Sixteen

34.5K 1.6K 29
                                        

Nadyne dan Genna kini berada di lorong rumah sakit, mereka akan mengunjungi Hendra yang masih berada di rumah sakit. Nadyne bersikeras untuk mengunjungi papah kekasihnya, sebelum mereka jadian Nadyne pernah diajak menjenguk tapi tidak masuk ruangan. Nadyne penasaran apa yang disembunyikan Genna sebenarnya sampai waktu itu dia hanya melihat sang papah dari kaca kecil yang berada di pintu.

Beruntungnya di ruang rawat papahnya tidak ada mamah dan kakaknya. Di ruangan ini kini hanya ada Nadyne, Genna dan Hendra. Hendra yang menatap layar televisi menoleh ke arah pintu yang terbuka. Senyuman bahagia pun kini terpancar dari wajahnya. Putra bungsu yang dinantikannya akhirnya datang. Hendra yang setiap hari melihat wajah Genna dari kaca kecil pintu, hari ini dia bisa melihatnya langsung tanpa penghalang. Sebenarnya Hendra mengetahui jika putranya ini setiap hari sepulang sekolah menyempatkan diri menjenguknya, tapi Hendra tak bisa berbuat apapun karena Genna mungkin akan terkena makian dari Lita.

"Sini nak, papah kangen kamu." Kata Hendra yang merentangkan tangannya

Genna berjalan cepat ke arah brankar yang terdapat Hendra yang terbaring dengan wajah pucatnya. Kemudian Genna memeluk Hendra dari samping, betapa rindunya dia. Pelukan hangat yang sangat ia rindukan. Setelah melepaskan pelukannya, Hendra beralih melihat Nadyne yang berdiri di dekat Genna membawa satu paket buah. Nadyne yang sadar pun menyimpan buah di atas nakas, kemudian mencium punggung tangan Hendra. Hendra mengelus lembut rambut Nadyne.

"Pacar Genna?" Tanya Hendra dengan kekehan kecil setelah selesai bersalaman.

Nadyne ragu untuk mengakui Genna, takut Genna marah. Nadyne menatap Genna yang mengangguk pelan dengan senyum tipis menandakan supaya Nadyne jujur kepada papahnya.

"I-iya om." Jawab Nadyne gugup

"Jangan gugup gitu." Kata Hendra dengan senyumnya yang hanya mendapatkan senyuman kecil Nadyne

Untung saja Genna tadi menghantarkannya pulang terlebih dahulu untuk mengganti baju seragamnya dengan kaus putih dibaluti jaket jeans merah dan celana jeans hitam. Genna juga sempat meminta izin untuk membawa Nadyne keluar kepada Nina, Nadyne juga menyimpan barang yang telah dia beli di mall.

Sudah kurang lebih lima belas menit mereka berada di sini, Genna yang menyuapi bubur kepada Hendra membuat hati Nadyne menghangat seketika. Ternyata Genna yang terkenal kejam oleh orang lain mempunyai sisi lembut dan perhatian.

"Om, Genna aku ke kantin dulu yah. Genna kan belum makan dari siang. Aku beliin kamu makan yah." Setelah lama berpikir alasan yang pas untuk keluar dari ruangan ini akhirnya Nadyne mempunyai alasan. Bukan Nadyne tak mau di sini hanya saja Nadyne ingin memberi ruang untuk mereka berdua.

"Aku anter?" Tanya Genna lembut yang mengubah kata gue-lo dengan aku-kamu

"Gak usah. Kamu di sini aja temenin papah kamu." Kata Nadyne yang berdiri dari sofa

"Nadyne ke kantin dulu yah om." Pamit Nadyne yang mendapatkan anggukan dan senyuman hangat dari Hendra

Nadyne berjalan santai di lorong rumah sakit, dia sengaja akan berlama-lama di kantin. Nadyne ingin memberi ruang mengobrol tanpa canggung diantara mereka berdua.

Setelah mendapatkan pesanannya Nadyne melangkahkan kakinya menuju ruangan Hendra. Nadyne berdiri diambang pintu saat pintu telah dibuka olehnya. Betapa terkejutnya ketika seorang wanita parubaya memaki Genna yang diam menundukkan kepalanya tanda dia menghormati wanita itu.

"Dasar anak sialan! Dari kapan kamu di sini hah? Anak gak tau diri, pembawa sial. Setelah Ira gak ada, sekarang buat papah kamu sakit kayak gini. Dan sekarang kamu mau apain papah kamu hah?" Maki Lita tak henti

Matanya memanas. Cairan bening yang menumpuk di kelopak matanya tak dapat ditahannya. Air matanya mengalir di pipinya. Matanya bergerak melihat Hendra yang memegang dada bagian kirinya. Dengan kasar Nadyne mengusap pipinya, kemudian berjalan cepat mendekati brankar.

GENNAIOS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang