19. Menjadi Manusia

102 25 0
                                    

Jadilah manusia yang mengejar tempat terbaik dengan menjadi orang baik.

-o0o-

Lina dan beberapa asisten rumah tangga menyajikan berbagai hidangan. "Ini buat Faleesha. Budhe tadi siang cari-cari di internet, makanan yang enak buat Faleesha. Ada salad sayur, sama ikan gurame," ujar Lina menyiapkan menu khusus untuk Falee.

"Maaf ngerepotin, Budhe," ujar Falee merasa tidak enak. "Jangan ngerasa nggak enak gitu toh. Anggap aja Budhe itu ibu kamu sendiri," balas Lina. Logat medoknya terasa kental dan menjadi ciri khas.

"Buat yang lain Budhe bikin gudeg, botok, sama ada lumpia," ujarnya lagi seraya menyajikan makanan.

"Budeg?" tanya Rajen mengulang kata yang baru terdengar di telinganya.

"Lo yang budeg! Itu namanya gudeg!" sahut Danes. Semua yang ada disana ikut terkekeh renyah atas kepolosan Rajen.

"Tadi Ayu sama Kevin katanya mau ikut makan malam. Tapi kok jam segini belum pulang," ujar Lina. Raut wajahnya sedikit kecewa karena saudaranya tak bisa hadir.

"Mbak Ayu ada rapat di kampusnya. Papa ada jadwal meeting sama perusahaan lain," balas Aksa, dia membantu Falee memisahkan daging ikan dengan durinya.

"Ayo dimakan." Setelah Agung mempersilahkan, mereka pun makan dengan lahap. Tidak ada percakapan saat makan. Hanya sekali dua kali terdengar ketukan sendok bertemu piring.

Selesai makan, Lina membuka percakapan.

"Gimana makanannya?" tanya Lina.

"Enak Budhe! Gudegnya manis!" ujar Rajen semangat.

"Semuanya enak, Budhe," imbuh Danes tak kalah puas dengan sajian makanan khas Jawa Tengah.

"Terima kasih Budhe, rasanya enak," kini giliran Falee bersuara. Meskipun makanannya terasa hambar, tapi dia bersyukur bisa mencicipi masakan seperti ini. Untuk gadis seperti Falee, sangat sulit memakan ikan gurame karena harganya lumayan mahal.

"Kehidupan Jakarta gimana, Sa?" tanya Agung sambil menatap kearah Aksa.

"Aneh, Pak," jawab Aksa seadanya.

"Lo gak bangga ketemu gue?" sahut Devan setengah kesal. Hal itu membuat Aksa tersenyum kecil.

"Harusnya lo bersyukur ketemu kita. Secara kita baik hati, dermawan, dan tidak sombong," imbuh Rajen.

"Tidak sombong apaan?! Tuh temen lo berapa kali ngehina orang?" tunjuk Aksa pada Danes. Si pria yang di tuju hanya memasang raut wajah terkejut nampak tak bersalah.

"Kok jadi gue?! Gue kalo ngomong berdasarkan fakta kok," balas Danes tak mau kalah.

"Fakta lo menyakitkan hati," balas Aksa terdengar ketus.

Berdasarkan faktanya, ucapan Danes sama sekali tidak salah. Hanya saja, terkadang berbicara fakta bisa berkali lipat menyakitkan saat telinga ini tak ingin menerima yang sebenarnya.

"Fakta menyakitkan itu kayak gimana, Sa?" tanya Lina. Wanita itu berdiri hendak membantu asisten rumah tangga yang membereskan piring. Melihat itu Faleesha turut berdiri membantu, meskipun Lina mengatakan tidak perlu membantunya.

"Ya kenyataan buruk gitu, Buk," jawab Aksa.

"Di dunia ini, hidup bukan hanya tentang kebahagiaan. Kalo dari hidup sampai mati manusia bahagia, ya lebih baik nggak usah hidup," balas Agung.

"Kok gitu, Pakdhe?" tanya Devan yang mulai penasaran dengan ucapan Agung.

"Semua manusia punya alasan mengapa mereka dihidupkan. Alasan-alasan itu yang menuntun hidup mereka akan menjadi seperti apa. Yang bisa bertahan menjadi orang baik atau belum bisa bertahan menjadi yang baik akan dihakimi secara adil oleh Yang Maha Kuasa," cerca Agung. Layaknya sebuah dongeng anak-anak. Mereka semua yang ada di meja turut diam memahami ucapan Agung.

Pelangi Terakhir Untuk FaleeshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang