang salah! Pikirnya.

"Aku udah kirim Bianca ke London, dia harus hilangin semua perasaannya sama aku." Kata Genna mulai bercerita.

"Kata Papah, walaupun Daddy nya Bianca rekan bisnisnya, tapi untuk masalah kebahagiaan putranya itu lebih penting."

"Kamu bilang sama Om Zayn?" Kaget Nadyne dengan pernyataan Genna.

Genna mengedikkan bahunya acuh "Sebelum kita lahir, kita udah dijodohin sama orang tua kita. Tapi mereka bilang itu pun kalo kita punya perasaan yang sama."

"Aku gak ada perasaan sedikit pun sama Bianca, aku real cuman anggap dia adik karena Genta dan Meira."

"Karena aku janji sama Genta untuk jaga adiknya dan aku juga menganggap adik karena Meira ninggalin aku."

Memegang tangan Genna "Udah ih, aku maafin kamu kok." Kata Nadyne dengan lembut.

Genna menarik Nadyne ke dalam pelukannya "Makasih udah mau bertahan sampai detik ini."

Drrt drrt drrt

Ponsel Genna bergetar di saku Hoodie yang ia gunakan, dia melepaskan pelukannya perlahan dan mengambil ponselnya.

"..."

Geraman tertahan terdengar jelas, apalagi saat Nadyne melihat tangan Genna yang memegang ponsel itu mengeratkan genggamannya.

Genna tanpa berbicara sepatah kata pun langsung memutuskan sambungan telepon, dia menutup matanya untuk meredakan emosinya. Dia hanya tidak ingin gadisnya terkena ledakan emosinya.

Gerak-gerik Genna tidak luput dari penglihatan Nadyne, tapi dia hanya diam menunggu Genna meredakan emosi.

Nadyne meraih sebelah tangan Genna dengan kedua tangannya, kemudian diusap lembut. Dia seakan memberikan ketenangan untuk Genna, dan memberi tahukan lewat usapan itu bahwa semuanya akan baik-baik saja.

GENNAIOS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang