03. Terlalu naif

169 32 0
                                    

Aku terlalu naif karena menyayangi seseorang yang membenciku. Rasanya sakit, tapi bodohnya aku menikmati rasa sakit ini---Faleesha.

-o0o-

Kini, Falee berada di ambang pintu bertuliskan nama Erlangga Cakrawala. Ia takut berhadapan dengan Elang, tapi keadaan yang memaksanya. Dia lebih takut Elang marah jika melihat teman Falee datang ke sini.

Tangannya mengetuk pintu, namun tak ada sahutan disana.

"Kakak, Falee boleh masuk?" tanya Falee. Tak ada sahutan.

Tok! Tok! Tok!

"Kakak!" Kini Falee mengencangkan suaranya. Lagi-lagi tak ada sahutan. Falee dibuat gelisah. Dia takut hal tak diinginkan terjadi pada kakaknya.

"Kakak!" teriak Falee. Perasaan resah semakin menguasai raganya. Beruntungnya pintu kamar Elang tidak dikunci, hal itu mempermudah Falee masuk kedalam. Segeralah dia masuk tanpa permisi.

"KAKAK?!" pekik Falee melihat kakaknya terlelap dengan kondisi kamar yang sangat berantakan.

Sudah ada satu botol kosong di samping ranjangnya. Wajah Elang memerah. Dia bukan pria yang tahan dengan alkohol. Kadar alkoholnya termasuk tinggi untuk Elang sekitar 15%.

Falee duduk ditepi ranjang Elang. Dia menepuk-nepuk pipi Elang memastikan kondisi kakaknya baik-baik saja.

"Kakak, bangun!" ujar Falee. Entah keberanian dari mana, dia mengusap surai legam kakaknya.

Karena tak kunjung bangun, Falee memberanikan diri menepuk-nepuk pipi Elang.

"Acha ...." Sepenggal kata itu membuat Falee diam.

"Acha, kamu dimana?" gumamnya lagi. Air mata Falee menetes tanpa permisi. Falee menggenggam erat tangan Elang, dan mengusapnya pelan.

"Acha jangan pergi," gumamnya lagi. Falee mengusap air matanya. Acha, sosok jiwa yang telah hilang karena kejadian di bulan Februari kelam.

Falee mengusap rambut Elang, ia menatap iba pada sosok pria itu. Dirasa sebuah cairan kental hadir di tangannya. Ternyata cairan itu adalah darah. Falee cukup terkejut, dia menyingkirkan anak rambut yang menutupi dahi Elang, dan benar dahi Elang terluka.

Isak tangis kembali hadir menghiasi suasana. Falee mengambil sapu tangan putih di meja belajar Elang. Dia mengusapkan darah Elang supaya berhenti mengalir.

"Kak, Acha belum pergi. Dia cuman lagi sembunyi. Maaf, Falee belum bisa antar kakak ke Acha, atau mungkin nggak akan pernah," sambung Falee. Seseorang telah mengatur hidup Falee layaknya seorang dalang menggerakkan wayangnya. Selama ini, Falee tak diizinkan bergerak bebas.

"Permisi! Faleesha!" Teriak seseorang dari depan gerbang. Falee beranjak dari ranjang Elang, kemudian mengintip ke jendela.

Terlihat sosok Aksa sudah berdiri di samping mobilnya.

"Sebentar!" teriak Falee. Dia kembali ke kasur Elang, lalu mengecup singkat dahi Elang.

"Falee pergi dulu ya, Kak. Falee sayang Kakak."

Sebelum dia beranjak dari tempat, Elang menggenggam pergelangan tangannya. "Acha ...." Racauan itu semakin membuat hati Falee tergores.

Falee menarik tangannya kasar. Dia segera pergi dari kamar dingin Elang. Tanpa pikir panjang, dia segera mengambil tas lalu keluar dari rumah. Dia tak ingin Aksa berlama-lama di rumahnya, karena ada Elang disini.

Hadirnya Falee membuat Aksa bingung. Air mata tersirat acak memenuhi wajahnya. Mungkin, gadis itu tengah kacau.

Nalurinya meminta tangannya menyeka air mata Falee. Tatapan sendu itu tertularkan ke Aksa. Dia tak tahu alasan Falee sekacau ini, tapi wajah itu cukup menularkan rasa sedih.

Pelangi Terakhir Untuk FaleeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang