Semesta sangat baik memberinya kesempatan mengenal Falee, namun semesta terlalu kejam karena mempertemukan mereka dalam gelapnya kesedihan yang berujung perpisahan.
-o0o-
Suasana negeri ginseng masih diselimuti kristal putih bersuhu dingin. Waktu menunjukkan pukul 8 malam, Elang masih diam di ruangan bernuansa putih dengan dokter hadapannya serta Jio disampingnya. Atmosfer ruangan ini cukup mencekam karena emosi Elang tidak stabil. Sesekali dia marah, sesekali dia menangis, sesekali dia diam.
Sampai saat ini Elang diam. Dokter kesehatan mental dari Indonesia ini dihadirkan khusus dari pemerintah Korea untuk WNI yang bekerja dan tinggal di Korea. Sudah 20 menit lamanya tiga manusia itu saling bungkam, menunggu Elang membuka suara.
"Dia sakit," ujar Elang dengan tatapan kosong.
"Dia disiksa,"
"Saya jahat,"
"Dia benci saya." Kini dokter tahu remaja hadapannya sedang depresi karena dirundung penyesalan.
Hal yang ingin Elang lakukan adalah kembali ke masa lalu dan membenturkan kepalanya lebih keras di dinding. Luka di kepalanya tak seberapa sakit dibanding luka Faleesha. Mulut kotornya berkali-kali membuat adik kesayangannya sakit hati, tangan jahatnya telah memberikan bekas luka untuk Faleesha, dan pikiran terlalu bodoh hingga mempercayai ucapan berbisa manusia iblis yang mengaku ibunya.
Elang kembali bungkam. Dia tak tahu lagi harus bereaksi seperti apa. Bahkan dia yakin dokter pun tak bisa menyembuhkannya. Rasa sakitnya adalah buah atas semua perbuatannya.
Lama sejak dokter ikut diam, akhirnya dia bersuara. Dengan senyum secerah matahari, yang diharapkan memberikan kekuatan baru untuk pasiennya. Tak banyak hal yang sang dokter lakukan, dia hanya mengetik beberapa kata saat Elang bicara, dan sesekali bertanya tentang perasaan Elang.
"Tidur kamu nyenyak?" tanya dokter dengan name-tag Risa. Elang menggeleng pelan.
"Kamu mengalami mimpi buruk?" Elang mengangguk pelan. Mimpi buruknya tak pernah absen menjadi teman tidurnya.
"Kalau boleh tahu, sejak kapan kamu terus bermimpi buruk?" tanyanya lagi.
"Sejak 3 bulan terakhir," jawab Elang tanpa ekspresi.
"Seburuk apa mimpinya?" lagi-lagi dokter bertanya.
"3 bulan lalu mimpi itu masih terasa biasa, sampai 2 minggu terakhir ini saya mengingat semuanya. Saya melakukan kesalahan hi--" Napasnya tercekat tak bisa melanjutkan ungkapan. Terasa sangat berat untuk bercerita tentang hidupnya. Elang menyadari bahwa dia adalah sosok monster jahat dan bodoh.
"Apa mimpi itu tentang orang-orang yang kamu benci?" tanyanya lagi. Kini Elang terdiam cukup lama.
"Dari mereka yang pernah saya hancurkan dunianya." Air mukanya yang tadi terlihat datar kini berubah sendu. Pikirannya melayang mengingat dosa-dosa waktu lalu. Dadanya terasa sesak nyaris tak bisa bernapas.
Elang ingin memperbaiki yang telah hancur, namun dirinya sendiri sudah hancur. Hanya ada jalan buntu saat dia coba memberontak.
"Sudah dulu kontrol hari ini. Lusa tolong datang lagi, ya." Melihat Elang yang semakin tertekan, dokter menyudahi kontrol hari ini.
Setelah mendapat resep obat Elang dan Jio meninggalkan ruang pemeriksaan. Jio membantu Elang melakukan pembayaran dan meninggalkan temannya di tempat duduk dekat administrasi. Tak banyak obat yang ditebus, sementara ini dokter ahli psikolog hanya memberi Elang 3 resep obat.
Setelah melakukan pembayaran, Jio menyodorkan Elang minuman jahe untuk menenangkan pikiran. Jio mengikuti arah pandang Elang. Dia sedang fokus menatap dua bocah berbeda jenis kelamin yang sedang berlarian di koridor rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Terakhir Untuk Faleesha
Teen Fiction"Terima kasih telah menjadi manusia baik, meski dunia tak sebaik yang diharapkan." Kecelakaan di bulan Februari menjadi awal mula kehancuran hidup Faleesha. Peristiwa itu merebut kebahagiaan sekaligus jiwa Kakaknya yang paling berharga. Gadis manis...