39. Salah Satu Dalangnya

78 8 0
                                    

Antrax melempar koper tepat di depan kaki Sasa yang baru saja membuka pintu. Sasa terkejut, dia menatap Antrax dengan pandangan entahlah. Antrax menatap mata Sasa tajam, dia  menunjuk koper itu dengan dagu pada Sasa.

"Pergi." Ujar Antrax datar. Sasa terdiam, dia mengepalkan tangannya menahan geram atas ketidak sopanan Antrax.

"Kenapa? Ga terima?" Tanya Antrax tertawa sinis. "Langit udah ngasih tau gue, lo sekarang juga bakal tinggal dirumah Sanjaya kan?" Terusnya datar.

"Besok gue pin-"

"Ngapain besok kalo bisa sekarang? Lo cuma beban di sini." Sarkas Antrax.

"Maksud lo apa?" Tanya Sasa dengan mata memerah.

"Lo ga sadar ya, selama ini lo beban di keluarga gue. Seandainya kalo gue pulang lebih awal, lo udah gue usir juga dari dulu." Sasa menatap Antrax tak percaya.

Dimana Antrax yang dulu selalu baik dengannya, selalu menatap dia dengan wajah jahilnya, yang selalu menggoda Sasa setiap harinya. Bahkan mereka dekat bisa dihitung dengan hitungan Minggu. Sasa menggeleng tak percaya, kenapa hidupnya begitu seperti ini. Apa salahnya dimasa lalu, kenapa orang yang baik selalu manjadi jahat setelahnya.

"Lo bener, gue emang suka jadi beban banyak orang. Maaf..." Balas Sasa menunduk dengan mata memerah.

Antrax terdiam, dia terkejut dengan jawaban Sasa. Dia pikir Sasa akan marah padanya, tapi gadis itu malah meminta maaf padanya. Antrax menggeleng cepat, dia tidak boleh tersentuh oleh apa yang dilakukan Sasa. Gadis itu selama ini banyak drama, gadis itu terlalu manipulatif untuk dipercaya.

"Pergi." Ujar Antrax lirih, Sasa mendongak dia menatap mata Antrax kemudian tersenyum kecil.

"Makasih, keluarga lo udah mau nampung manusia beban ini." Balas Sasa seraya menarik kopernya keluar. Antrax berdecih, kemudian mengambil sesuatu di saku celananya.

"Tunggu." Sasa berhenti, dia berbalik menghadap Antrax.

"Kebanggaan lo kayaknya ketinggalan," Antrax melempar slayer bertuliskan Tigris tepat di wajah Sasa. "Tigris... Gue udah curiga dari dulu."

"An-"

"Bingung gue nemuin ini dimana? Di lemari lo, tepatnya lo sembunyikan di tumpukan pakaian. Lucu banget ya..."

"Gue bis-"

" Pergi!" Bentak Antrax, Sasa tak gentar dia maju selangkah.

"Dengerin gue dulu, ini gak seper-"

"Pergi!! Lo budek!" Antrax mendorong Sasa hingga gadis itu hampir tersungkur. Antrax tidak peduli dia berjalan naik keatas tangga menuju kamarnya tanpa mempedulikan Sasa.

"KENAPA?" Tanya Sasa dengan suara lantang. Antrax berhenti berjalan, dia berbalik menatap Sasa.

"Kenapa lo ga bunuh gue sekarang?! Lo udah tau kan kalo gue terlibat? Lo... Pasti berpikir kalo gue penghianat." Sasa tertawa kecil, "gue ga bakal heran, kalo habis ini gue bakal mat-"

"Diem, lo sialan!" Potong Antrax sarkas. Tubuh Sasa memegang, baru kali ini Antrax membentaknya sekasar itu. Wajah pria itu kini memerah dengan mata elang yang tajam seakan ingin membunuh Sasa hidup-hidup.

"Makasih." Gaum Sasa, dia tersenyum miris. Cewek itu mengusap air matanya, "makasih udah nyadarin gue lagi, kalo gue emang sesialan itu. Dimata keluarga gue, temen-temen gue, dan sekarang dimata lo." Terusnya.

Antrax tak menggubris perkataan Sasa, dia berbalik berjalan keatas. Dalam hatinya dia menyesal telah membentak Sasa dengan sangat kasar. Sasa memegang dadanya melihat Antrax yang terdiam dan pergi. Itu sudah membuktikan, jika tidak ada penolakan atas perkataan nya tadi. Harusnya dia sadar itu.

My Mysterious Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang