23. Kepergian Pelangi

121 25 1
                                    

Pelangi hanya singgah sesat, memberikan potongan kenangan abadi, yang diakhiri oleh harapan tidak pasti.

-o0o-

"Bagaimana perkembangan Erlangga, Pak? Apa dia mulai terbiasa dengan Voli?" tanya Mira pada pria yang menjabat sebagai kepala sekolah SMA Saturnus.

"Dia belum terlalu mahir, tapi saya akan carikan pelatih terbaik supaya Erlangga bisa menjadi atlet Voli," jawab Jaya.

"Pastikan anak tampan saya itu tetap mengenal dirinya sebagai Erlangga sampai saya ajak dia pergi dari sini," titah Mira. Dia memberikan beberapa uang kepada Jaya sebagai tanda kerja sama dan terima kasih.

"Kapan kamu membawa Erlangga pergi?" tanya Jaya seraya tersenyum simpul, sambil menghitung kertas merah bernominal dengan teliti.

"Setelah semua berkas selesai saya segera mengasingkan Erlangga dari sini," jawab Mira penuh ambisi. Setelah mengatakan hal itu dia beranjak dari kursi tamu, kemudian duduk di kursi roda. Jujur saja, dia lelah dengan sandiwaranya selama ini. Tapi demi kebutuhan duniawi, dia sanggup melakukan segalanya.

Mira mengambil ponselnya untuk menelpon Elang.

"Halo, anaknya Mama,"

"Ada apa, Ma?"

"Kamu masih di sekolah?"

"Iya, Ma. Aku ada latihan voli,"

"Mama juga di sekolah kamu nih, habis bayar SPP. Boleh jemput Mama di ruang kepala sekolah nggak? Mama pengen ketemu kamu, asisten Mama yang biasanya dorong kursi roda juga gak ada,"

"Boleh, Ma. Aku ke sana sekarang ya,"

"Makasih, Sayang,"

-o0o-

Suara embusan AC mendominasi keadaan hening sekarang ini. Keadaan di dalam mobil Aksa kini terasa canggung. Falee yang terus diam merasa tidak enak, sedangkan Aksa yang dilanda keresahan. Begitulah cara dua insan meredam emosinya.

"Kok gak belok kanan, Sa?" tanya Falee karena Aksa tak mengantar Falee pulang kerumahnya.

"Ke rumahku dulu ya, hari ini Ibu sama Bapak mau pulang," ajak Aksa.

"Kayaknya aku nggak bisa deh. Dari beberapa hari lalu aku belum beres-beres rumah, jadi kotor banget," balas Falee. Sebenarnya Falee sangat ingin mengunjungi wanita yang dipanggil Aksa "Ibu". Tapi, rumahnya benar-benar seperti kapal pecah.

Ia takut Elang tidak suka dengan keadaan seperti itu, lalu memilih tidak akan menginjakkan kaki di rumah Falee lagi. Lagi-lagi sebuah pilihan hadir karena Elang. Sungguh pria merepotkan, tapi Falee tidak bisa berhenti mencintai dia. Falee cukup pantas dijuluki gadis bodoh.

-o0o-

"Ibu! Aksa pulang!" teriak Aksa. Sengaja ia tak menggunakan bahasa Jawa untuk menghargai Falee disini.

"Loalah, Mas bawa pulang anak cantik," balas Lina kala mengetahui kehadiran mereka. Seperti biasa, mereka bergantian mencium tangan Lina dengan sopan.

"Aksa ganti baju dulu, Buk," pamitnya yang berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Lina mengajak Falee masuk. Wanita beranak dua itu sangat menyukai kehadiran Falee. Apapun keadaannya, Lina selalu mendapat energi positif saat berada di samping Falee. Gadis yang hidup dikarunia senyum rupawan itu memang tak pantas hidup di dalam kisah tragis.

"Sinta! Mas udah datang, kembaliin ukulelenya Mas ya!" teriak Lina pada Sinta yang berada di kamar.

"Iya, Bu!" balas Sinta setengah berteriak. Tadi pagi bocah itu meminjam ukulele Aksa untuk dibuat mainan.

Pelangi Terakhir Untuk FaleeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang