31. Yang telah hancur

93 20 0
                                    

Dia datang menjadi penghantar kebahagiaan. Dia hadir memperbaiki yang telah hancur. Dia tiba mengobati yang terluka. Dan dia singgah menjadi pelangi saat kelabu awan menutupi serangkaian angkasa.

-o0o-

Sudah sekitar 2 jam Falee menjadi guru private Danes. Rasanya menyenangkan mendapat tutor sebaya, Danes menjadi lebih paham mata pelajaran yang diajarkan Falee. Tidak ada tuntutan, tidak ada bentakan, tidak ada cacian, tidak ada kata kasar yang terlontar seperti saat guru-guru lain mengajari Danes. 

"Jangan langsung di kali 'kan, 20 X di pindah ke kiri dulu," ujar Falee seraya menghapus kesalahan di kertas Danes. Mendengar intruksi dari Falee, Danes memperbaiki operasi hitungnya, dan tak lama ia menunjukkan kepada Falee hasil akhirnya. 

Falee tersenyum bangga lalu menyodorkan jempolnya. Mereka berdua bertos ria karena merasa lega. 

"Capek nggak?" tanya Falee. Ia tak ingin membuat Danes kelelahan, itu hanya membuatnya semakin benci dengan matematika. 

"Capek sih enggak, tapi pengen lanjut besok aja," jawab Danes. Ia meneguk es kelapa kesukaannya lalu menutup buku matematika.

"Gue baru tahu kalo matematika segampang ini," ujar Danes merasa bangga. Nilai matematikanya selalu tak jauh dari angka 30 atau 40. Paling mentok 50 sudah sangat membanggakan. 

"Semua pelajaran itu gampang, kalo kamu suka sama pelajarannya," balas Falee. 

"Permisi Dek, ini cemilannya." seorang wanita berbalut apron hitam datang membawa sepiring cookies berwarna merah.

Melihat hal itu Danes beranjak dari duduknya, dia memeluk bahu pelayan itu dan mengusir secara halus. "Tadi Danes udah bilang jangan makanan manis, ini guru Danes gak boleh makan manis," ujar Danes seraya menggiring pelayan itu keluar.

"Loh, kamu bilangnya nggak boleh coklat, ini 'kan rasa red velvet," balas sang pelayan. 

"Danes salah ngomong. Udah mbak pergi dulu ya, Danes mau belajar," usirnya secara halus. Diambang pintu, pelayan bernama Sari itu tersenyum menggoda. "Belajar apa pacaran?" godanya. Cepat Danes menutup pintu ruang belajar. Ada-ada saja mbak Sari.

"Kakak kamu?" tanya Falee. Interaksi mereka terbilang cukup dekat untuk sekadar hubungan pelayan dan majikan. 

"Gue anak tunggal, itu mbak Sari asisten rumah tangga. Tapi udah deket kayak kakak sendiri," jawab Danes seadanya. 

Falee hanya mengangguk 'kan kepalanya. Suasana mendadak canggung, Danes hanya bermain ponsel sedang 'kan Falee diam mengamati seluruh sudut ruangan. Ada satu hal yang mengganjal di hatinya, tapi Falee ragu untuk bertanya. 

"Danes, aku bisa nanya tentang Aksa? Udah beberapa hari aku chat dia ta---"

"Apa sih yang lo harapin dari Aksa?" potong Danes tiba-tiba. Ia sedikit kesal jika membahas tentang Aksa. Bukannya Danes membenci Aksa, tapi sifat Aksa yang menghilang tanpa kabar membuat Danes kesal. 

Aksa sudah dianggap selayaknya saudara, tapi dia malah menghilang tanpa aba-aba. Apa dia pantas disebut teman? Bagi Danes, tidak. 

"Banyak harapanku buat Aksa," jawab Falee. 

"Berhenti berharap sama dia Fal. Dia udah pergi jauh," balas Danes. Ia merasa lebih tahu ketimbang Falee karena memang itu kenyataannya. 

"Sejauh apa?" pancing Falee. 

"Ke akhirat mungkin." Refleks Falee memukul pelan bahu Danes. Ingatlah kembali bahwa Danes memiliki mulut pedas yang terkadang hilang kendali.

Falee melipat kedua tangannya, kemudian menenggelamkan kepala dengan lelah. Kepingan kenangan hadir, dari mulai pertama kali Aksa menyapanya. Hingga salam perpisahan tanpa persetujuan. Marah? Tentu saja. Kecewa? Jangan ditanya. Tapi, perihal rasa tak akan membuat Aksa kembali. 

Pelangi Terakhir Untuk FaleeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang