Untuk Pelangiku (1)

136 23 0
                                    

[Extra chapter 1]

Garuda bukan orang jahat, tapi dia tak sepenuhnya baik.

-o0o-

Tak ada yang mengira bahwa sosok Elang bisa sangat tersakiti. Mungkin, mereka heran karena dahulunya Elang tak banyak memberikan ekspresi selain bersikap seperti bajingan untuk Falee. Kini Elang telah pergi, jiwanya kembali bersih. Sosok Garuda telah hadir pada raga yang semestinya. 

Sudah seharusnya Garuda berhenti menangis. Bahkan, Aksa pun sudah kembali ke Solo untuk melanjutkan sekolahnya. Teriakan pilu di rumah duka, harusnya sudah berakhir sejak kemarin. Tapi, Garuda tak bisa membendung air matanya yang ini. 

Dia selalu duduk, memandang kearah foto gadis baik bak malaikat. Si gadis dengan senyum secerah matahari, dan seindah cahaya bintang. Faleesha namanya, adik yang seharusnya Garuda cintai, Garuda jaga, Garuda sayangi, namun Garuda membuat satu kesalahan hingga kehilangan Faleesha berbekal beban penyesalan yang mungkin tak akan pernah hilang dari pikirannya.

"Aga, makan dulu, Nak," pinta Alena yang baru saja menyelesaikan pekerjaan rumah. Alena sendiri bingung harus apa. Dia sudah melakukan banyak hal supaya Garuda tak terlarut dalam kesedihan.

"Bunda ... Acha pergi, Aga harus apa?" tanya Aga. Wajah sedih itu menghadap kearah Alena yang juga merasa perih saat malaikatnya merasa tertekan atas kepergian malaikat lainnya. Alena tak tahu harus menjawab apa. Kalimat itu adalah hal yang selalu Garuda tanyakan, hingga dia kehabisan kata untuk menjawab. 

Lama sekali Alena diam, hingga Garuda kembali menangis. "Bunda masih marah ya sama Aga? Karena Aga pernah benci Bunda? Aga minta maaf, Bunda ...," rengek Garuda pada Alena. Garuda tak tahu harus bagaimana. Dia hanya ingin Acha-nya kembali dalam pelukannya. Tapi, itu mustahil bukan? 

"Aga, lihat Bunda ya?" pinta Alena. Tangannya menangkup kedua pipi Putranya, lalu mengajak mata itu beradu. Wajah Garuda mulai bengkak, karena air matanya tak henti menetes. 

"Acha pergi karena sudah waktunya dia pulang. Aga boleh menyesal atas kepergian Acha, tapi Aga jangan lupa, Acha itu sayang sama Aga, dia nggak pernah benci Aga. Biarkan Acha pulang dengan tenang,
meninggalkan rasa cinta untuk Kakak yang selalu dia sayang." Mendengar penuturan itu, Garuda menumpukan kepalanya di pundak Alena. Garuda sendiri tak tahu jalan pikirannya berputar seperti apa. Yang jelas, dia hanya menganggap tutur kata Alena sebagai hiburan. Garuda yakin ada setitik rasa benci dari Acha untuk Garuda. 

Rasanya sangat nyaman menjatuhkan kepala pada ibu kandung yang sangat ia cintai. Bodohnya, Garuda pernah membenci wanita ini. "Biarkan Acha pulang dengan tenang ya, Nak. Dia akan selalu menjadi malaikat walau sejauh bintang, akan menjadi pelangi cantik kebahagiaan dunia." Garuda semakin menangis karena hal itu. Dia meracau kesal pada dirinya sendiri. Sekarang, hanya tersisa air mata dan rasa sesak atas kehilangan dan penyesalan.

"Kemarin Aksa bilang, dia kasih kamu surat kan? Kata dia, kamu harus baca surat itu," ujar Alena. Benar, Garuda belum sanggup membaca surat tulis tangan adiknya. 

"Bunda ke kamar dulu, ya. Mau siap-siap ke persidangan." Garuda mengangguk, lalu merenggangkan pelukannya, membiarkan Alena pergi untuk bersiap. 

Kini hanya tersisa Garuda seorang diri disini. Dia mengambil secarik surat dari sakunya. Perlahan membuka lipatan kertas itu, kemudian berusaha menatap dalam untuk membacanya. 

Untuk Raden Lentera Aksa.

Halo Aksa!
Rasanya baru kemarin kita ketemu. Kamu ngajak aku kenalan, terus kamu gendong aku ke UKS, dan berujung kamu bertengkar sama pihak sekolah karena bela aku. Saat itu aku kayak ketemu cahaya yang indah banget. Padahal baru awal kenal, rasanya masa depan aku bisa selalu bahagia karena ada kamu. 

