Sudah Renjun katakan akhir-akhir ini mimpi buruk tentang masa lalunya selalu menghampiri malamnya, bahkan bukan hanya malam. Saat hendak pergi kevsekolah pun ia mencoba mencuri waktu untuk memejamkan mata, tapi baru beberapa saat tidurnya terasa tenang ketika gambaran tentang kobaran api dan juga suara bising disekitarnya malam itu kembali terlihat di mimpinya. Sontak Renjun membuka mata dengan susah payah, menghindari melihat lagi kejadian mengerikan itu. Tapi tetap saja, hari itu Renjun diikuti terus bayangan masa lalunya. Bahkan membuatnya tak fokus selama di sekolah, beruntungnya tak ada yang mengusilinya saat itu.
Puncaknya saat pulang sekolah, Renjun tengah menunggu Beomgyu dan Soobin di sisi gerbang untuk pulang bersama. Saat suara ledakan terdengar entah dari mana, hal itu mengejutkan Renjun. Mimpi buruknya seolah berada didepan mata, perasaan sesak menghantam dadanya. Kakinya melemas, ia takut luar biasa. Hingga tangan hangat itu menyentuhnya, membantunya menghindari suara itu. Bahkan Renjun bisa mendengar lirihan kata penenang saat ia dibawa menuju mobil untuk pulang. Renjun juga ingat bagaimana ia mencengkram pakaian sosok itu saat ia tengah ketakutan. Orang itu terlihat tak keberatan, dan sekarang Renjun bingung saat harus bertemu pemuda April itu di sekolah.
Iya, Renjun ingin meminta maaf sekaligus berterima kasih pada Jeno. Tapi ia tak tau bagaimana memulai percakapan dengan pemuda dingin itu. Takut bahwa Jeno menganggapnya orang yang merepotkan karena terus melibatkan Jeno dalam urusannya. Jeno sudah mengorbankan lokernya untuk dipakai bersama Renjun, dan kemarin Jeno juga harus membantu Beomgyu dan Soobin saat memulangkannya. Renjun tak siap mendapat tatapan menusuk lagi dari Jeno.
Setelah berpisah dengan Beomgyu dan Soobin, Renjun berjalan sendirian melewati koridor. Tungkainya berhenti melangkah saat seseorang mencengkram bahunya dari belakang, Renjun menoleh dan menemukan Sean tersenyum remeh padanya. Lalu melotot tanda marah.
"Teman-temanku diskors, gara-gara kau melapor pada guru!" Bentaknya pada Renjun.
Renjun menggeleng tak paham, seingatnya ia tak pernah melaporkan siapapun pada guru. Dan teman Sean? Yang mana? bahkan Renjun tak tau.
"Akh!" Renjun berteriak kesakitan saat Sean meremas tangannya dengan keras, Renjun pikir tulang-tulang jarinya akan remuk jika tidak ada seseorang yang menarik tangan Sean agar terlepas dari tangannya.
"Hey!" Sean berteriak marah pada Jeno yang menghentikan aksinya menyakiti Renjun.
Beberapa orang yang baru datang kesekolah langsung memperhatikan asal suara dari teriakan itu. Terlihat Jeno yang berdiri di samping Renjun, yang masih berdesis menahan sakit bekas cengkraman Sean.
Sean yang melihat Jeno di hadapannya, menghela napas. Ia kenal Jeno, setaunya Jeno bukan teman Renjun. Jadi untuk apa anak itu mengganggunya saat sedang berurusan dengan Renjun.
"Jeno, menyingkirlah. Aku ada urusan dengan si pembunuh sok polos itu." Sean hendak menarik tangan Renjun, namun Jeno menahannya. Ganti mencengkram tangan Sean yang tadi menyakiti Renjun.
"Tadi kau melakukan ini, bukan?" Jeno mengabaikan jerit kesakitan yang dikeluarkan Sean. "Apa lagi yang sudah kau lakukan pada Renjun?" Urat-urat tangan Jeno terlihat, membuktikan seberapa keras Jeno menyiksa Sean lewat tangannya.
"Tidak, Jeno! Lepaskan." Sean mencoba melepas cengkraman Jeno, namun sulit. "Aku bersumpah tidak melakukan apapun lagi, hanya yang kau lihat." Sean mengeraskan jeritannya saat tangannya merasakan lagi kesakitan.
"Berhenti berulah." Jeno melonggarkan cengkramannya, Sean mengangguk cepat. Melihat tatapan tajam Jeno membuatnya yakin, bahwa peringatan Jeno tak main-main.
Rasa sakit di tangannya menjadi bukti nyata peringatan Jeno padanya. Setelah itu Jeno melepas cengkramannya dengan gerakan kasar, Jeno terlihat menakutkan dengan aura dingin yang melekat pada dirinya. Sean mengumpati teman-temannya yang mengatakan bahwa kemarahan Jaemin lebih menyeramkan dari Jeno.
Apaan?! Murka Jeno bahkan jauh lebih mengerikan. Jeno tak segan membalas perbuatan di depan matanya secara langsung, ditambah aura dingin yang selalu dibawa pemuda April itu. Membuat nyali seseorang langsung merosot hanya dengan mendapat tatapan dingin dan tajam dari Jeno.
Setelah Sean pergi, Jeno menatap Renjun. Lalu meraih tangan Renjun, melihat jika ada luka disana. Setelah tau bahwa tak ada luka, Jeno mengusap punggung tangan Renjun dengan jempolnya dengan lembut. Dan tetap menggenggam tangan mungil itu hingga sampai di kelas keduanya.
Jeno mengantar Renjun bahkan hingga pemuda mungi itu duduk di kursinya, dan saat Jeno hendak melepas genggaman tangannya. Kini justru Renjun yang balik menggenggam tangannya. Jeno menatap Renjun, dengan sebelah halis terangkat.
"Jeno, untuk kemarin. Aku ingin berterimakasih dan juga maaf karena membuatmu harus mengantarku pulang, Beomgyu juga bilang kau juga harus menggendongku." Renjun mendongak guna bisa melihat rupa Jeno.
Sementara itu Jeno tertegun melihat binar cantik dimata Renjun, posisinya yang saat ini berdiri dengan Renjun yang duduk memudahkannya melihat jelas netra milik Renjun. Kemarin adalah pertama kalinya Jeno bisa melihat dari dekat mata Renjun, dan ia tau mata Renjun berlinang air mata saat itu. Tapi untuk saat ini, Jeno tau betul Renjun tidak sedang menangis. Dan ia baru sadar bahwa netra Renjun memang dipenuhi bintang yang berbinar cantik.
"Jeno?" Renjun yang melihat Jeno tak merespon apapun, merasa tersinggung. Apa Jeno tak suka dengan sikapnya kemarin?
"Memangnya tidak apa-apa sekarang pergi ke sekolah?" Jeno pikir Renjun akan absen untuk hari ini, mengingat kemarin Renjun masih menangis histeris bahkan saat Jeno pamit pulang.
"Tidak apa." Jawab Renjun. "Sekali lagi terimakasih." Renjun tersenyum tulus, Jeno mengangguk. "Yang barusan juga terimakasih." Kata Renjun.
"Yang mana?" Tanya Jeno, sebenarnya ia tau maksud Renjun adalah tentang Sean. Tapi entah kenapa Jeno ingin melempar pertanyaan itu.
Renjun mengangkat tangan kirinya, yang tadi Sean cengkram. Jeno menggingit pipi dalamnya, melihat wajah polos Renjun saat melakukan itu. Kenapa itu terlihat, menggemaskan?
"Lalu untuk ini?" Jeno mengangkat tangannya yang masih berada digenggaman tangan kanan Renjun. Renjun yang baru sadar bahwa dari tadi ia tak melepas tangan Jeno, kini menarik tangannya.
"Maaf." Rona kemerahan muncul di pipi gembil Renjun, malu sekali rasanya.
Senyum tipis Jeno muncul melihat itu. "Kenapa bukan terimakasih?" Jeno sengaja menggoda Renjun yang kini terlihat menunduk, Jeno pun menepuk- nepuk kepala Renjun pelan. "Tetaplah baik-baik saja."
"Huh?" Renjun mendongak dengan wajah bingung. Tiba-tiba ia merutuk dalam hati. Renjun sepertinya terlalu percaya diri menganggap bahwa Jeno seakan mengkhawatirkannya. Tapi itu yang Renjun dapati dari cara Jeno berbicara.
Jeno tak bisa lagi untuk menahan senyumannya melihat Renjun. Apa Renjun memang semenarik ini? Bahkan hanya wajah mungil dengan binar mata yang Jeno temui saat ini, tapi kenapa cukup membuat sesuatu dalam dirinya merasakan perasaan...senang? Jeno tak yakin itu.
Mendapati senyum pertama yang Jeno perlihatkan padanya, juga sikap Jeno yang Renjun lihat sendiri kemarin dan barusan. Renjun tau bahwa Jeno tidak sedingin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
a lot like love ✔
FanfictionNORENMIN JENO - RENJUN - JAEMIN [noren-jaemren] ⚠️ bxb boyslove