33. Rahasia

111 26 2
                                    

Pada akhirnya tidak ada jalan untuk kesembuhan, hanya ada setitik harapan untuk bertahan.

-o0o- 

Suasana sangat hening dan menegangkan. Di depan ruang tunggu, Aksa dan yang lain duduk dikursi dengan perasaan resah. Mereka tengah menunggu hasil rontgen dari sang dokter. Sudah 30 menit lamanya para dokter berdiskusi mengenai tubuh Falee. Aksa hanya berharap tidak ada hal buruk terjadi. 

"Keluarga nona Faleesha?" panggil seorang suster yang baru saja keluar dari ruangan. 

"Saya kakaknya," sahut Aksa. Terkadang kebohongan diperlukan untuk mencapai hal baik. 

Mendengar jawaban Aksa, sang suster mengajak Aksa masuk kedalam ruang konsultasi bersama dokter. Sebuah ruangan dingin bercat putih dengan banyak ornamen kesehatan, seperti patung organ tubuh manusia. 

Aksa duduk di hadapan dokter spesialis jantung. Kini detak jantungnya berpacu cepat karena panik.

"Hasil rontgen mengatakan bahwa nona Faleesha mengalami gagal jantung. Terlihat disini bagian jantungnya terlihat berbeda dengan jantung manusia normal. Kami yakini terjadi benturan hebat sehingga jantungnya mengalami kerusakan," ujar sang dokter bername-tag Angga, Sp.Jp. 

Aksa melihat perbandingan hasil rontgen jantung Faleesha dengan jantung orang normal lainnya. Setelah ia teliti, memang ada perbedaan. Terdapat perbedaan besar bercak putih pada kedua gambar tersebut. 

"Dicatatan medisnya, nona Faleesha menderita diabetes tipe satu. Apakah benar?" tanya dokter.

"Benar, Dok," jawab Aksa. Raut wajahnya terlihat sedih dan tergambar pasraha.

"Pada dasarnya penyakit diabetes memang berbahaya, namun akan lebih berbahaya jika dibarengi dengan penyakit jantung. Kedua penyakit ini bisa menurunkan fungsi organ lainnya, contohnya paru-paru," tutur dokter Angga. Ia meneliti sedetail mungkin catatan medis Falee. 

"Apa ada kemungkinan untuk sembuh?" tanya Aksa. Ia tahu jawabannya, tapi Aksa memiliki harapan besar pada dokter untuk mengatakan bahwa ini tak seburuk yang Aksa pikirkan. 

"Kedua penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Pasien hanya perlu bertahan dan membiasakan diri untuk hidup dengan penyakit." Pernyataan barusa  tak seperti harapan Aksa. Pada akhirnya tidak ada jalan untuk kesembuhan, hanya ada setitik harapan untuk bertahan. 

-o0o-

Sudah 3 jam Falee tertidur dibawah pengaruh obat-obatan. Kala matanya terbuka, Aksa terlihat selayaknya mimpi indah untuk Falee. Tangan lemahnya membalas erat genggaman Aksa. Lagi-lagi Falee ketakutan. Ia takut wajah itu hanya sebuah mimpi belaka. 

"Ada yang sakit?" tanya Aksa. Tutur katanya sangat lembut dan menenangkan. Tangan kirinya tak tinggal diam, ia mengusap anak rambut yang menghalangi dahi Falee.

"Aksa," panggil Falee. Sayup-sayup matanya mulai tertutup kembali, obatnya cukup mempengaruhi kesadarannya. 

"Udah bangun?" tanya Devan dari sofa belakang. 

"Sempet bangun, tapi tidur lagi," jawab Aksa. Diruangan ini hanya tersisa Falee, Aksa, dan Devan. Rajen sudah pulang untuk menemani Bundanya di rumah sendirian, sedangkan Danes diminta pulang oleh Papanya.

Bibir Aksa tersungging senyuman. Tatapan pancaran rindu hanya peruntukkan Faleesha. Aksa merasa bodoh karena pernah berniat meninggalkan Falee. Dimana lagi Aksa bisa mengenal gadis seperti Faleesha? Tidak akan pernah kecuali dia memang Faleesha.

Devan beranjak dari duduknya menjadi berada di dekat Aksa. Matanya mengabsen setiap ukiran wajah Falee. Kala tertidur, wajahnya terlihat sangat damai dan tenang. 

"Dia keliatan capek banget ya?" ujar Devan. Baik Aksa maupun Devan tak bisa berhenti menatap si gadis lemah itu.

"Kadang gue bingung, Sa. Kenapa harus dia yang dikasih ujian kayak gini, logika gue gak nyampek buat tahu alasannya," cerca Devan. Terkadang otaknya dipaksa bekerja untuk menjelaskan mengapa harus Falee yang mendapat bencana mengerikan ini. 

"Sampai kapanpun logika nggak akan bisa menjawab alasan takdir manusia," jawab Aksa. Hal itu membuat Devan mengembuskan napas panjang. Jika diizinkan, Devan ingin sekali mengubah takdir malang para manusia berhati baik, tapi posisi Devan sama seperti manusia lainnya. Dia bukan pencipta, melainkan ciptaan sang maha kuasa. 

Seperti kata Aksa. Tidak ada jawaban alasan takdir manusia. Kita tak pernah tahu alasan manusia dilahirkan. Kita juga tak bisa menerka bagaimana alur kehidupan manusia. 

"Tapi ini terlalu kejam nggak sih?" gumam Devan.

Aksa mengangkat alisnya seraya tersenyum tipis. Ya, ini terlalu kejam. "Kejam gimana maksudnya?" Aksa hanya menjawab asal. Ia tak ingin mengakui takdir terlalu kejam, hal itu hanya membuatnya menyerah untuk mencari peluang kebahagiaan. 

"Kakaknya amnesia, didiagnosa diabetes masa muda, belajar di SMA gila, tantenya gak punya hati, ditambah lagi punya penyakit jantung, paling parah dia dipaksa buta fakta," sebut Devan. 

"Buta fakta?" tanya Aksa tak paham maksud ucapan Devan. 

"Ibunya masih ada tapi---Eh anjir!" umpatnya tak sengaja karena salah bicara. Tangannya membekap mulutnya sendiri.

Mereka berdua sama-sama menegakkan tubuhnya. Devan terkejut karena salah bicara, sedangkan Aksa dibuat tertegun karena ungkapan Devan. 

"Kita punya rahasia berbeda dengan tujuan sama 'kan?" tanya Aksa.  

"Maksudnya?" balas Devan. 

"Kita punya tujuan lindungi Falee dengan cara berbeda," jawab Aksa. Sejenak Devan diam, mencerna situasi ini. 

"Sebelum terlambat, ayo bikin Falee bahagia." ajakan Aksa tak ditanggapi oleh Devan. Hingga beberapa menit dilanda keheningan, ia melirik kearah Falee. 

"Namanya Roseanne Namira, dia mantan istri om Toni yang cuman nikah selama 1 minggu. Pernikahan itu nggak bertahan lama karena tante Mira ketahuan mau bunuh Ibu om Toni buat rebut semua harta warisannya. Beberapa bulan setelah cerai, akhirnya om Toni menikah sama tante Alena, dia sahabat Mama gue dari SMP," ujar Devan. Ia berusaha menjelaskan sedetail mungkin peristiwa kelam. 

"Setelah menikah sama om Toni, tante Alena pindah ke Jakarta. Saat itu Mama sama tante Alena lost kontak, sampai Mama dengar kabar duka kalo tante Alena meninggal karena kecelakaan. Disitu Mama langsung datang ke rumah duka, dan kagetnya diperjalanan kita papasan sama tante Alena. Kondisinya berantakan banget, tapi dia masih hidup," sambung Devan. Setiap kata yang terlontar membuat jiwanya kembali ke masa-masa itu. 

"Dari sana tante Alena hidup sama kita dengan identitas negara menyatakan dia udah meninggal. Tante Mira itu penjahat licik. Dia memanipulasi keadaan seakan-akan dia istri kedua om Toni dan melahirkan putra bernama Erlangga Cakrawala. Dia punya banyak kenalan sehingga dengan mudah memanipulasi KK dan AKTA kelahiran. Tante Alena, dan kak Garuda seakan-akan dibuat meninggal," imbuh Devan. Kepalanya tertunduk menahan amarah. 

"Setelah beberapa bulan kita selidiki, ternyata Faleesha masih hidup, kak Garuda amnesia dan ganti nama, om Toni meninggal. Tante Mira dapat banyak warisan, sedangkan Falee hidupnya di siksa. Kita nggak bisa gerak gegabah, banyak pihak yang ngelindungi tante Mira adalah ancaman untuk Falee dan Garuda. Akhirnya gue disuruh masuk SMA yang sama kayak Falee, meskipun ekonomi keluarga nggak atas atau nggak bawah, tapi untuk gue masuk disana cukup lah. Sayangnya cuman cukup buat gue, bukan Faleesha. Gue bayarin delapan puluh persen SPP-nya, cuman ya gitu, gak bisa angkat dia ke pita hijau." Devan mengakhiri ceritanya. Ia mengangkat kepala untuk melihat reaksi Aksa.  

"Kapan tante Alena sama Falee ketemu?" tanya Aksa. 

Devan menepuk bahu Aksa penuh keyakinan. "Tanggal 29 Desember persidangan dimulai."

-o0o-

"Chris, tiket Elang udah siap?"

-
-
-

Mau curhat, minggu besok udah masuk sekolah dan full day. Tapi aku usahakan update secepat mungkin biar cerita ini segera tamat. Tolong tinggalkan vote dan komen ya, biar aku punya semangat lebih untuk nulis cerita ini :)





Pelangi Terakhir Untuk FaleeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang