Janji akan tetap menjadi janji. Yang mengikat manusia sampai akhir hayat.
-o0o-
"Kakak kemana?" tanya Falee dilanda keresahan.
"Aksa!" Falee menghadap Aksa, yang sama terkejut. Bukan ini yang Falee inginkan. Mengapa semua kejadian bertolak belakang dengan harapannya?
"Kita cari ya?" balas Aksa yang juga panik. Otaknya buntu, dadanya terasa sesak.
"Cari kemana Aksa?" Falee nyaris berteriak. Wajahnya menanti jawaban Aksa penuh harapan.
Aksa bungkam. Tak ada kata yang bisa menjawab lontaran Falee. Sejenak pria itu lupa cara bicara.
"Kakak kenapa pergi, Sa?" racau Falee. Sama halnya seperti tadi, Aksa masih diam.
"Aksa kenapa diam?!" bentak Falee kehilangan kendali. Emosinya tidak stabil.
"Acha sabar dulu ya, nanti kita cari Kakak," tutur Alena. Bukannya malah tenang, tangis Falee bertambah kencang membuat semua orang panik.
"Kakak pergi Bunda! Kakak tinggalin Acha!" adu Falee dalan derai air mata. Gadis manis itu seketika berubah menjadi gadis gila yang kehilangan akal. Sesaat otaknya buntu, hatinya kaku.
"Kenapa kakak pergi?!
"Katamu jangan menyalahkan dunia, sekarang aku harus menyalahkan siapa?"
"Kakak benci Acha ya?"
"Hidup kakak menderita karena Acha?"
"TOLONG BALIKIN KAKAK!" Tak perlu mengulur waktu Aksa menarik tubuh rapuh Faleesha. Aksa tak memiliki ide untuk memperbaiki keadaan.
Hal paling berharga dalam hidupnya telah pergi. Falee tak bisa menerima hal itu. Setelah ratusan kali dijatuhkan, dia selalu bangkit. Namun jika itu menyangkut kepergian, semesta seakan memintanya menyerah.
Falee paling takut dengan kepergian, terlebih lagi tentang kakaknya. Falee tak ingin ditinggal untuk yang kesekian kali. Falee lelah ... sungguh.
"Aksa ...," panggil Falee penuh harapan. Dalam dekapan hangat Aksa, dia menangis pilu. Tak memperdulikan baju Aksa basah karena tetes kesedihan. Tak ada benteng pertahanan air mata saat dunia menghancurkannya.
Falee tenggelam dalam palung terdalam di muka bumi. Dimana akalnya menghilang, hanya ada pandangan kegelapan, tak mendengar bala bantuan.
"Seperti dulu Fal, jika semesta mengambil bahagia mu, maka kamu harus merebutnya kembali. Apapun caranya." Aksa mengusap pelan puncak kepala Falee. Berat sekali mengatakan kalimat itu.
"Acha, kakak pasti pulang kok. Sama kayak bunda yang pernah pergi jauh," tutur Alena. Sungguh Falee lupa bahwa sampingnya adalah Alena. Seorang ibu yang pernah menjadi tempatnya menangis.
Falee melepas pelukannya dengan Aksa, berganti memeluk Alena. Rasanya masih sama, sangat hangat dan nyaman.
"Bunda! Kakak dimana?" tanya Falee. Jangan bicara tentang sekuat apa Alena, sedari awal dia juga menangis. Ibu mana yang tidak tersiksa saat jauh dari permatanya?
"Acha, Kakak cuman pergi sebentar. Sama kayak Bunda yang sekarang udah pulang. Jangan terlalu takut, Sayang," tutur Alena. Suara itu menenangkan. Ibu selalu menyimpan sihir untuk menenangkan anaknya.
"Kakak pergi cuman sebentar kok." Banyak keraguan dalam kalimat itu. Tapi Alena selalu percaya perihal ikatan darah. Batin yang tertaut akan mengantarkan pertemuan, meski tak tahu kapan waktu itu tiba.
-o0o-
Elang pernah bicara pada seribu bintang, katanya dia lelah memikirkan sisa memori lampau yang hilang. Rasanya sulit dan hampa, seperti terlahir kembali menjadi bayi tanpa dosa. Tapi dalam benak terdalam, banyak kenangan pelangi yang kini tersisa seputih kanvas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Terakhir Untuk Faleesha
Teen Fiction"Terima kasih telah menjadi manusia baik, meski dunia tak sebaik yang diharapkan." Kecelakaan di bulan Februari menjadi awal mula kehancuran hidup Faleesha. Peristiwa itu merebut kebahagiaan sekaligus jiwa Kakaknya yang paling berharga. Gadis manis...