7. Temporary

10.1K 1.4K 49
                                    

Seminggu sudah Renjun menjalani kehidupan sekolahnya dengan tenang, Renjun bersyukur karena setiap harinya selalu ia lalui dengan baik. Kenapa tidak dari dulu saja, ia mau diajak Beomgyu agar pindah sekolah. Mungkin ia tak akan mendapat perlakuan buruk sebanyak itu. Tapi tak apa, yang penting sekarang ia begitu menikmati hari-harinya. Meskipun ia tidak memiliki banyak teman, ia bersyukur hanya dengan yang ia miliki saat ini. Karena untuk apa memiliki banyak teman jika pada akhirnya mereka akan berbalik membencinya, seperti yang lalu-lalu.

Beomgyu dan Soobin yang rutin menemaninya, Jaemin juga yang begitu baik dan perhatian. Untuk teman sekelasnya, mereka baik namun ia jarang menghabiskan waktu dengan teman sekelasnya, hanya sapaan dan dan interaksi singkat antara mereka. Ah, Renjun lupa. Haechan juga selalu bisa menghiburnya saat menghabiskan waktu istirahat bersama. Renjun senang berteman dengan Haechan.

"Kau sakit perut?" Beomgyu bertanya khawatir saat melihat Renjun yang terus berguling kesana kemari di atas kasurnya.

"Tidak." Renjun berhenti, dan berbaring terlentang. Tiba-tiba saja ia merasakan perasaan tak enak, ia seolah memiliki firasat buruk tentang hidupnya.

"Katakan, Renjun." Pinta Beomgyu.

"Entah kenapa perasaanku tak enak, atau mungkin karena baru selesai menonton film horor denganmu?" Renjun pun tak yakin, tapi ia harap mungkin memang ini hanya efek karena baru menonton horor dengan Beomgyu.

Ini sudah malam, dan memang biasanya Renjun tak berani menonton genre itu. Tapi barusan ia mau-mau saja saat Beomgyu mengajaknya. Beomgyu menginap di apartementnya malam ini, anak itu memang kadang menginap untuk menemani Renjun.

"Itu hanya film Renjun." Beomgyu membenahi tempat tidur, dan hendak berbaring.

"Iya, tapi bagaimana kalau terbawa mimpi?" Kesal Renjun, ia mencoba memejamkan matanya. Menjemput alam mimpi, dan berharap bukan lagi mimpi buruk.

Tak lama Renjun benar-benar terlelap, namun apa yang ia harapkan sebelum tidur tak terkabul. Gelap itu datang menghampiri bunga tidurnya, Renjun sadar didepannya ini hanya mimpi. Ia ingin membuka matanya untuk menghindari melihat adegan demi adegan di mimpinya itu, namun apa daya. Alam bawah sadarnya memaksa Renjun menonton semua itu.

Proses ia mendapat siksaan dari kawan lamanya, bagaimana ia dikurung di kamar mandi. Juga cacian dan cemoohan yang terdengar oleh telinganya, sampai pada hatinya. Membuat dadanya berdenyut sakit, tangis putus asa mulai keluar. Bahkan hanya menyaksikan pun ia seolah dipaksa kembali pada masa itu, Renjun kembali merasakan segala kesakitan itu. Ini adalah potongan ingatan Renjun akan kesakitannya. Dan berubah menjadi mimpi buruknya, Renjun benci itu.

"Renjun, hey. Bernapaslah." Renjun mendengar suara itu, ia dengan segera membuka matanya. Peluh membasahi dahinya, air mata juga ikut-ikutan menuruni pipinya.

"Beomgyu." Renjun mencengkram baju Beomgyu, menyampaikan ketakutannya akan mimpi yang baru saja menghampirinya.

Beomgyu tadi terbangun saat mendengar racauan Renjun, dan ia tertegun melihat air mata yang membasahi wajah si pemuda Huang. "Tenanglah." Ia mencoba menenangkan Renjun dengan mengusap pelan surai milik Renjun, ia melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul tiga dini hari.

"Ini masih gelap Renjun, kembalilah tidur." Ujarnya, setelah melihat Renjun yang tak menangis lagi.

Renjun hanya mengangguk, dan menyuruh Beomgyu juga kembali tidur. Mereka harus sekolah besok pagi. Tapi Renjun tak bisa kembali terlelap, ia takut saat nanti ia menutup mata mimpi itu kembali hadir. Maka Renjun memilih untuk pergi keluar dari kamarnya, menyalakan televisi dengan suara pelan. Menontonnya dengan tak minat, ia hanya ingin agar matanya tak lagi terpejam.

"Kau tidak kembali tidur?" Soobin meninggikan suaranya, menatap tak percaya Renjun yang berjalan sambil menunduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau tidak kembali tidur?" Soobin meninggikan suaranya, menatap tak percaya Renjun yang berjalan sambil menunduk.

Beomgyu menghela napasnya, ia juga kaget saat mendapati Renjun yang sudah bersiap ke sekolah saat ia bahkan baru membuka mata. Dan Beomgyu mencoba menerka tentang Renjun yang tak kembali tidur sejak tadi malam, diluar dugaan Renjun mengiyakan. Beomgyu jelas mengomeli pemuda China itu.

"Kau bisa tidak fokus hari ini, karena kurang tidur." Soobin menghentikan langkah Renjun, ia menarik bahu sempit Renjun. Menyuruh agar ia menatap Soobin.

"Lain kali jangan lakukan itu lagi." Ujar dominan itu tegas. Renjun mengangguk pasrah, setelahnya ketiganya kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas.

Haechan berdiri menghalangi jalan yang hendak Renjun lewati, Renjun melihat cara Haechan yang menatapnya penuh benci. Kenapa?

"Aku sekarang ingat kenapa namamu begitu tak asing di telingaku." Haechan berujar tajam, tak ada senyuman lagi saat ia bertemu Renjun. Ia benar-benar membenci pemuda mungil di depannya itu.

"Kau dan keluargamu itu pembunuh. Bahkan Ayah dan ibuku nyaris cacat karena kalian!" Haechan mendorong keras tubuh Renjun.

Renjun yang mendengar hal itu, mengernyit. Tak mengerti maksud Haechan, dan apa barusan? Haechan tak segan mendorongnya. Untung saja Soobin menahan punggung Renjun dengan lengannya, agar tak jatuh.

"Apa maksudmu?" Beomgyu balas mendorong Haechan, ia kesal melihat Renjun diperlakukan seperti itu.

"Sudah kubilang, dia dan keluarganya itu pembunuh. Berapa nyawa yang hilang karena keluarga 'Huang' itu, harusnya anaknya tak usah diterima sekolah disini. Ini benar-benar aib untuk sekolah kita." Haechan masih menatap Renjun dengan sinis.

"Kau hanya mengatakan omong kosong, tak ada keluarga pembunuh yang kau maksud." Beomgyu membalas ucapan Haechan, ia sempat melirik orang-orang yang melihat pertengkaran mereka. Ya Tuhan, ini masih pagi.

Beomgyu dan Soobin kecolongan, saat Haechan tiba-tiba melayangkan pukulan keras pada wajah Renjun. Tubuh Renjun bahkan sampai terdorong kebelakang, membuktikan seberapa keras pukulan itu.

"Haechan! Apa yang kau lakukan?!" Jaemin menarik tubuh Haechan agar menjauh dari Renjun. Ia menatap khawatir Renjun yang terlihat memegangi sebelah pipinya, tempat Haechan tadi memukul.

Jaemin baru datang, saat melihat orang-orang begitu ramai dikiridor. Dan ia terkejut saat mendapati Haechan memukul Renjun dengan keras. Maka tanpa pikur panjang, ia segera menarik Haechan yang terlihat masih menatap Renjun penuh permusuhan. Ia belum mengerti apa penyebab terjadinya hal ini.

"Itu, untuk ayah dan ibuku yang nyaris cacat karena ulah keluargamu. Huang!" Sentak Haechan kasar, sebelum pergi dari sana.

Soobin hendak mengajak Renjun untuk keruang kesehatan. "Renjun, kita ke—"

Namun pemuda mungil itu, tak memperdulikannya. Maksud Soobin itu, ia khawatir. Tapi Renjun seolah abai akan luka diwajahnya itu.

"Aku ke kelas dulu." Renjun berjalan melewati Jaemin yang menatapnya. Ia ingin segera pergi dari hadapan orang-orang yang barusan menontonnya, Renjun tak suka itu. Kejadian barusan benar-benar mengingatkannya akan perlakuan buruk orang-orang di sekolah lamanya.

Renjun merasakan hatinya mencelos mendengar ucapan Haechan tadi, orang yang Renjun anggap temannya kini membencinya. Bahkan tak segan melayangkan pukulan didepan umum. Renjun tak tau apa maksud ucapan Haechan yang lainnya, ia hanya yakin bahwa Haechan benar-benar membencinya. Sangat jelas terlihat dari sorot matanya.

Mimpi buruknya semalam, dan kejadian pagi ini benar-benar membuat Renjun kembali dilanda rasa sesak. Ia takut, bahwa memang kebahagiaannya akhir-akhir ini hanya bersifat sementara. Karena nyatanya sekarang mimpi buruknya kembali hadir dalam bentuk nyata.

a lot like love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang