09. Budaya Jawa

136 26 0
                                    

Saat anasir jagat selalu melangkah tanpa berbekal memori peristiwa lampau. Hari itu juga kebudayaan akan hilang dimakan zaman.

-o0o-

Kiasan duka bertabur luka. Diselimuti hangatnya lara. Waktu tak lelah berputar, berbeda dengan semangat Falee yang memudar.

Aksa dan Danes masih disini menemani Falee. Sedangkan Devan dan Rajen sudah pulang terlebih dahulu. Tak bosan dia menatap taburan bintang di angkasa dari jendela ruangan. Air matanya juga tak habis menetes.

Ponselnya selalu berdering, hanya satu nama yang sedari tadi menghubunginya. Erlangga Cakrawala.

"Kakak lo pasti khawatir, Fal," ujar Danes memecah keheningan.

"Dia cuman mau marah," jawab Falee.

Aksa menyiku lengan Danes, memintanya diam. Aksa cukup paham perihal keluarga adalah hal sensitif bagi Falee.

"Fal, udah jam malam. Makan yuk," bujuk Aksa kala melihat waktu telah menunjukkan pukul 8 malam.

Sudah beberapa kali perawat datang menyiapkan makanan dan suntik insulin untuk Falee. Tapi dia terlalu takut akan jarum suntik.

"Fal, bentar doang kok," ujar Aksa.

"Faleesha," panggilnya. Faleesha yang awalnya membuang muka kini menghadap Aksa.

"Sakit, Sa," jawab Falee.

"Enggak, kayak di gigit semut doang kok," bujuknya.

"Semutnya segajah," balas Falee. Aksa menghelat napas panjang. Dia menatap sendu kearah Falee.

"Jadi, gimana caranya biar kamu mau makan?" tanya Aksa.

"Tanpa suntik," jawab Falee.

"Ganti pertanyaan. Gimana caranya biar lo mau disuntik?" sahut Danes yang sudah gemas sejak tadi.

Bayangan Falee menyapu dalam memori sembilan tahun lalu. Saat keluarganya masih utuh tanpa satupun konflik mengerikan.

"Bentar doang, Sayang," ujar Alena kewalahan karena Falee terus menangis.

"Falee gak mau disuntik! KAKAK TOLONGIN FALEE!" Falee berlari sambil menjerit, menghindari perawat yang hendak menyuntikkan vaksin di lengannya.

Dia berlari kearah Garuda yang tengah memegangi lengannya setelah suntik. Falee menabrak Garuda, tanpa sengaja menyenggol lengannya yang terasa nyeri.

"Adek takut jarum, Kak!" adu Falee sambil memeluk Garuda.

Saat itu, tinggi Garuda dan Falee terbilang jauh untuk seumuran kakak beradik yang hanya berbeda 3 tahun.

Garuda berjongkok menyamakan tinggi dengan adiknya.

"Kak Aga! Adek takut!" Garuda memeluk Falee, meski lengan kirinya terasa kaku setelah suntik.

"Dengerin Kakak ya?" ujar Garuda.

"Tutup mata dulu," pinta Garuda.

"Gak mau! Nanti dokternya datang!" bantah Falee.

"Tutup mata sebentar, nanti kakak beliin coklat," bujuk Garuda. Tentunya, coklat adalah hal ampuh untuk membujuk si kecil.

Falee memejamkan mata. Dia memeluk Garuda erat.

"Diantara banyak anak yang ada di dunia ...," Alunan suara merdu terucap di bibir Garuda. Matanya mengisyaratkan pada sang tenaga medis untuk bersiap menyuntikkan vaksin.

Pelangi Terakhir Untuk FaleeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang