6. Familiar name

11K 1.6K 35
                                    

"Maaf tadi aku bertanya hal yang membuatmu tak nyaman, aku hanya sedikit penasaran." Jaemin berjalan bersisian dengan Renjun. Ia memaksa pada Soobin dan Beomgyu bahwa ia yang akan mengantar Renjun kekelasnya, padahal Renjun juga sudah menolak itu. Tapi Jaemin memang sengaja memaksa, ia ingin meminta maaf soal pertanyaannya tadi. Seolah ia ingin mengetahui hal yang bersifat pribadi bagi Renjun.

"Tidak apa." Renjun tersenyum menenangkan, Jaemin ikut tersenyum melihatnya. Renjun ini padahal satu angkatan dengannya, tapi kenapa ia merasa bahwa Renjun ini seperti anak kecil yang masih polos. Apalagi dengan pipi gembil yang dari tadi membuat tangan Jaemin gatal untuk menyentuh dan menyubitnya.

"Kau dan Soobin juga Beomgyu terlihat begitu dekat, apa sudah lama berteman?" Jaemin bisa melihat juga bagaimana kedua pemuda itu begitu memperhatikan Renjun, layaknya adik kesayangan mereka.

"Kami berteman sejak kecil, orangtua kami juga saling berteman jadi tak sulit untuk kami bertiga menjadi akrab."

"Bukankah Soobin dan Beomgyu memiliki hubungan melebihi teman?"

"Iya. Mereka sadar itu sejak memasuki kelas sembilan, lucu rasanya mereka berdua mengatakannya hanya padaku saat itu. Tak ada yang mau saling mengungkapkan." Renjun tertawa pelan mengingat itu.

"Aku juga memiliki empat orang yang selalu bersamaku sejak kecil. Dan dua diantaranya sama seperti Soobin dan Beomgyu, terlibat kasih sayang yang melebihi teman."

Netra Renjun berbinar, lucu rasanya menemukan kisah yang mirip dengan pertemanannya. "Benarkah? Apa temanmu juga sama seperti Soobin dan Beomgyu yang sering bertengkar."

"Sering, bahkan saat bermain game pun keduanya sering saling mengomel satu sama lain." Jaemin tak bisa untuk tak ikut tersenyum melihat kilat senang pada Renjun.

Renjun ini begitu sederhana, hanya dengan membicarakan hal seperti itupun ia bisa terlihat begitu bersemangat dan bahagia.

"Ingin kukenalkan pada temanku itu? Ia pasti akan senang berteman denganmu." Jaemin ingat satu-satunya submisif di circle pertemanannya itu sering mengeluh ingin mendampat teman baru.

"Bolehkah? Siapa namanya?"

"Tentu, nanti kukenalkan. Namanya Haechan, dan dominan yang sering bertengkar dengannya itu bernama Mark. Ia sudah lulus dari sini, tapi kalau Haechan ia satu kelas dengan Beomgyu."

"Lalu dua temanmu yang lain?" Tanya Renjun.

"Ada orang yang satu kelas denganmu, Jeno. Dan ada adik kelas kita bernama Jisung."

"Kau sudah kenal kan dengan Jeno?"

"Aku tidak tau, itu bisa disebut kenal atau tidak. Tapi pagi tadi Soobin mengenalkannya padaku, hanya saja Jeno terlihat tak suka." Renjun melirih diakhir.

"Ah, anak itu memang dingin pada orang baru. Maaf kalau sikapnya membuatmu tersinggung." Jaemin bisa menangkap bahwa Renjun agak tak nyaman saat membicarakan Jeno. Jaemin mengumpati Jeno dalam hati.

"Sampai jumpa." Jaemin tersenyum sebelum berpisah dengan Renjun, yang memasuki kelas.

Renjun pikir Jaemin hanya ingin membuatnya senang dengan mengatakan akan memperkenalkannya pada teman Jaemin, bukan berarti ia menganggap Jaemin pembohong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Renjun pikir Jaemin hanya ingin membuatnya senang dengan mengatakan akan memperkenalkannya pada teman Jaemin, bukan berarti ia menganggap Jaemin pembohong. Hanya saja, Renjun tak terlalu menganggap omongan orang lain dengan serius. Ia dulu pun sempat berteman dengan orang yang mengatakan akan selalu menjadi tempat Renjun berbagi, tapi saat orang lain mulai membully nya. Temannya itu justru ikut terlibat dalam penyekapan yang Renjun alami.

Hari kedua Renjun disekolah barunya, ia tak bertemu Jaemin. Tapi pada keesokan harinya, saat Renjun tengah menonton pertikaian antara Beomgyu dan Soobin setelah makan siang. Ia melihat Na Jaemin yang memasuki kantin bersama Jeno dan seorang pemuda tinggi bersurai coklat.

Jaemin mengedarkan pandangannya, mencari orang yang ingin ia temui. Dan begitu matanya melihat sosok mungil yang ia maksud, senyum senang seketika terulas.

"Aku lupa, ingin mengenalkanmu pada Renjun. Cepat ikut." Jaemin berjalan lebih dulu, setelah berbicara pada Jisung.

Jisung yang mendengarnya langsung mengerutkan dahinya, lalu menoleh pada Jeno. "Siapa?" Ia rasanya baru mendengar nama yang tadi diucapkan Jaemin.

"Renjun, dia murid baru yang sekelas denganku. Jaemin mengenalnya." Jawab Jeno, ia mendorong tubuh Jisung agar segera mengikuti langkah pemuda Na.

Jeno bisa mendengar sapaan hangat khas Jaemin pada Renjun, ia pikir Jaemin memiliki ketertarikan pada Renjun. Meskipun Jaemin memang ramah pada siapapun, tapi Jeno merasa bahwa ramahnya Jaemin pada Renjun agak berbeda. Lebih hangat. Dan Jeno pikir, ia tak pernah melihat Jaemin yang seperti itu. Jadi ia simpulkan saja, bahwa Jaemin memang tertarik pada Renjun. Tak aneh juga, karena memang harus Jeno akui Renjun memiliki wajah manis dan senyum lembut yang kini juga terulas saat mendengar Jaemin berbicara.

Kursi lain yang kosong disebelah meja Renjun, Jeno tempati. Ia tidak terlalu tertarik menyimak pembicaraan Jaemin dan Renjun. Saat tiba-tiba sebuah ponsel terlempar didepan mejanya dengan kasar, Jeno mendengus melihat pelakunya. Haechan disana, bersungut-sungut sambil duduk di kursi yang berada di depannya.

"Sepupumu itu benar-benar menyebalkan, ia tadi bilang akan menjemputku pulang. Tapi membatalkannya tiba-tiba."

Jeno terbiasa menjadi sasaran omelan Haechan saat ia kesal pada Mark, sepupu Jeno sendiri. "Apa susahnya pulang sendiri, manja sekali."

Mulut Haechan sudah terbuka hendak berargumen lagi dengan Jeno, namun panggilan Jaemin membuatnya mengatupkan bibir. Menoleh pada Jaemin yang menyuruhnya kesana, Haechan menurut. Ia bangkit dan berjalan beberapa langkah untuk sampai dihadapan Jaemin, Jisung juga ada disana. Beomgyu serta Soobin pun ada, namun ada sosok yang asing menurut Haechan. Dan ia duduk disebelah Jaemin. Haechan mengerang dalam hati melihat betapa lucunya perbedaan ukuran tubuh Jaemin dan orang 'asing' itu. Dia mungil. Atau mungkin Jaemin saja yang bongsor.

"Aku sudah mengatakan tentang Renjun bukan? Ini dia." Jaemin menunjuk Renjun.

Haechan yang mendengarnya langsung mencoba mengingat tentang ucapan Jaemin barusan, dan tak lama. Ia tersenyum lebar, menghampiri Renjun dan mengenalkan namanya. Haechan senang bisa memiliki teman submisif lagi, mengingat ia selalu dikelilingi dominan-dominan bertubuh tinggi yang menyebalkan. 

"Tunggu, siapa nama lengkapmu tadi?" Haechan menyingkirkan Jaemin yang tadi duduk disebelah Renjun, membuat sekarang Haechan yang kini di samping Renjun.

"Huang Renjun."

Itu terdengar tak asing, tapi kenapa? Apa Haechan pernah mendengarnya? Ah, tentu saja. Bukankah Jaemin sudah menyebutkannya sebelumnya. Tapi, sepertinya bukan itu. Haechan merasa pernah mendengar nama itu bahkan sebelum Jaemin mengucapkannya.

Renjun agaknya menangkap raut wajah Haechan. "Kenapa?"

"Itu terdengar tak asing, aku pikir pernah mendengar namamu sebelum-sebelumnya." Jawab Haechan jujur.

Decakan kesal milik Jaemin terdengar, "Aku mengatakannya padamu sebelumnya."

"Bukan."

Haechan benar-benar merasa janggal dengan nama lengkap milik Renjun, sepertinya ia harus memutar ingatannya lagi tentang itu. Karena sungguh, ia begitu penasaran kenapa nama itu begitu mengganggu pikirannya.

a lot like love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang