33. Pisah Ranjang

17K 794 8
                                    

Naya baru saja sampai di rumah dengan mata sembab. Ia melempar asal tasnya di sofa dan menangis sekencang-kencangnya disana. Ia sangat kecewa dengan suaminya, apalagi saat Revan berciuman dengan Elvara.

Brak

"Sayang." Masuklah Revan dengan napas yang tersengal-sengal. Sedangkan Naya, wanita itu menjauh dari Revan.

"Jangan deket-deket," teriak Naya namun dihiraukan oleh Revan.

"Sayang, ini bukan yang sperti kamu pikirin," ujar Revan berusaha menjelaskan.

Ia mencoba menjelaskan bagaimana dia bisa berciuman dengan Elvara, hanya itu. Untuk kejadian semalam, dia tidak begitu ingat karena ia mabuk.

"Kamu jahat tau nggak," ujar Naya lirih sembari air mata terus jatuh membasahi pipinya.

"Iya aku tau aku salah, maafin aku," pinta Revan namun Naya menggeleng.

"Nggak semudah itu, Revan. Kamu pikir hati aku terbuat dari baja yang kuat? Nggak Revan,"

"Kamu pikir kamu doang yang bisa cemburu? Aku juga bisa,"

"Kamu pikir kamu doang yang bisa marah, aku juga bisa Revan," teriaknya membuat Revan merasa bersalah telah membuat istri cantiknya itu menangis.

"Sayaang maafin aku, aku tau aku salah. Kita perbagiki bareng-bareng ya," ujar Revan namun dibalas gelengan oleh Naya.

"Mundur nggak?" Revan tetap maju dan berusaha untuk membawa Naya ke pelukannya.

"Mundur." Naya mengambil vas yang ada di meja dan melemparnya hingga hancur berkeping-keping.

Pranggg....

"Jangan deket-deket," lirihnya dan diangguki Revan karena ia tidak mau istrinya terluka.

Naya langsung berlari masuk ke dalam kamar dan segera disusul oleh Revan. Namun sayangnya Revan kalah cepat karena Naya sudah lebih dulu mengunci pintu kamar.

Revan menggedor pintu kamar mereka agar diizinkan masuk.

"Sayang, maaf. Aku bisa jelasin," ujarnya. Ia terduduk di depan pintu seperti orang gila. Rambutnya yang berantakan, wajahnya yang memerah dan basah, berantakan sekali.

"Sayang, buka pintunya," pintanya sembari mengetuk pintu kamar. Sebenarnya Revan mendengar suara tangis Naya, ia jadi tidak tega dengan istrinya itu.

"Bodoh banget Lo bikin dia nangis." Revan memukul-mukul kepalanya sendiri. Rasanya ia tidak becus menjadi suami.

"Sayang, izinin aku masuk, ya," pintanya namun tak kunjung mendapat balasan.

Ceklek

Pintu terbuka dan mendapati Naya dengan wajah sembabnya. Buru-buru Revan berdiri dan menatap lembut istrinya itu. Saat ingin memeluknya, Naya menahan dirinya.

"Kita pisah kamar dulu, ya," pintanya lalu tak lama menutup pintu kamar dan meninggalkan Revan yang tengah terdiam di depan pintu.

Revan mengacak rambutnya frustasi. Ia turun ke bawah dan berbaring di sofa, sesekali melempar majalah yang ada di meja.

"Bego banget gue," ujarnya sedari tadi.

"Awas aja lo Elvara," geramnya sembari mengepal tangannya kuat. Biarlah hari ini Revan akan tidur di kamar tamu. Ia akan merenungi kesalahannya kali ini dan berusaha minta maaf kembali pada istrinya besok.

Malam hari pun tiba, mereka berdua tidak berniat untuk berbicara atau sekedar membersihkan rumah. Mereka acuh saja dengan keadaan rumah saat ini toh besok juga pasti akan dibereskan.

Nikah Muda [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang