20. Kondisi Elang

103 26 0
                                    

Jangan pernah kasih dia harapan kalo cuman datang untuk pergi.

-o0o-

Duk ... duk ... duk ....

Suara benturan itu melintas di telinga Aksa. Dia merenggangkan pelukannya karena cukup terganggu dengan suara itu. Sebelumnya, Aksa menyeka sisa air mata yang menggenang di pipi Falee.

"Jangan nangis depan Elang," peringat Aksa seraya mengusap pipi Falee. Gadis itu mengangguk dan mengatur napasnya. Disaat dia merasa cukup tenang, Aksa meraih telapak tangan Falee untuk digandeng.

Mereka pun masuk kedalam ruang rawat Elang. Ruangan bernuansa putih yang sangat sunyi, hanya ada sahutan jam dinding dan monitor alat medis disana.

Anehnya, tidak ada tanda-tanda kehadiran Elang disini. "Kakak!" panggil Falee yang sudah gelisah. Falee takut Mira membawa Elang detik ini juga.

"KAKAK!" teriak Falee penuh rasa takut. Air matanya mulai luruh seiring hatinya teriris kegelisahan. Dia berlari kesana kemari mencari keberadaan Elang.

Aksa menarik Falee untuk berhenti. Dia menyadari suara aneh yang berasal dari kamar mandi. Perasaan Aksa mengatakan bahwa itu sesuatu yang buruk.

Dia menarik bahu Falee supaya menghadap kearahnya. Tangannya menggenggam erat memberikan kekuatan.

"Apapun yang terjadi, semua bakal baik-baik aja, okei?" minta Aksa. Falee tidak bisa berjanji, tapi tak ada yang bisa dia lakukan selain mengangguk setuju.

Perlahan Aksa dan Falee mendekat ke kamar mandi. Ternyata disana sudah ada Elang yang berusaha membenturkan dahinya ke dinding hingga mengeluarkan darah segar.

"KAKAK!" teriak Falee frustrasi. Dia berlari menarik paksa kakaknya kebelakang. Tubuh mereka sama-sama ambruk ke lantai.

Tak peduli seberapa besar rasa benci Elang padanya. Dia menarik paksa kepala Elang masuk kedalam dekapannya. Elang yang awalnya berontak kini turut menangis dibawah pelukan Falee. Psikisnya terguncang akibat amnesia.

"MAMA MANA FAL?!" teriak Elang tak tertahan. Dia merindukan dekapan hangat sosok ibu.

"MAMA KEMANA FAL!" bentak Elang. Dia tak bisa mengontrol emosinya sendiri.

"Kenapa mama lebih pentingin perusahaan ketimbang anaknya yang di rumah sakit?! KENAPA MAMA JAHAT!" Selayaknya bocah yang mencari ibunya. Elang sangat merindukan Namira, padahal mereka baru saja bertemu beberapa menit yang lalu.

"Elang pengen dipeluk Mama ...," suara Elang kini melemah. Tangis mereka saling bersahutan. Elang lupa pelukan Alena, Elang lupa kasih sayang Alena, Elang lupa senyuman Alena. Elang melupakan segalanya, termasuk jati diri dan ibu yang sangat dia cintai. Rasanya sakit, seperti terlahir kembali dalam kisah tragis.

"Nanti Falee telpon tante Namira ya Kak," hibur Falee. Raganya berusaha tegar walau hatinya hancur.

"Tolong kasih tau. Siapa Erlangga Cakrawala sebenarnya? Kenapa rasanya sulit untuk hidup menjadi Elang?" parau Elang. Pria itu berusaha mendongakkan kepala untuk menatap mata indah Falee.

Adiknya sedikit menunduk, kemudian mengusap darah yang mengalir dari hidung Elang. Falee tersenyum manis diantara derai air mata yang menetes.

"Kakak itu anak dari Roseanne Amira dan Abrizal Toni. Kakak lahir di Jakarta tanggal 19 Februari 2001. Sedangkan aku, anak dari istri kedua Abrizal Toni dan Safira Alena," jawab Faleesha. Hatinya berteriak lantunan maaf namun sebuah dinding besar telah membentenginya untuk berbicara kenyataan.

"Apa sebenarnya Elang emang gak punya Ibu?" gumam Elang melemah. Pikirannya sangat kacau tak bisa dikendalikan. Di samping pintu kamar mandi, Aksa tak bisa menahan rasa sesak di hatinya. Dia mengepalkan tangannya, serta mati-matian menahan tangis.

Pelangi Terakhir Untuk FaleeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang