Sudah satu minggu setelah Jay di larikan ke Rumah sakit. Namun, pemuda itu justru tak kunjung bangun. Mengalami pendarahan yang cukup banyak. Dan ya, dia koma.
Tak jarang Jely berkunjung untuk sekedar mengecek keadaan sosok pasien tersebut. Memfasilitaskan sebuah ruang kamar rawat VVIP yang begitu luas dan mewah, layaknya kamar hotel bintang lima. Pun, dia juga sudah mengurus semua surat ijin kepada pihak kampus Jay selama beberapa minggu kedepan. Walau dia pun tidak tahu pasti akan sampai kapan pemuda itu betah berada di bawah alam sadarnya.
Dia tidak tahu pasti dengan alasan apa dia harus bersusah payah membawanya kesini. Dia bisa saja membiarkan pemuda bermarga Park itu pingsan di halaman Mansion nya tanpa pertolongan sama sekali. Kalau perlu, dia juga bisa menyuruh anak buahnya untuk membuang tubuh itu ke jurang atau menjadikannya sebuah santapan hewan buas. Tapi untungnya, Jely tidak sekejam itu. Dia masih punya hati nurani. Walau sempat tersakiti.
Sekitar lima belas menitan, Jely masih tetap setia berdiri di samping brankar yang Jay tempati. Menunduk tanpa ekspresi. Kepala yang di perban serta hidung dan mulut tertutupi oleh masker oksigen.
"Untung saja Anda cepat membawanya kesini. Kalau tidak, mungkin pasien akan sangat sulit untuk bisa di selamatkan"
Jely tidak tahu ingin berekspresi seperti apa. Yang pasti, di dalam benaknya yang terdalam, dia merasa lega. Lupakan soal perkataannya yang ingin Jay enyah dari dunia ini. Karena pada nyatanya, dia begitu khawatir sekali. Menggenggam erat tangan pemuda itu selama di perjalanan menuju rumah sakit, yang jarak lumayan jauh dari tempatnya berada.
Nampak ragu, Jely mulai menggenggam sebelah tangan tanpa selang infus itu begitu erat. Masih dengan wajah tanpa ekspresinya. Mengelus lembut punggung tangan itu dengan ibu jarinya.
"Bangunlah. Walau aku masih membencimu, tapi setidaknya bangunlah." Helaan napasnya terasa berat. Salivanya pun seakan sulit untuk di teguk. Membuat genggaman itu refleks semakin tererat.
"Aku membencimu. Sangat membencimu, Jay. Kalau kau masih tetap betah tidur seperti ini, baiklah. Lakukanlah. Dan lagian, tidak ada satupun orang yang mengkhawatirkanmu. Para kerabatmu pun tidak ada satupun yang tahu mengenai keadaanmu sekarang."
Ya, Jely memang sengaja. Karena menurutnya, masalah ini tidak perlu di libatkan oleh kerabat sekalipun. Termasuk keadaan Jay sekarang. Jely bisa mengurusnya sendiri. Pun, dia juga tidak melibatkan Ayahnya. Biar masalah ini mereka yang hadapi masing-masing.
Sekilas, dia menatap benda bulat di lengan kirinya. Kini jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Dia harus segera pulang. Mungkin dia akan kembali lagi kesini besok pagi. Dia juga sudah mengutus beberapa bodyguard nya untuk berjagaan di depan ruangan ini. Jadi, kalau pun Jay sudah mulai siuman, dia pasti akan segera di kabari.
Pun, Jely mulai melepas genggaman itu dan berbalik pergi. Namun, belum sempat berbalik, tangannya justru sudah di genggam erat. Membuat kedua mata Jely membola sempurna.
"Jay. Kau sudah siuman? Aku akan memanggil dokter sekarang" ujar Jely langsung. Tapi, tangannya kembali di cegat. Seakan tidak menginginkan wanita itu untuk pergi.
"Jay, lepasin. Aku harus-"
"Jangan pergi," lirihan Jay terdengar lemah. Kedua maniknya pun nampak sayu.
Jely terdiam. Membiarkan tangannya di tarik perlahan sampai pada sisi wajah pemuda itu. Dengan kedua manik yang kembali terpejam.
"Terima kasih karena sudah mau menolongku, Noona" gumamnya, kembali membuka mata dan menatap lurus kearah Jely yang hanya memilih untuk diam. Bungkam tanpa kata.
"Aku sudah berlaku jahat terhadapmu. Namun, kau justru menolongku. Aku sungguh berterima kasih."
"Aku akan mengganti semua uang yang telah kau keluarkan untuk-"
"Tidak perlu." Potong Jely langsung. Nampak acuh. "Uangku tidak akan habis hanya karena itu semua."
Dia pun mulai menarik tangannya perlahan.
"Aku harus segera pergi. Setelah ini aku juga akan memanggil dokter untuk memeriksamu kembali. Kau bisa memanfaatkan perawat di sini untuk membantumu makan atau apapun itu. Jadi, jangan pernah berharap bahwa aku yang akan melakukannya"
Ucapan Jely bagaikan sambaran petir yang sungguh-sungguh mengejutkannya. Dia begitu tidak menyangka bahwa Jely akan berucap sedemikian rupa. Apa sebegitu bencinya wanita ini terhadapnya?
Dia harus apa sekarang? Bahkan tubuhnya pun masih terlalu lemah hanya sekedar ingin mendudukkan diri. Apalagi mencegat Jely yang kini sudah berjalan pergi kearah pintu. Sampai punggung berbalut mini dress hitam itu tidak terlihat dari pandangannya lagi.
"No-noona,"
Tangannya terangkat terarah pintu tersebut. Menggeleng-geleng, dengan air mata yang kini mulai jatuh. Namun, tangan tersebut langsung mencengkram kuat kepalanya yang mulai agak pusing. Serasa sakit dan nyeri sekali.
"Noona. Noona, aku mohon kembalilah"
Jay terus merapalkan nama Jely sembari meringis kesakitan. Dan di detik berikutnya, dia kembali pingsan tak sadarkan diri.
===
KAMU SEDANG MEMBACA
ASIAN BABY GIRL | JAY ENHYPEN
Romantizm"Jika saja kau tidak membatalkan rencana pernikahan kita, aku pasti tidak akan repot-repot harus berbuat hal brengsek seperti ini." -Ongoing ©-MIMAAA-