"Tiga puluh dua?"
Menatap ponsel tidak percaya. Alsa baru saja menerima kiriman foto dari seseorang. "Lo bercanda?"
"Ujian akhir semester satu kemarin, dia orang yang dapat nilai paling rendah paralel. Lo tau berapa nilai matematikanya? Gue udah kirim bukti," ucap Elin. Perempuan berambut poni, teman sekelas Lea.
Di koridor sepi, Alsa bertemu Elin. Perempuan mengenakan seragam putih tanpa dasi dan melapisinya dengan kardigan biru muda itu sedang mencari tahu informasi apapun tentang Lea.
"Lo nggak nyebar hoax, kan?" heran Alsa menatap tajam.
Elin tersenyum remeh. "Lo bisa tanya anak lain di kelas gue. Salah satu di antara mereka pasti ada yang masih nyimpan foto kertas berisi nilai ujian semester lalu. Yang di tempel di depan kelas."
"Masa nilai ujian akhir semester mapel matematika 0? Dia nggak belajar?" Alsa tidak terima pun mematikan ponsel sambil melipat tangan.
"Urusan gue selesai. Gue cabut." Elin meninggalkan Alsa seorang diri. Alsa yang masih berkelana dengan pikirannya sendiri.
"Rata-rata nilai matematika di rapor 32. Nggak mau ikut remedial. Peringkat terakhir paralel di sekolah. Kelas X-7. Di SMA Laskar Angkasa. Impossible."
Alsa menghela napas tidak percaya. Rasanya tidak mungkin.
Tanpa sepengetahuan. Sejak tadi di balik dinding. Seseorang bersembunyi dan menguping pembicaraan mereka. Lelaki berambut sedikit keriting.
Setelah itu, dia menyusul Elin. Mempercepat langkah kaki di koridor dan menghalangi jalan perempuan itu.
Elin kaget.
"Siapa orang tua Lea? Punya jabatan apa? Orang berpengaruh?" tanya Bagas memberi tatapan mengintimidasi.
Calon kapten basket paling di segani seantero sekolah. Tidak semua orang berani membuat masalah dengan laki-laki berseragam lengkap atribut tanpa jas, tetapi kedua lengan bajunya di gulung dua kali.
Elin menelan ludah. "Gue nggak tahu. Nggak ada yang tahu. Penerimaan rapor kemarin, orang tua Lea satu-satunya orang yang nggak datang di kelas."
"Terus rapornya di ambil siapa?"
"Nggak tahu. Nggak punya nyali kali orang tuanya si Lea. Menyesal dan malu, mungkin. Punya anak bodoh kayak Lea."
Setelah mendapat informasi, Bagas meninggalkan Elin begitu saja. Elin menoleh ke belakang sebentar dan menghela napas lega.
Tanpa sepengetahuan mereka. Seseorang bersembunyi di balik dinding. Jarak di antara mereka satu meter. Tidak sengaja melihat kedekatan Bagas dan Elin di koridor sepi, lalu menguping.
Seorang perempuan berwajah imut, baru saja mematikan aplikasi perekam di ponselnya. Ia merekam pembicaraan serius mereka. Kemudian, pergi diam-diam dan memikirkan sesuatu.
✔ Sebelum baca, play music di atas.
Pengagum Rahasia
•
Instrumen indah lagi-lagi membius indera pendengaran. Langkah kaki memilih berhenti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ingenious
Novela JuvenilBukan yang pertama tetapi terakhir seakan tidak punya tujuan hidup. Lea peringkat terakhir paralel dituntut ambisius dan harus mencari partner belajar (sejarah, matematika, biologi) supaya nilai rapornya tidak merah lagi. Kelompok murid ambis terga...