Renjun bisa merasakan tatap penasaran orang-orang saat ia lewat bersama Soobin, Beomgyu tadi sudah pergi ke kelasnya duluan. Berkata bahwa ia akan menemui Renjun di jam istirahat, dan untuk mengantar Renjun ke ruang kepala sekolah Beomgyu menyuruh Soobin yang melakukan.
"Apa mereka tak menyukaiku?" Pemuda mungil itu terlihat tak nyaman dengan tatap orang-orang.
"Kau melihat tatapan benci?" Soobin bertanya, ia juga mencoba menggenggam tangan Renjun yang terasa dingin.
"Tidak." Renjun menggeleng, karena memang ia tak menemukan jenis kebencian dari tatapan-tatapan itu.
"Itu dia, kau akan baik-baik saja disini." Soobin mengerti kemana pikiran Renjun berkelana. Ia mengelus punggung tangan Renjun yang berada di genggamannya, ia masih berjalan dan beberapa langkah lagi nyaris sampai di ruang kepala sekolah saat ia berpapasan dengan pemuda bersurai hitam yang menjadi anak yang aktif dalan organisasi di sekolah. Pemuda itu juga terlihat baru keluar dari ruangan kepala sekolah.
"Jeno, apa Pak Kim ada?" Tanya Soobin, dan Jeno—pemuda bersurai hitam tadi— mengangguk.
"Ada, tapi sedang ada guru konseling juga didalam." Jawabnya tanpa melirik sedikitpun sosok asing yang bersama Soobin.
Renjun menatap pemuda yang Soobin ajak bicara barusan, Renjun sungguh memuji tampang dari orang yang bernama Jeno itu. Rahangnya tegas, dengan hidungnya yang mancung benar-benar terlihat pas dalam wajah tampan itu. Hanya saja Renjun agak kecewa dua mata sipit yang menyorot tajam, Renjun bisa melihat bagaiman tatapan dingin itu kini terarah padanya. Andai saja netra itu bisa menatapnya lebih ramah, Renjun tak akan segan mengulas senyum lebar.
"Ini Renjun, temanku. Dia murid pindahan." Suara Soobin terdengar seperti seorang ayah yang memperkenalkan anaknya pada orang lain, Renjun tertawa dalam hati. Baru tadi Soobin mengejek Beomgyu, padahal sekarang sikap Soobin pun tak ada bedanya.
"Ah, ya." Hanya itu balasan Jeno, dan setelahnya Jeno pun pamit duluan ke kelas.
Melihat dinginnya Jeno, Renjun pikir ia tak akan pernah bisa berteman dengan pemuda itu. Lagi pula, Jeno juga terlihat begitu acuh dan tak peduli akan siapa dirinya. Bahkan mungkin Jeno tak berusaha mengingat siapa namanya, barusan itu hanya usaha menghargai Soobin yang dengan repot-repot memperkenalkan namanya.
"Soobin." Panggil Renjun.
"Ya?" Soobin membatalkan langkahnya yang hendak melanjutkan kemana tadi tujuan mereka, ia akan mendengarkan Renjun terlebih dahulu.
"Apa aku terlihat begitu buruk?" Renjun menunjuk caranya berpakaian. Soobin seketika meneliti tampilan Renjun, dan menggeleng setelahnya.
"Tak ada yang salah, kau hanya memakai seragam. Memakai sepatu dan juga membawa tas, tak ada celah yang harus aku bilang buruk padamu." Jawab Soobin.
"Apa? Kau memikirkan sikap Jeno barusan?" Tanya Soobin kemudian.
"Tidak."
Soobin mengabaikan sanggahan Renjun. "Ia memang terkenal dingin, tapi tetap saja banyak yang menyukainya. Agak berbeda dengan sobatnya, Jaemin. Ia pantas banyak yang suka, karena Jaemin itu lebih ramah."
"Jaemin?" Renjun mengulang nama yang awalannya nyaris sama dengan Jeno.
Anggukan pelan Soobin beri, lalu berdecak setelahnya. "Beomgyu bahkan sering memuji-muji Jaemin."
Renjun terkekeh mendengarnya, lucu saat mendengar Soobin mengatakan seolah cemburu pada orang yang mungkin berpotensi merebut Beomgyu darinya.
"Apa sebaik itu?" Renjun penasaran akan sosok bernama Jaemin itu.
"Kau bisa menilainya sendiri saat bertemu nanti."
Benar, Renjun harus melihat sendiri bagaimana sosok yang Soobin sebut sebagai sobat Jeno itu. Yang katanya ramah dan tak seperti Jeno yang dingin dan datar.
Renjun telah memasuki kelas barunya, ia tadi diantar oleh Soobin bahkan hingga ia duduk di kursinya. Soobin seolah mengabaikan wali kelas Renjun yang juga mengantar Renjun ke kelas. Renjun dapat mendengar pekik tertahan gadis-gadis saat melihat Soobin, tak aneh karena Soobin pemuda tampan yang tinggi. Banyak orang yang menyukainya bahkan sejak kecil pun.Renjun duduk di barisan dekat jendela, bahkan tempatnya persis di dekat jendela yang memperlihatkan lapangan luas di bawah sana. Ia duduk di kursi kedua dari depan, cukup baik karena ia memiliki penglihatan yang agak buruk jika duduk di belakang. Tapi ia juga kerap membawa kacamata untuk dipakainya hanya saat jam pelajaran berlangsung.
Seperti saat ini, guru mata pelajaran mulai menulis dipapan tulis. Renjun mengambil kacamata yang masih ia simpan di dalam tas, dengan ragu ia mengeluarkannya. Dulu saat di sekolah yang lama, Renjun sering dicemooh karena memakai kacamata. Tak jarang mereka juga merusak kacamatanya itu. Renjun kini memiliki keraguan memakai kacamata, maka ia memakainya sambil menolehkan kepalanya. Memindai dengan matanya, jika ada orang yang mengejeknya lewat tatapan karena ia yang mengenakan kacamata. Dan Renjun bernapas lega karena tak menemukan orang yang sejenis dengan mereka dari sekolah lamanya.
Ada yang mencuri perhatian Renjun, sosok yang juga sama sepertinya mengenakan kacamata. Renjun yakin ingatannya tak seburuk penglihatannya, ia jelas tau sosok yang duduk di barisan sebelahnya namun kursinya urutan ketiga dari depan. Jeno, pemuda dingin yang tadi bertemu dengannya. Renjun merutuk, kenapa ia baru menyadari bahwa ia satu kelas dengan Jeno.
"Ada yang ingin kau tanyakan?" Tiba-tiba Jeno menatapnya, membuat netra keduanya beradu pandang.
"Tidak." Renjun menggeleng cepat, lalu mengalihkan tatapannya untuk kembali menghadap ke depan.
Renjun sadar satu hal setelah barusan matanya tak sengaja terkunci pada netra Jeno yang tajam, ia tak bisa berlama-lama menatap mata Jeno. Lagi pula, untuk apa ia berlama-lama melakukan itu. Tapi harus Renjun akui, Jeno begitu tampan dengan kacamata yang bertengger di wajahnya. Tanpa kacamata pun, saat tadi pagi juga tampan. Sayang saja, begitu dingin.
Tiba-tiba saja ia penasaran, apa yang bernama Jaemin juga satu kelas dengannya? Renjun ingin tau orangnya. Hanya saja ia lupa menanyakan ciri fisiknya pada Soobin, bahkan ia juga tak menanyakan kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
a lot like love ✔
FanficNORENMIN JENO - RENJUN - JAEMIN [noren-jaemren] ⚠️ bxb boyslove