15. Tragedi Sesungguhnya

117 25 1
                                    

Mengubah keadaan memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, apa yang tidak mungkin di dunia ini?

-o0o-

Nasi kotak kini telah habis dimakan Falee. Gadis itu menangis sambil menerima suapan Aksa. Meskipun tidak nyaman, tapi dia tidak bisa menolak kebaikan Aksa.

Aksa membuang kotak itu, lalu kembali duduk di samping Falee. Dia menatap wajah Falee yang memerah. 

"Aku pengen nyerah, Sa. Tapi tugasku belum selesai,"

Aksa mengusap bahu Falee yang tak henti bergetar.

"Kecelakaan itu ... kenapa semua orang salahin Bunda?!" adu Falee kesal.

"Dan kakak ...," Falee menghentikan ucapannya. Rintihan air mata yang nyaris berhenti kini kembali datang. Tak peduli banyaknya orang berlalu lalang disini, dia mengencangkan tangisnya.

"Fal?" panggil Aksa. Tangannya menarik tubuh Falee mendekat. Dia mengusap lembut, sesekali menepuk pelan supaya sang gadis bisa tenang.

"Kenapa ada manusia sejahat itu, Sa ...,"

"Kenapa bikin kak Aga benci Bunda?"

"Kenapa tante Mira ambil jiwa Kakak?"

"KENAPA TANTE MIRA JAHAT SA!"

Teriaknya tak tahan lagi. Sedangkan Aksa hanya bisa menjadi pendengar.

"Kecelakaan itu ...." Falee memejamkan matanya. Jiwanya coba mengarungi masa lampau.

"Ayah dulu waktu masih muda, incaran para gadis. Beruntungnya Bunda kamu yang dapat," ujar Toni seraya terkekeh kecil.

"Bunda dulu juga incaran sejuta umat loh. Ayah kamu tuh yang beruntung dapat bunda!" balas sang Alena.

"Kak Aga juga katanya di taksir banyak cewek," timpal Falee.

"Bocah diem!" sahut Aga.

"Gimana Cha? Ceritain ke bunda dong Cha," goda bunda.

"Diem Cha! Jangan bikin kakak malu!" Aga merangkul bahu Falee sebagai ancaman.

"Kata kakak, kemarin Kakak ditembak anak kelas sebelah di---" Sebelum Falee melanjutkan ucapannya, Aga membekap mulutnya terlebih dahulu.

"Adeknya mau cerita kok gak boleh," balas Toni.

"Acha mah ngada-ngada, Yah. Ceritanya gak gitu kok," protes Aga.

Sang Bunda dan ayah terkekeh pelan mendengar interaksi kedua anaknya.

"Anak ayah udah besar ya?" ujar Toni tiba-tiba.

"Udah dong, Yah. Aga makin besar makin dewasa. Makin sayang sama bunda, sama ayah, sama Acha," balas Alena.

"Dulu sebelum Acha lahir, Aga itu manja, keras kepala, suka marah. Tapi, waktu adek kecilnya lahir dia berubah," ujar Alena. Otaknya berputar di masa lampau.

"Waktu Acha lahir, sifat 'kakak' Aga keluar. Aga sayang banget sama Acha. Sampai-sampai nggak ada yang boleh sentuh Acha kecuali keluarga,"

"Iya. Papa dulu juga harus rebutan sama Aga kalo mau main sama Acha," adu Toni.

"Sekarang Aga udah dewasa. Ayah sama Bunda bolehin Aga pacaran kok. Tapi harus sama orang yang tepat!" ujar Toni.

"Kok tiba-tiba sih?" balas Aga.

"Kan kamu sudah remaja, Nak," jawab Toni.

"Kakak jangan pacaran dulu boleh nggak?" tanya Falee hingga membuat Toni terkekeh pelan.

Pelangi Terakhir Untuk FaleeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang