11. Derajat

115 26 1
                                    

Pembully punya derajat lebih rendah daripada korbannya.

-o0o-

"Kalo gue bersikap gini karena kasihan, pendapat kalian gimana?" tanya Aksa.

Devan dan Rajen tak bisa menyembunyikan raut terkejutnya.

"Lo cowok terbangsat yang pernah gue kenal." Tanpa pikir panjang, kalimat itu lolos dari bibir Devan. Kalimat itu sangat cocok untuk Aksa jika dia disini hanya karena rasa kasihan.

Aksa terkekeh pelan. "Bercanda doang. Gue gak mungkin sejahat itu," jawab Aksa. Topik ini membuat Devan dan Danes panas dingin.

"Lo mau gue bunuh, Sa. Untung gak jadi," ungkap Devan.

Devan memang lelaki play boy yang suka mempermainkan perasaan wanita, dengan catatan wanita itu juga mau mempermainkannya. Tapi, untuk ukuran Falee yang sangat naif dan lemah, terlalu jahat jika Aksa hanya mempermainkannya.

-o0o-

Matahari belum memperlihatkan kilauan sinar, tapi Falee meminta pulang sesegera mungkin. Dengan catatan, dia janji harus suntik sebelum makan, dan menghindari makanan yang mengandung kadar gula tinggi.

Kini Falee diantar oleh Rajen, Devan, dan Aksa. Tak lupa Jiel tidur dipangkuan Rajen. Tiga pria tambah si kecil dengan sabar menemani Falee dari tadi malam.

"Boleh ya? Aku udah ketinggalan pelajaran, takutnya beasiswa aku dicabut," bujuk Falee yang tengah duduk di kursi tengah bersama Aksa.

"Gak baik buat kesehatan," jawab Aksa.

"Nanti aku sarapan! Janji!" bujuk Falee.

"Tenang aja, sekolah gak bakal cabut beasiswa lo," ujar Devan sambil mengemudi.

"Sekolah nggak sebaik itu," balas Falee. Ada benarnya juga, sekolah itu tidak punya hati nurani.

"Sekolah juga gak mau rugi Fal. Kalo beasiswa lo di cabut, terus lo pindah sekolah, gak ada lagi murid yang menang olimpiade tingkat nasional," jawab Devan.

Aksa mengerutkan kening. Dia mendekatkan kepalanya diantara Rajen dan Devan.

"Bukannya murid disana selalu keluar dengan nilai terbaik ya?" tanya Aksa.

Pertanyaan itu membuat tawa Rajen pecah, hingga si kecil terusik.

"Stttt, ayo tidur lagi," ujar Rajen seraya mengusap lengan Jiel.

"Lo polos banget, Sa," ejek Rajen.

"Sekolah kita itu rusak. Nilai diukur bukan berdasarkan seberapa pintar muridnya, tapi seberapa banyak sumbangan lo buat sekolah. Liat aja Epan sama Danes. Otak lebih encer Epan, setiap ulangan Epan selalu dapet di atas 85, sedangkan Danes pas kkm aja udah alhamdulilah. Tapi waktu rapotan peringkat Danes selalu di atas Epan," cerca Rajen.

"Disini Falee itu jadi pemanis biar sekolah punya prestasi di bidang olimpiade," imbuh Devan.

"Kalo tau gitu, kenapa kalian gak pindah sekolah?" tanya Aksa.

"Ada misi yang harus diselesaikan." Tak ada yang mengetahui arti kalimat itu selain Devan dan Rajen.

-o0o-

Aksa dan yang lain sudah pulang pukul 4 pagi tadi. Kini, Falee berada dalam kamar penuh kegelisahan. Elang tak berhenti mengetuk pintu kamarnya.

"Buka Fal!" pinta Elang.

"FAL JANGAN MENDADAK TULI!" bentak Elang.

"BUKA ATAU GUE DOBRAK?!" bentaknya lagi.

Elang berdecih pelan. Dia mundur beberapa langkah. Kakinya mengambil ancang-ancang untuk menendang pintu kamar Falee. Sepersekian detik saat kakinya hendak melangkah, pintu kamar terbuka.

Pelangi Terakhir Untuk FaleeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang