Semesta menyimpan banyak rahasia untuk para makhluknya. Tak ada yang bisa menebak sepenggal kejutan mengenai jalan takdir. Karena para manusia diciptakan untuk menjalani yang sudah ditetapkan, tanpa tahu seperti apa kerangka hidupnya dibuat
-o0o-
Tak ada yang menarik di SMA Saturnus, kecuali Faleesha. Sebut saja Aksa budak cinta yang sedang mabuk kasmaran. Padahal dia sudah bukan siswa SMA Saturnus, tapi dengan bangga mengantarkan Falee sampai di kelas.
Pakaian yang dikenakan sangat menarik perhatian. Aksa cukup mencolok menggunakan kemeja putih dan celana hitam diantara para murid berpakaian putih abu-abu.
"Insulin kamu masih ada kan? Nanti jangan lupa makan ya!" ujar Aksa semangat. Ia tak memperdulikan pasang mata menatap intens kearahnya.
"Kayaknya aku makan di rumah aja deh. Kalo disini ribet, harus suntik dulu," jawab Falee.
"Kamu itu cantik. Lebih cantik lagi kalo makannya banyak," rayu Aksa. Terdengar klise namun cukup membuat Falee menghentikan langkah. Mendengar kalimat itu rasanya sakit seperti mengenang hal yang seharusnya dilupakan.
"Rasanya dejavu," lirih Falee. Membayangkan seutas memori dengan harapan akan berputar kembali cukup menyakitkan.
"Dulu, Ayah sama Bunda selalu bilang kalimat itu ke aku," balas Falee.
"Kamu tahu kenapa aku bilang kalimat itu?" tanya Aksa.
Ada banyak kisah indah dalam setiap detik yang berlalu. Falee hanya menatap Aksa tapi jiwanya berkelana dalam kenangan.
"Karena seseorang bilang ke aku, kalo mantra itu bisa bikin kamu nafsu makan." Kalimat itu menyakitkan jika disandingkan dengan kenyataan dunia Falee. Orang seperti apa Aksa, hingga bisa berbicara pada mereka yang telah menyatu dengan tanah?
"Kamu tahu Falee. Semesta menyimpan banyak rahasia untuk para makhluknya. Tak ada yang bisa menebak sepenggal kejutan mengenai jalan takdir. Karena para manusia diciptakan untuk menjalani yang sudah ditetapkan, tanpa tahu seperti apa kerangka hidupnya dibuat."
-o0o-
Pita pertama telah selesai Falee ikat pada tongkat pemberian Aksa. Sore ini Aksa memberi tahunya sebuah aktivitas menyenangkan. Yaitu mengikat sebuah pita berwarna hitam dan putih pada tongkat kayu milik Aksa.
Kata Aksa, setiap hari Falee harus memberi tahu suasana hatinya melalui tongkat kayu ini. Bila harinya indah melebihi pelangi, maka Falee akan mengikat pita berwarna putih pada tuan tongkat. Namun, apabila harinya suram segelap malam tanpa bintang, maka Falee harus mengganti dengan pita hitam pada tuan tongkat.
Berbicara tentang tuan tongkat, nama itu diberikan Aksa saat dia kecil. Kala itu Aksa berumur 7 tahun dan melakukan kesalahan karena memanggil Ayu tanpa embel-embel Mbak. Hingga Simbah memberinya hukuman berupa memanggil seluruh benda dengan sopan. Contohnya tongkat kayu ini, dia memanggil dengan nama Tuan tongkat.
Peraturan itu sedikit aneh, namun bisa mengubah Aksa menjadi sosok yang sangat sopan.
Dulu, simbah berkata. "Sopan santun itu di peruntukkan bagi seluruh manusia penghuni semesta raya tanpa memilah siapa namanya, apa kedudukannya, seberapa kekayaannya." Begitulah cara didik hingga Aksa tumbuh menjadi si pria yang selalu bersikap sopan dalam setiap kata yang dilontarkan.
Falee memandang kearah tongkat kayu. Setiap suasana hatinya berubah, dia akan mengganti pita itu. Falee harap pita putih akan selalu mengikat tongkat tanpa memberi kesempatan posisinya direbut pita hitam.
"Permisi Faleesha. Mbak boleh masuk?" tanya Ayu diambang pintu.
Dengan cepat Falee membuka pintu kamar. Sejak dia pulang dari rumah sakit, Falee tinggal di rumah Aksa. Tentu saja rumah itu tak hanya dihuni Falee dan Aksa, melainkan beberapa asisten rumah tangga dan mbak Ayu yang pulang setiap satu minggu sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Terakhir Untuk Faleesha
Fiksi Remaja"Terima kasih telah menjadi manusia baik, meski dunia tak sebaik yang diharapkan." Kecelakaan di bulan Februari menjadi awal mula kehancuran hidup Faleesha. Peristiwa itu merebut kebahagiaan sekaligus jiwa Kakaknya yang paling berharga. Gadis manis...