Saat kamu ajak aku lihat pelangi, rasanya berkali-kali lipat lebih bahagia ketimbang kemarin. Kamu rumah saat aku kehilangan arah, kamu sandaran saat aku hampir jatuh, kamu yang terbaik. 

Aku boleh cerita tentang Kakak ku? Kakak yang paling aku sayang di dunia ini. Dia yang paling berharga kayak kamu. Ibaratnya, kamu adalah bahagia meski duniaku hancur, sedangkan kakak adalah alasan bertahan meski sumber kekuatan telah meredup. 

Garuda terpaku karena namanya disebut sebagai alasan bertahan. Benar kata Bunda, Achanya adalah malaikat. Setelah ribuan jarum menusuknya tanpa ampun, hatinya masih sanggup mengatakan bahwa Garuda adalah alasan bertahan. Garuda menarik napas dalam, dia berusaha membaca bait yang tersisa. 

Aksa, apa aku boleh minta tolong? Maaf kalau aku kasih kamu banyak beban. Tapi, cuman kamu harapanku satu-satunya. 

Aksa, saat kamu pergi, aku kehilangan kebahagiaan itu. Apa kamu bisa mengembalikan kekuatanku supaya aku bisa bertahan? Aku masih ingin melihat Kakak sembuh dan memelukku seperti dulu. Tapi, aku takut terlambat. 

Jika nanti dirasa terlambat, tolong beri tahu kakak bahwa aku simpan banyak hadiah di lemari ku. Juga, jaket rajutan dan boneka itu sebenarnya untuk Kakak. Inisial A untuk Aga, tapi aku tahu, sekarang Kakak nggak bisa nerima jaket sederhana ini. Jadi, aku kasih buat kamu aja ya, inisial A, untuk Aksa. Dan boneka itu ... sebenarnya itu unicorn. Aku berharap Unicorn bisa terbang memberi kekuatan dan rasa cinta abadi untuk semua orang yang aku cintai. 

Aksa, terima kasih banyak untuk segala rasa cinta yang akan menjadi kenangan abadi. Semoga kamu segera kembali, masih dengan cinta yang ku harapkan bisa menjadi kunci kebahagiaan untuk yang kesekian kalinya. Sekali lagi, terima kasih, Aksa.

Garuda diam tak bergeming, dia menatap lurus kearah dinding bercat kuning. Pikirannya kacau, benar-benar kacau. Acha menyayanginya? Itu mustahil. 

Garuda berjalan cepat menuju kamar Acha. Membuka pintu yang sudah lama ditutup rapat. Ruangan itu masih sama, tak ada yang berubah sejak kepergian Acha. Semua masih tertata rapi, dan sejuk walau tak memakai pendingin ruangan.

Dia berjalan gontai, mendekat kearah pigura kecil berisi fotonya dan adiknya dulu. Disana terlihat Garuda sedang menggendong Acha di punggungnya dengan semangat. Wajah mereka terlihat bahagia tanpa beban sedikitpun. Hanya ada canda tawa serta kebahagiaan mengisi hari-hari mereka kala itu. 

"Kakak pengen gendong kamu lagi. Tapi, kakak udah jahat banget ya, Cha?" tanya Garuda sambil memeluk bingkai foto itu erat. Rasanya dia ingin mati karena tersiksa rasa rindu dan penyesalan diwaktu bersamaan. 

Kakinya mulai berjalan kearah lemari tanpa melepas pigura. Tenaganya sudah habis karena menangis. Meski lelah, tapi matanya tak henti memproduksi bulir bening.

Perlahan Garuda membuka lemari. Tiba-tiba, puluhan kertas berjatuhan dari tempatnya, sangking banyak yang tersimpan disana. Saat itu mata Garuda hanya tertuju dengan satu hal, secarik kertas yang tertempel di lemari, dengan kata-kata hangat yang bisa mencekik Garuda. 

Ingat Cha! Jangan pernah benci Kakak! Kakak cuman sakit, sebentar lagi pasti sembuh. Suatu hari nanti, Kakak pasti kembali peluk Acha, lindungi Acha, dengar semua cerita Acha, dan sembuhin luka-luka Acha seperti janjinya dulu. Acha percaya Kakak!

Apa yang bisa Garuda lakukan selain menangis dan memukul dadanya? Garuda yang dahulu dikuasai iblis jahat telah kembali menjadi manusia hangat dengan hati lembut dan bertutur kata tulus. Tapi, bercak Elang masih ada menghantui kepalanya, sangat sulit menghilangkan bayang-bayang itu. Garuda bukan orang jahat, tapi dia tak sepenuhnya baik.

-
-
-

Halooo! Kangen cerita ini gakk??

Vote komen ya, jangan lupa share jugaa ^^




Pelangi Terakhir Untuk FaleeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang