"Beomgyu?"Sang pemilik nama langsung menatap Renjun antusias, ia begitu senang Renjun memanggilnya tanpa diikuti isak tangis sambil meracau menyalahkan diri sendiri.
"Besok aku boleh pulang ya?" Tanya Renjun, ia mendengar dokter Park tadi berbicara dengan ibu Beomgyu bahwa kondisi Renjun sudah lebih baik setelah nyaris satu pekan ini ia mengalami perawatan di rumah sakit.
"Iya, aku senang kau pulih dengan cepat." Beomgyu mendekati ranjang Renjun, ia melihat dari dekat bagaimana luka di dahi Renjun yang mulai mengering.
Renjun juga senang ia bisa keluar dari sini, tapi ada hal yang begitu membuatnya berat. "Apa Jaemin juga sudah boleh pulang?" Mata bulat itu mulai berkaca-kaca.
Setelah mendengar itu, Beomgyu menghentikan usapannya di surai Renjun. Ia tak tega melihat Renjun yang terus menangis setelah diberitahu dokter Park bahwa Jaemin mengalami koma. Itu adalah hal yang semakin membuat Renjun berkata dirinya tak pantas untuk sembuh sementara Jaemin masih menutup mata.
"Tidak Renjun, Jaemin masih harus disini beberapa hari lagi." Beomgyu tak tau juga beberapa hari yang ia maksudkan itu berapa lama, tapi tak ada pilihan lain selain mengatakan itu pada Renjun. Dari pada membuat Renjun semakin menumpahkan tangisnya.
"Dia baik-baik saja kan?" Tanya Renjun lagi, meskipun tau bahwa Jaemin koma tapi Renjun belum pernah sekalipun melihat sendiri bagaimana sosok yang sudah menolongnya itu.
Beomgyu hanya bisa mengangguk, walau ia juga tak tau pasti. Karena ia juga hanya mendapat kabar dari dokter Park.
"Sudah, kau terus menangis dari kemarin. Matamu akan semakin membengkak." Beomgyu menghapus lelehan air mata yang membasahi pipi Renjun.
Tiba-tiba Renjun meraih tangan Beomgyu yang masih berada di pipinya, menggenggam tangan Beomgyu kemudian. "Beomgyu, tolong berjanji padaku kau tak akan menolongku jika aku dalam bahaya, apalagi jika itu membahayakanmu."
"Jangan seperti Kak Xiao dan Jaemin, yang menyelamatkanku tapi nyawa mereka tak dipentingkan." Renjun semakin merasa bersalah karena kedua orang itu sama-sama berakhir dengan kesadaran yang belum tentu kapan mereka dapat.
Beomgyu membalas genggaman tangan mungil Renjun. "Mereka menyayangimu Renjun, itulah—
"Tapi bukan seperti itu, percuma aku selamat sementara mereka terluka." Renjun terisak pelan, ia sedih mengingat kedua orang itu.
"Berjanji padaku. Kumohon, aku tak mau kau juga nantinya terluka." Renjun sadar betul hidupnya penuh dengan kesakitan, maka ia tak mau melibatkan orang lain lagi.
Jeno baru menyimpan jaketnya ke dalam loker, saat suara lembut itu memanggil namanya. Jeno berbalik, menatap pemuda yang baru saja menyebut namanya. Dalam hati Jeno merasa lega melihat pemuda itu sudah bisa ke sekolah lagi. Tapi entah kenapa sudut bibirnya begitu enggan tertarik membentuk senyuman sedikitpun, hatinya masih kesal mengingat Renjun yang lebih memilih pergi dengan Jaemin dari pada dengannya.
"Aku ingin meminta maaf karena membuat Jaemin terluka." Renjun bersumpah, ia menarik segala keberanian dalam dirinya untuk berbicara pada Jeno. Ia tak mau Jeno marah padanya, disini Renjun hanya memiliki Jeno yang selalu peduli padanya selain Beomgyu dan Soobin. Sementara Jaemin sekarang bahkan Renjun tak tau bagaimana keadaannya.
Melihat Jeno yang saat di rumah sakit melempar tatap datar padanya membuat Renjun ketakutan, takut Jeno semarah Haechan padanya. Dan sekarang pun berhadapan dengan Jeno yang kembali bersikap dingin membuat Renjun merasakan sakit di hatinya, bahkan ini terasa lebih parah dari awal pertemuan mereka. Mungkin karena dulu Renjun memang belum mengenal Jeno, sementara saat ini ia sempat bertukar cerita bahkan melihat senyum dari Jeno. Jadi rasanya lebih sesak mendapati Jeno bersikap dingin dan acuh saat ini.
Jeno tak menjawab Renjun, ia hanya melirik sekilas lalu segera memasuki kelas meninggalkan Renjun yang mematung dengan perasaan sesak. Ia akan kembali sendirian.
"Kudengar Renjun itu penyebab Jaemin tertabrak saat itu."
"Dia bahkan masih memiliki muka untuk datang sekolah setelah membuat Jaemin koma."
"Ternyata benar, dia itu benar-benar keluarga pembunuh. Lihat saja, Jaemin nyaris tak tertolong karenanya."
"Kenapa Beomgyu dan Soobin begitu betah berteman dengannya, aku khawatir pada mereka."
"Kenapa Jaemin begitu baik menolongnya saat itu, padahal biarkan saja ia mati tertabrak waktu itu."
"Benar, bukankah akan baik jika sekolah kita kehilangan anak pembunuh sepertinya."
Segala perkataan itu Renjun dengar, dan cukup membuat mentalnya terguncang. Renjun memang tak mendapat kekerasan fisik, tapi dengan mendengar segala itu rasanya lebih menyakitkan. Mungkin mereka tak berani menyakiti tubuh Renjun karena tau bahwa Renjun baru keluar dari rumah sakit, tapi tak taukah mereka bahwa jiwa Renjun juga masih bersedih akan hilangnya Jaemin dari hadapannya. Ditambah Jeno yang mulai terlihat acuh padanya, sekarang Renjun tak tau lagi bagaimana cara ia harus menghadapi dirinya sendiri.
____________
Maaf pendek 🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
a lot like love ✔
FanfictionNORENMIN JENO - RENJUN - JAEMIN [noren-jaemren] ⚠️ bxb boyslove