*29*

1.1K 100 13
                                    

Double up!













Seharian ini, Jay tidak bisa dihubungi. Nomornya pun tidak aktif. Jely sungguh khawatir sekali. Membuatnya tidak fokus dalam bekerja. Dia mencoba untuk selalu berpikir positif. Mungkin kekasihnya memang sedang tidur sekarang. Dia harap, Jay tidak berbuat macam-macam disana.

Kini waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Kira-kira, Jay sudah bangun gak, ya? Dia kan harus berangkat kuliah di jam 8 nanti. Terus sarapannya gimana? Semoga Jay bisa membuat apapun untuk dia makan. Seingatnya, mereka masih banyak persediaan roti di lemari pantry, dan beberapa buah-buahan di meja makan. Mereka juga masih ada persediaan susu bubuk dan susu kental manis, kalau saja sewaktu-waktu Jay ingin membuatnya.

Hubungan jarak jauh seperti ini malah membuatnya merasa tidak tenang. Tapi, mau tidak mau mereka harus melakukannya, bukan? Demi fokusnya Jay terhadap kuliahnya, dan demi fokusnya Jely terhadap karirnya dalam mengelola perusahaan sang Ayah. Namun, kenapa malah terasa sebaliknya?

Ah, mungkin karena belum terbiasa saja. Karena sebelumnya kan mereka tinggal bersama. Otomatis di setiap harinya selalu bertemu dan saling bertatap muka. Bahkan lebih.

Dalam hubungan jarak jauh seperti ini, pentingnya saling menaruh kepercayaan masing-masing. Saling memberi kabar walau sesibuk apapun. Namun, apa jadinya kalau mereka sudah terjadi kesalahpahaman seperti ini? Padahal belum sampai sehari berpisah.

Jely keluar dari mobil setelah sang supir pribadi keluarganya sudah membukakan pintu. Berjalan menaiki anak tangga teras tanpa berekspresi sedikitpun. Datar. Dia begitu lelah. Baik fisik maupun batinnya. Sampai ini, Jay tidak bisa di hubungi. Pun, pemuda itu juga tidak ada balik menghubunginya.

"Nyonya muda, ada tamu yang sedang menunggumu sedari tadi." Ujar salah satu art yang sudah membukakan pintu utama untuknya.

"Tamu?"

Art tersebut mengangguk sopan, "Inya, nyonya. Dia seorang pria."

Perasaan, dia tidak ada janji dengan siapapun. Apa mungkin Eric? Kalau pun benar Eric, dia pasti sudah memberitahunya via chat. Atau mungkin Jake? Ck! Jely sungguh tidak ingin melihatnya lagi. Dia benci sekali dengan pemuda itu. Sungguh. Apa jan-

"Noona,"

Jely terkesiap. Kedua maniknya terbelalak sempurna. Tas yang sedari tadi dia pegang, seketika terlepas begitu saja. Air matanya pun seakan tidak sanggup terbendung lagi. Tanpa berpikir panjang, dia langsung berlari kearah pemuda yang kini sudah berdiri sembari merentangkan kedua tangan. Menyambut tubuh sang kekasih dan menggendongnya.

Jely terisak hebat. Menenggelamkan wajahnya pada lipatan leher sosok tersebut, yang sudah membawanya berduduk pada sofa ruang tamu. Mengelus lembut punggung maupun surainya penuh kasih sayang.

"Noona~ Hei! Noona~ aku ada disini, sayang"

Perlahan, Jely mulai mengangkat wajahnya. Dengan air mata yang sudah sigap di seka langsung oleh sang kekasih yang mampu membuatnya stress seharian ini.

"Jay, kenapa kesini? Kau tidak kuliah?"

"Oh! Noona tidak suka aku disini? Okay. Aku-"

"No!" Jely kembali terisak. Mengacak kuat kaos hitam yang Jay kenakan. Seakan tidak membiarkan pria nya untuk pergi kemanapun.

"Tapi kenapa kau nekat sekali?"

"Dan membiarkan Noona terus menderita karena memikirkanku, begitu?"

Jely lantas berhenti terisak. Mengulum senyumnya, dan kembali menenggelamkan wajahnya pada leher Jay. Dia nampak salting.

ASIAN BABY GIRL | JAY ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang