Dada Renjun menghantam tembok dengan keras saat pemuda kemarin mendorongnya. Renjun kini tau namanya. Sean, orang yang mengaku kakaknya mati karena keluarga Renjun.Tangan mungil itu terkunci di belakang tubuhnya, sepertinya Sean benar-benar berniat mematahkan tangannya. Karena Renjun bisa merasakan cengkraman erat dari Sean di pergelangan tangannya.
"Lepaskan ini." Renjun sudah tak tahan, ini benar-benar menyakitkan.
"Tentu saja, kemari." Sean melepas cengkramannya dilengan Renjun, ganti menarik pemuda mungil itu agar berjongkok. Setelahnya Sean menginjak tangan kanan Renjun, membuat Renjun menjerit kesakitan.
"Akh!"
Sean yang mendengar itu langsung menutup mulut Renjun, takut orang lain mendengar. Sean celingukan, ia sengaja menyeret Renjun ke area belakang sekolah agar aksi jahatnya tak diketahui orang lain. Tapi percuma jika Renjun berteriak keras seperti itu. Harusnya nanti ia membawa penutup mulut, agar bisa leluasa menyiksa Renjun tanpa harus mendengar jeritan si Huang itu.
"Kau ingin mulutmu aku robek?!" Sean melepas kaki yang menginjak tangan Renjun. Lalu Sean pergi setelahnya, karena takut ada orang yang mendengar suara Renjun barusan.
Renjun bernapas lega melihat perginya pemuda itu, namun kelegaannya tak bertahan lama karena saat Renjun tengah mencuci tangan. Ia melihat Haechan memasuki toilet. Pemuda tan itu sadar kehadiran Renjun. Ia menatapnya datar, lalu mendekati Renjun.
"Lama sekali tak melihatmu, Huang." Haechan menyalakan wastafel disebelah Renjun yang telah selesai mencuci tangan.
Perasaannya tak enak tentang Haechan yang begitu tenang, maka Renjun hendak menghindar. Ia sudah berjalan menjauhi si pemuda tan, namun Haechan dengan gesit menarik tangannya. Renjun masih merasakan bekas cengkraman Sean disana, ditambah sekarang Haechan menariknya dengan kasar.
Renjun menatap wastafel yang sudah dipenuhi air, ah sungguh Renjun bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia benar-benar ingin lari, tapi Haechan selalu lebih cepat darinya.
Mendorong tengkuk Renjun, menenggelamkan kepala Renjun di wastafel yang sudah Haechan penuhi dengan air. Haechan melihat tangan kanan Renjun yang memerah dan terdapat lecet disana, Haechan yakin Renjun tak akan bisa melawan dengan itu. Haechan pun menarik tangan kiri Renjun dan melipatnya di belakang tubuh si Huang, membuat Renjun tak bisa melawan.
Napasnya mulai terasa sesak, Renjun tak kuat lagi. Ia mencoba untuk menarik kepalanya dari air, namun tangan Haechan menahan tengkuknya. Renjun sekarang tak yakin bisa selamat, kecuali memang ada orang lain yang melihatnya dan iba padanya. Tapi Renjun pikir tak akan ada orang yang kasihan padanya, semua orang membencinya.
"Lee Haechan!"
Mungkin...
Kecuali, pemilik suara berat itu. Jaemin, Renjun tau pemuda Na itu orang baik dan selalu peduli padanya. Tidak seperti orang lain yang menelan bulat-bulat pemberitaan yang belum jelas kebenarannya. Jaemin tak mengikuti orang lain yang menjauhinya, justru Jaemin sering menyapa dan mengajaknya mengobrol. Jaemin sering datang ke kelasnya, entah karena memang ada urusan dengan Jeno atau sengaja ingin bertemu Renjun. Renjun senang berteman dengan Jaemin.
Renjun ingin melihat apa yang dilakukan Jaemin pada Haechan, mengingat suara Jaemin barusan terdengar begitu keras tanda memperingatkan. Tapi Renjun tak diberi kesempatan untuk melihatnya, karena ia langsung jatuh pingsan begitu Haechan melepas tangannya.
Jaemin menemani Renjun yang terbaring di ranjang di ruang kesehatan, ia mengusap tangan yang memiliki luka disana. Jaemin tak tau kenapa itu, tapi ia yakin orang-orang sudah menyakiti Renjun begitu banyak. Ditambah, Haechan yang notabene sahabat Jaemin sendiri melakukan hal yang sama."Harusnya, kau tidak pergi kemana pun sendirian. Jika Soobin dan Beomgyu tak ada, kau bisa meminta aku untuk menemanimu." Jaemin tau kepeduliannya pada pemuda mungil ini begitu besar, untuk ukuran seorang teman baru. Tapi masa bodo, Jaemin tak ingin Renjun kenapa-napa. Hanya dengan melihat Renjun terbaring lemah seperti ini pun, Jaemin bukan hanya sekedar kasihan. Mungkin ada rasa yang lebih dari itu, entahlah ia ingin melindungi sosok yang menurut Jaemin begitu rapuh. Apalagi tatap sendu yang kerap Jaemin tangkap dari mata berbinar milik Renjun.
"Apa kau tidak takut? Pergi sendirian dan berakhir seperti ini."
"Aku janji kau aman saat bersamaku. Kau tak akan kenapa-kenapa."
Renjun yang masih terpejam mendengarnya, ia meneteskan air mata. Ia terharu memdengar ucapan Jaemin yang tak terdengar seperti sebuah bualan.
Tangan Jaemin yang menggenggang tangan mungil itu, kini dibalas. Renjun meremas tangan Jaemin, menahan agar isakan tak keluar dari mulutnya. Jaemin yang melihatnya, ia menghapus airmata itu.
"Kau mendengarnya? Baguslah." Jaemin tersenyum lembut, padahal Renjun masih memejamkan matanya.
Renjun semakin ingin menangis keras, mendengar ucapan hangat itu. Ia bisa merasakan ketulusan Jaemin, Renjun senang ada orang lain yang bersamanya. Selain Beomgyu dan Soobin. Yang mengerti dan ingin melindunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
a lot like love ✔
FanficNORENMIN JENO - RENJUN - JAEMIN [noren-jaemren] ⚠️ bxb boyslove