Kenapa dunia selalu berpihak pada penjahat? Apa makhluk jagat terlalu bodoh untuk mengenal siapa korban sesungguhnya?
-o0o-
Hari ini Aksa bolos sekolah. Dia tidak tega meninggalkan Falee sendirian. Danes sudah pulang sebelum fajar menyinari Bumi.
Meski terik mentari pagi menyapa Falee, tapi gadis itu enggan bangun. Ponsel Falee sejak tadi berdering. Aksa ingin bersikap tak peduli, namun tangannya gatal ingin melihat pesan-pesan itu.
Nama yang disematkan Falee Kak Elang. Entah sesayang apa Falee dengan kakaknya sampai menyematkan nomor itu. Aksa mematikan centang biru supaya terlihat tidak terbaca.
Kak Elang
Lo kemana Fal?
Gue belum makan dari kemarin sore!
Lo kabur dari rumah?
Kalo hari ini lo gak pulang, gue usir dari rumah.Kira-kira, begitulah sepenggal pesan dari Elang. Sisanya panggilan telepon.
Sudah pukul 8 pagi. Aksa menggoyang-goyangkan tangan Falee, meminta si gadis bangun. Waktunya sarapan, Falee harus menjaga pola makan ketat.
"Fal, bangun yuk," ujar Aksa.
Kejadian ini mengingatkan Aksa pada sang ibu saat masih berada di dunia. Aksa kecil tidak mau beranjak dari kasur sebelum ibunya datang membangunkannya.
Saat berita duka datang, dia menjadi orang yang paling kehilangan. Raden Ayu Anandita, wanita berparas cantik dengan hati mulia. Dia meninggal saat melahirkan anak ketiganya.
Buyar sudah lamunannya saat menyadari pergerakan dari tangan Falee. "Faleesha, bangun yuk!" ajaknya seperti seorang anak menjemput temannya bermain.
Faleesha sudah bangun, tapi dia enggan membuka mata. Saat dia membuka mata, maka dia harus makan. Itu yang alasan mengapa dia malas membuka mata.
"Fal, ayo makan. Tubuh kamu butuh tenaga," ujar Aksa.
"Fal, jangan gini," ujarnya lagi.
Kini Falee membuka mata. Raut wajahnya terlukis sedih. Dia berusaha bangun dari tidur, bersandar di kepala ranjang.
"Makannya nanti siang aja," ucap Falee. Hal itu membuat Aksa menggeleng pelan.
"Cantik, jangan gini ya," ujar Aksa. Tatapan sendu itu hati Aksa bergetar. Tangannya mengusap rambut Falee.
"Nangis aja, gak ada yang ngelarang kok." Tepat sekali! Falee ingin menangis sekarang.
Falee memejamkan matanya, membiarkan air matanya terus mengalir. Aksa menggenggam tangan Falee, berniat menyalurkan kekuatan untuk si gadis rapuh.
"Aku nggak pengen bilang ini, Sa. Tapi ini keterlaluan buat aku. Kenapa Tuhan jahat, Sa? Kenapa Tuhan bikin aku yang lemah semakin rapuh? Aku capek, Sa!" cercanya.
Air mata Aksa ikut luruh. Melodi rasa lelah itu menular ke Aksa.
"Jangan bilang gitu, Falee," ujar Aksa.
"Kenapa dunia selalu berpihak pada penjahat? Apa makhluk jagat terlalu bodoh untuk mengenal siapa korban sesungguhnya? Aku capek, Sa!" teriaknya frustrasi.
Sebesar apapun kesabaran manusia, pasti ada batasnya. Cukup lama duka ini menyakiti mentalnya. Cukup lama fisiknya menerima segala luka.
Air mata masih menetes deras tak berhenti. Falee meremat kuat selimutnya. Isak tangisnya juga terdengar nyaring, diyakini hingga keluar ruangan.
Aksa menangkup pipi Falee. Entah sejak kapan pipi Aksa dipenuhi bercak air mata.
"Aku bukan orang jahat. Tapi keadaan yang memaksa terlihat jahat!" ungkapnya penuh kekesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Terakhir Untuk Faleesha
Teen Fiction"Terima kasih telah menjadi manusia baik, meski dunia tak sebaik yang diharapkan." Kecelakaan di bulan Februari menjadi awal mula kehancuran hidup Faleesha. Peristiwa itu merebut kebahagiaan sekaligus jiwa Kakaknya yang paling berharga. Gadis manis...