18. Tokoh Pandawa

112 25 0
                                    

Aku tak pandai bermain kata. Yang ku bisa hanya meminta semoga tak jauh darinya.  

-o0o-

Dalam kehidupan, tokoh utama sebuah kisah tak bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya. Para tokoh hanya berjalan dibawah alur coretan aksara milik penguasa semesta. Begitu juga dengan Falee. Sedikit pun Falee tidak pernah berpikir akan jatuh cinta. Rasanya, dunia terlalu kejam padanya untuk sekadar bernapas tenang. 

Malam yang diselimuti kelabu awan. Para bintang tengah bersembunyi diatas kesunyian malam. Hanya ada gemericik rintik hujan bersahutan, menemani sang gadis berbicara kepada selembar kertas berisi penggalan-penggalan rasa.

Hai Semesta.

Aku menyadari seutas senyum ini tak lelah hadir karenanya. Sang pelangi yang baru-baru ini menjadi tokoh utama dalam kisahku. Aku tak pandai bermain kata. Yang ku bisa hanya meminta semoga tak jauh darinya.  

Drttt ... drttt ....

Ponsel Falee bergetar. Dia mencari dimana sumber suara berasal. Kamarnya sangat berantakan. Malam ini dia baru saja menyelesaikan pesanan tugas makalah seseorang dan dilanjut belajar. Oleh karena itu kamarnya sangat berantakan. Tumpukan buku dimana-mana, lembaran kertas juga berserakan mengotori kamar. 

Akhirnya, Falee berhasil menemukan ponselnya dibawah buku sejarah Indonesia. Dia mendekatkan benda pipih itu ke daun telinganya. 

"Halo, Sa?"

"Kamu udah makan?"

"Belum, ini barusan selesai belajar,"

"Ini udah malam Falee, jangan telat makan,"

"Baru jam 7 malam kok, masih banyak waktu buat makan,"

"Ke rumahku yuk! Budhe aku datang, dia masak banyak,"

"Sekarang?"

"Iya,"

"Rumah kamu dimana? Nanti aku berangkat pake bus aja. Tapi jadwal bus-nya jam setengah 8,"

"Jangan! Diluar hujan. Nanti Epan sama Ajen jemput kamu kok. Mereka sekarang lagi OTW,"

"Gak ngerepotin?"

"Enggak kok. Santai aja sama mereka,"

"Aku siap-siap dulu ya,"

"Oke."

Wajah Falee bersemu merah selepas mendengar suara Aksa. Lantunan candu yang membahagiakan hari-harinya. Sebelum bersiap Falee membuka kembali buku hariannya. Dia tersenyum seraya menggores kertas dengan sepenggal kalimat indah. 

Semua yang ada di semesta telah menggambarkan kisah ini. Seperti kedatangan pelangi selepas badai melintas bumi. Seperti mentari yang selalu kembali meski pernah terganti. Seperti jingga yang tak selalu hadir menyapa Bentala. Nayanika menatap bahagia pada sang Bumantara. Meskipun cahaya rembulan dikuasai kelabu awan, angkasa tak pernah menghancurkan keindahan yang seharusnya ada. 

"PUNTEN! INI RUMAH FALEESHA BUKAN?!" Suara tengil Rajen terdengan nyaring sampai ke telinga Falee. segeralah dia menutup bukunya, lalu turun kebawah membuka kan pintu. 

Kala pintu terbuka, dua wajah pria tampan sudah tersenyum menantinya. "Yok berangkat!" ajak Devan. 

"Kalian masuk dulu, aku mau ganti baju sebentar," ujar Falee. Gadis itu berlari menaiki anak tangga keatas. Dia berganti baju, bukan baju mewah, namun yang sekiranya sopan. Tangannya bergerak gusar mengepang rambut serapih mungkin. 

Pelangi Terakhir Untuk FaleeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang