38. Bukan Cupu, Tapi Taktik

67 5 1
                                    

Keesokkan harinya, Sasa sudah berdiri di sebuah makam bersama Rafa disampingnya. Ada beberapa orang juga yang tengah menyaksikan acara pemakaman keluarganya. Ya, pagi ini adalah pemakaman Adit pilot yang sangat berjasa atas kehidupan Sasa. Antrax juga disini, dia berdiri di bagian paling belakang bersama Aksa. Tepat pukul 3 pagi, Sasa dan lainnya sudah sampai di Indonesia bersama jasad Adit.

Terlihat istri Adit menangis histeris di atas makam Adit. Sasa sudah sempat berbicara dengan wanita itu, walau Adit sudah meninggal tetapi wanita itu tidak membenci Sasa sedikitpun. Wanita itu juga menghormati Sasa seperti Adit. Sasa sempat terpana melihatnya, jika dirinya ada di posisi wanita itu. Setinggi apapun posisi Sasa di dunia, dia pasti sudah memaki-maki dirinya.

Rafa mengusap bahu Sasa, menenangkan. Sasa mendongak dia tidak menangis tetapi hatinya berduka. "Udah hampir setengah jam, mending kita pulang. Dari semalem gue belum tidur..."

"Lo pulang duluan aja, gue mau ngomong sesuatu sama Antrax." Balas Sasa seraya melirik Antrax yang berdiri diam dibelakang dengan kacamata hitam nya.

"Yakin? Dia kayaknya masih marah sama lo." Sasa menggeleng kepala.

"Gue cuma mau ngomong sedikit doang." Rafa mengangguk dia kemudian melambai kecil dan berjalan keluar dari makam.

Sasa menghela nafas, dia berjalan kearah Antrax. Antrax sedikit menundukkan kepalanya ketika Sasa sudah di depan. Sasa terlihat gugup didepannya, sebenarnya itu hal yang baru bagi Antrax tapi dia tidak akan tersenyum. Dia harus tetap membenci gadis ini.

"An..." Panggil Sasa, Antrax bergaum pelan seraya membuang muka keatas. Sasa melirik Aksa disebelah Antrax, Aksa mengerti dia langsung menjauh dari mereka.

"Maafin gue," gaum Sasa hampir tidak terdengar, Antrax tersenyum tipis sangat tipis hingga tidak dapat dilihat. Entah kenapa, dia merasa sedikit senang mendengar permintaan maaf tulus dari Sasa. Antrax menarik nafas untuk menenangkan diri, dia tidak boleh lemah. Sasa, cewek itu punya banyak topeng sadar Antrax.

Wajah Antrax kembali datar, dia menatap depan tak membalas perkataan Sasa. "Gue tau lo masih marah sama gue, jadi gue tidak berharap lo bales permintaan maaf gue."

Antrax menunduk menatap mata Sasa tanpa berkata. "Gue pulang dulu." Pamit Sasa seraya tersenyum kecil pada Antrax, Antrax terdiam menatap kepergian Sasa.

Aksa menepuk bahu Antrax membuatnya tersadar. "Kita harus ke markas Joker." Ujar Aksa.

"Kenapa?"

"Ada yang gawat."

.....

Bara menatap Hendra didepannya serius. Hendra terlihat menghela nafas seraya menyenderkan punggungnya, dia menatap langit-langit Cafe mengingat wajah Rafi kemarin.

"Rafi tidak tau semuanya, Sasa tidak seburuk itu. Percaya sama gue..." Ujar Bara lagi.

"Gue selalu percaya sama dia, tapi sampai pagi ini cewek itu tak ada kabar. Dan melihat tingkah Rafi, gue kira dia tidak bercanda." Balas Hendra datar, memasukkan kedua tangannya kedalam jaket.

Bara mengigit bibir dalamnya, "gue mohon, jangan bubarin geng Victor." Ujar Bara pelan.

Hendra tersenyum miring dia menatap Bara sinis. "Emang lo siapa?" Tanyanya, Bara tak membalas dia menatap tangannya diatas meja.

"Lo sudah tidak ada hubungan apa-apa sama geng Victor. Mau geng itu masih ada atau... Bubar itu bukan urusan lo!" Terus Hendra.

"Jangan lakukan itu Dra, itu hanya bakal memperkeruh situasi saat ini. Kita sekarang harusnya dukung Sasa, dia lagi butuh dukungan." Hendra menggeleng kepala.

My Mysterious Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang