*46*

137 12 0
                                    

"Apa dia masih belum sadarkan diri?"

"Betul, Tuan. Tepat pada saat kami membawanya, sampai saat ini"

Kedua pasang tungkai nampak sedang menaiki anak tangga berlapis keramik granit berwarna putih. Menelusuri koridor yang membawa mereka ke sebuah pintu ruangan yang cukup besar dan lebar.

Salah satu dari mereka pun mulai membuka kunci pada pintu ruang tersebut. Mempersilahkan sesosok pria ber kaos hitam lengan panjang, yang nampak begitu mengekspos lekuk tubuh bidangnya. Berjalan santai menuju sebuah kasur berukuran besar, yang dimana ada terdapat seorang wanita yang sedang tertidur pulas. Dengan selimut putih yang menutupi seluruh tubuhnya hingga leher.

Terdiam. Sorot mata pria itu nampak begitu tajam. Terus menatap sang objek, tanpa sedikitpun ingin beralih.

"Jika saja kau tidak membatalkan rencana pernikahan kita, aku pasti tidak akan repot-repot harus berbuat hal brengsek seperti ini."

Helaan napas kian terdengar. Lantas, netranya pun melirik sekilas kearah benda bulat silver pada tangan kiri. Sepertinya dia tidak bisa berlama-lama disini. Masih banyak pekerjaan yang harus dia urus.

Sebelah tangannya pun kini mulai mendekat kearah pucuk kepala wanita itu. Mengusap-usapnya pelan, dengan senyum yang seketika muncul. Pun, langkahnya mulai menjauh. Hingga saat di rasa terdengar suara familiar yang terpaksa membuatnya berhenti.

"Tuan,"

Sontak pria itu menoleh cepat.

"Jely?"

Nampak Jely mulai mendudukkan diri perlahan. Walau di rasa kepalanya masih agak sedikit pening. Menatap datar kearah insan yang kini kembali melangkah mendekat.

"Jely, anda sud-"

"Apa yang anda inginkan, Tuan?" Potong Jely langsung. Yang seketika membuat ekspresi pria bertubuh kekar itu pun berubah.

"Anda masih mempertanyakan itu?"

"Dengan cara seperti ini?" Jely sedikit mendengus. "Saya pikir anda bisa mengerti, dan memaklumi. Planning pernikahan kita pun bukan atas dasar cinta, bukan? Kenapa justru malah seperti ini,

Tuan Jeon?!"

Nampak rahang pria yang ternyata Tuan Jeon itu pun mengeras geram.

"Anda mungkin berpikir seperti itu. Hanya saja, saya tidak terima bahwa anda harus balikan dengan pria bajingan itu."

"Tapi nyatanya, pria yang anda sebut bajingan itu merupakan keponakan anda sendiri, Tuan"

"Lantas?!"

Sebelah tangan berkacak pinggang, sembari mengusap kasar surainya kebelakang. Tuan Jeon nampak semakin geram dan marah. Entah apa yang sebenarnya dia rasakan. Memang, awalnya planning pernikahan mereka bukan atas dasar cinta, tetapi bisnis. Namun, semakin dekat dan mengenal Jely, membuat perasaan aneh muncul seketika pada dirinya. Pun, dia pikir Jely juga merasakan hal yang sama. Kerap menciumnya secara tiba-tiba. Bahkan lebih parahnya lagi, wanita itu sempat memintanya untuk di hancurkan. Padahal, itu salah besar.

Sejak masih putus dengan Jay, di dalam lubuk hati yang paling dalam, Jely masih sangat mencintai Jay. Tetapi dia memilih untuk terus bersikeras menyangkal itu semua, karena sangat merasa kecewa sekali atas perbuatan Jay sebelumnya. Dengan munculnya kehadiran Tuan Jeon dalam hidupnya, mungkin akan bisa membuatnya cepat melupakan Jay. Tapi nyatanya tidak sama sekali. Karena secara tidak langsung, Jely justru hanya menjadikan Tuan Jeon sebagai pelampiasannya saja. Walaupun, sebenarnya dia tidak ingin berbuat demikian.

Dan sebenarnya, Jely sudah sadarkan diri dari beberapa menit yang lalu. Sempat mengelilingi kamar tersebut, dengan pikiran bertanya-tanya. Siapakah orang yang telah membawanya kesini? Ralat, lebih tepatnya di culik. Ya, dia telah di culik. Dan di sekap di sebuah pulau kecil sekaligus Mansion tepat di pinggir laut. Di saat di rasa ada orang yang  berjalan menuju kamar ini, dia langsung bergegas kembali ke atas kasur. Seperti semula. Tanpa adanya kecurigaan sama sekali.

ASIAN BABY GIRL | JAY ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang