Dirumah kamu hidup selayaknya Raja. Di sekolah kamu harus belajar menjadi prajurit sekuat baja.
-o0o-
Seperti biasa, suasana meja makan sangat hening. Hanya ada ketukan piring bertemu sendok, selain itu tak ada yang bersuara. Hingga sang kepala keluarga membuka topik pembicaraan.
"Bagaimana sekolah kamu, Sa?" tanya Kevin.
"Papa tau nggak kalo sekolahku berbasis kasta?" tanya Aksa.
"Papa sudah tau sejak awal. Memang kenapa?" Kevin kembali bertanya.
"Banyak pembullyan, Pa," jawab Aksa.
Kevin menghentikan aktivitasnya. Dia menatap serius ke arah Aksa. Ayu pun sama, dia menyudahi makan karena ingin mendengar topik ini.
"Kamu di bully Dek?" tanya Ayu.
"Enggak, Mbak. Tapi temenku ada yang di bully," jawab Aksa.
"Selama kamu nggak dibully, jangan terlalu dipikirkan, Nak," balas Kevin.
"Tapi, temanku yang di bully Pa," imbuh Aksa. Dia memang raut kesal karena tidak setuju dengan jawaban Kevin.
"Salahkan dia yang memilih sekolah di SMA Saturnus," balas Kevin.
"Pa!" Aksa mendengus kesal tak setuju.
"Bener kata Simbah! Dunia emang udah rusak. Percuma Tuhan kasih mata kalo manusia pura-pura buta!" Aksa membanting sendoknya ke piring hingga berdenting keras.
Ayu datang menghampiri adiknya. Dia duduk di samping Aksa hendak berbicara.
"Kamu tau Sa? Mbak yang minta Papa untuk menyekolahkan kamu di SMA Saturnus. Mbak tau dulu kamu di bully karena kamu bisa dibilang lebih kaya dari temanmu lainnya. Makannya, mbak mau kamu sekolah di SMA Saturnus karena sekolah ini selalu memperdulikan kekayaan. Semua orang punya ekonomi yang sama kayak kamu. Gak ada yang bakal iri sama kamu, jadi kamu bakal bebas dari pembullyan. Sekarang kamu paham?" tutur Ayu.
"Mbak sama Papa tau kalo dulu aku dibully?" tanya Aksa.
"Papa tau semua tentang anak Papa," jawab Kevin.
"Kenapa dulu Papa nggak bantu aku bangkit? Kenapa Papa pura-pura buta?" tuntut Aksa.
"Dirumah kamu hidup selayaknya Raja. Di sekolah kamu harus belajar menjadi prajurit sekuat baja," jawab Kevin.
Aksa menunduk kaku. "Aksa bukan prajurit yang punya mental sekuat baja, Pa!" balas Aksa.
Ayu mengusap surai hitam Aksa. Bagi Ayu, seberapa besar Aksa tetap saja di mata Ayu masih menjadi adik kecilnya.
"Kamu prajurit hebat, Sa. Di SMP kamu udah berani bantu korban bully," ujar Ayu.
"Sugeng dalu sedaya," (selamat malam semuanya) ucapan itu membuat fokus mereka beralih pada pasangan suami istri dan satu anak di samping ibunya.
"MAS AKSA!" ujar Sinta yang kemudian berlari mendekat kearah Aksa.
Aksa pun berdiri dari kursi makan, lalu menyamakan tingginya dengan tinggi Sinta.
"Sugeng dalu Mas Aksa!" ujar Sinta bersemangat. Dia memeluk Aksa melepas rasa rindu setelah satu tahun tidak bertemu.
"Sugeng dalu Sinta," jawab Aksa seraya mengusap puncak kepala Sinta.
Kevin dan Ayu ikut berdiri menyapa saudaranya.
"Ibu Bapak!" panggil Ayu kemudian memeluk budhe yang dipanggil Ibu.
"Ayu sampun ageng nggih," (Ayu sudah besar ya) ujar Agung.
"Lah inggih Bu. Mosok mbak Ayu mboten ageng-ageng," sahut Sinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Terakhir Untuk Faleesha
Teen Fiction"Terima kasih telah menjadi manusia baik, meski dunia tak sebaik yang diharapkan." Kecelakaan di bulan Februari menjadi awal mula kehancuran hidup Faleesha. Peristiwa itu merebut kebahagiaan sekaligus jiwa Kakaknya yang paling berharga. Gadis manis...