35x : 13 = 35

1.9K 240 4
                                    

"Tidak tau saya, Pak."

Menghadap kepala sekolah. Semester satu, Lea tak pernah di sentuh sama sekali. Paling mentok berurusan sama guru yang lelah mengajarnya di kelas. Hukuman juga ringan.

Semester dua ini berbeda. Bisa di hitung jari Lea menginjakkan kaki di ruang kepala sekolah. Ini kedua kalinya. Satu lagi, berada di sini mengingatkannya tentang skorsing yang pernah dijatuhkan kepadanya. Menyebalkan.

Lea melirik sekilas ke belakang. