22. Sad looking eyes

8.8K 1.3K 281
                                    


Jeno memarkirkan motornya di tempat biasa, lalu turun dari sana sambil melepas helmnya. Ia hendak membuka jaketnya, saat dari tempatnya terlihat sosok yang begitu ia kenal. Maka Jeno tak jadi melepas jaketnya, memilih untuk melangkahkan kakinya menuju Renjun. Jeno mencoba menyusul Renjun, dan tak sulit karena memang langkah Renjun tak selebar miliknya.

Begitu merasakan seseorang berjalan disampingnya, Renjun menoleh. Jeno terlihat berjalan santai tanpa mempedulikannya, pandangan mata pemuda itu lurus. Tak menoleh padanya, Renjun mendumel dalan hati, tak mau kah Jeno menyapanya. Dari tadi keduanya berjalan tanpa saling bertegur sapa sama sekali. Hingga keduanya sampai di depan kelas.

"Kau tidak mau mengambil atau menyimpan sesuatu di lokermu?" Jeno membuka jaketnya, hendak ia masukkan dalam loker.

"Tidak." Jawab Renjun, setelahnya ia memilih lebih dulu memasuki kelas. Jeno yang melihat Renjun seperti sedang tidak dalam suasana hati yang baik, mengerutkan dahinya. Setelah melipat jaketnya, dan menyimpannya di loker. Jeno menyusul Renjun menuju ke dalam kelas.

Renjun terlihat duduk dengan kepala yang menunduk, Jeno berjalan mendekati Renjun. "Kau baik-baik saja?" Jeno sangat amat sadar apa yang baru saja ia tanyakan pada Renjun. Itu adalah kalimat tanya yang jarang Jeno gunakan, ia lebih sering menebak sendiri saat melihat seseorang.

Untuk Renjun, Jeno tak mau menebak-nebak. Ia ingin memastikan sendiri apa yang terjadi pada pemuda Huang itu.

"Tidak ada." Renjun menggeleng, membuat beberapa helai rambutnya ikut bergerak. Jeno mengangkat tangannya, menyentuh surai halus Renjun yang kini terjulur menutupi dahi. Jeno menyingkirkan beberapa bagian dengan jarinya, dan terlihatlah mata Renjun yang kini menatapnya.

"Lalu kenapa ini terlihat sendu?" Jeno menyentuh lembut ekor mata Renjun.

Renjun tertegun, bagaimana bisa Jeno dengan mudah menebaknya. Sebenarnya Renjun hari ini sedih, karena tadi pagi alarm diponselnya berbunyi. Peringatan bahwa hari ini, ulang tahun kakaknya. Biasanya, Renjun akan menghabiskan waktu seharian bersama Xiaojun untuk bermain atau pun makan. Hingga orangtuanya menelpon dan menegur bahwa Renjun dan Xiaojun terlalu lama diluar. Dan hari ini, untuk pertama kalinya Renjun mendapati bahwa kakaknya tak bisa bersamanya untuk menghabiskan waktu.

"Seseorang mengganggumu lagi?" Jeno masih berdiri di dekat Renjun yang duduk dengan kepala sedikit mendongak. Jari Jeno masih berada di dahinya, memainkan rambut Renjun yang mulai memanjang itu.

"Tidak, aku bahkan baru bertemu denganmu pagi ini." Memang, ia belum bertemu orang-orang yang biasanya mengusiknya. Renjun bersyukur untuk itu, karena paginya kali ini sudah suram. Tak mau orang lain semakin menambah kesuraman itu dengan mengganggunya.

Jeno tersenyum lega mendengar bahwa tak ada yang mengusik Renjun, tangan Jeno kini menyisir rambut Renjun dengan jarinya agar helaian itu tak terlalu menutupi dahi Renjun. Tiba-tiba Jeno membungkuk, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Renjun. Menatap dari dekat bagaimana netra berbintang yang selama ini Jeno sukai itu.

"Youre eyes so beautiful, i love it. Keep shining as usual." Jeno mengecup pipi halus Renjun, ia juga menyempatkan diri menghirup pipi gembil itu.

Tubuh Renjun menegang saat Jeno melakukan hal itu, apalagi saat telinganya mendengar suara Jeno saat menghirup pipinya. Ia meremang seketika. Renjun tak pernah membayangkan akan mendapat perlakuan seperti ini dari Jeno, bahkan pertemuan pertama mereka terkesan buruk. Tak ada bayangan sedikitpun Renjun bisa mendapat perlakuan lembut dari Jeno, apalagi dengan sebuah kecupan hangat di pipinya. Renjun tak pernah memimpikannya.

"Jangan sendu seperti ini." Kata Jeno kemudian.

Setelah kejadian pagi tadi, Renjun tak berani menatap Jeno lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah kejadian pagi tadi, Renjun tak berani menatap Jeno lagi. Rasanya pipinya pasti akan kembali merona jika ia melakukan itu. Bahkan tadi Renjun sempat mencuri lirik ke belakang, untuk melihat Jeno. Dan ternyata Jeno menyadari itu, pemuda Lee itu menatapnya dengan sebelah halis terangkat. Renjun semakin merasa ingin bersembunyi dari Jeno.

Tapi Renjun sedikitnya bisa melupakan kesedihannya walau barang sebentar, karena ketika rasa malunya tak mendominasi. Renjun kembali diingatkan dengan hari apa sekarang ini. Ia sudah berencana bahwa pulang sekolah ia akan mengunjungi kakaknya itu. Ia juga sudah mengirim pesan pada Beomgyu dan Soobin, tak akan pulang bersama mereka. Renjun tak mau ditemani ke rumah sakit, ia ingin bercerita pada kakaknya tanpa ada oranglain.

Jeno memperhatikan bagaimana Renjun membenahi peralatan tulisnya kedalam tas, ia juga mengikuti langkah Renjun yang menuju keluar kelas. Jeno tau bahwa Renjun sadar kehadirannya, tapi anak itu berlaku seolah tak melihat Jeno.

"Kemana?" Jeno menyusul langkah Renjun, menengok wajah Renjun dari samping. Renjun hanya meliriknya sekilas, lalu kembali mengalihkan tatapannya ke depan.

"Pulang." Jawab Renjun pelan, ia mengerang dalam hati. Kenapa Jeno terus mengikutinya, apa Jeno tak kepikiran soal kejadian tadi pagi? Renjun saja masih bisa merasakan hangatnya napas Jeno di pipinya kala itu, tapi kenapa Jeno seolah tak pernah terjadi apapun.

"Kenapa kesana? Kemari." Jeno menarik lengan Renjun, menuju tempat parkir motornya. "Aku antar."

Renjun menggeleng cepat. "Tidak usah, aku akan mengunjungi tempat lain dulu."

"Iya, aku antar. Cepat." Jeno lalu ingat hal lain. "Tanganmu sudah tak sakit kan?" Begitu mendapat jawaban berupa gelengan dari Renjun, Jeno pun segera membawa Renjun mendekati motornya. Menyuruh anak itu segera naik, dan Jeno pun menjalankan motornya.

Jeno tak tau bahwa tempat yang ingin dikunjungi Renjun adalah Rumah sakit, Jeno menatap lama rumah sakit didepannya setelah memastikan Renjun turun dengan selamat. "Kau mengunjungi seseorang?" Karena tak mungkin Renjun sakit, tak ada tanda-tanda anak itu sedang tak enak badan. Maka Jeno menyimpulkan bahwa Renjun hendak mengunjungi seseorang.

"Iya. Jeno, terimakasih. Aku pergi dulu." Setelah mengatakannya dengan senyum yang tak lupa Renjun berikan, ia pergi meninggalkan Jeno yang harus kembali menerka siapa orang yang dikunjungi Renjun itu.















________

Aku nyaris lupa kalo ini ceritanya angst, kenapa aku malah keenakan bikin scene gemes dan manis.

Udahan gemes-gemesnya. Mungkin chapter depan, kita mulai menemui konflik.

Sebenarnya aku selalu gak pandai bikin konflik, jadi maaf ya kalo nantinya gak sesuai ekspektasi kalian.

Terimakasih yang selalu vote dan comment semangatin aku dan bilang kalo ceritanya layak dibaca. Aku seneng bacanya. 😊

a lot like love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang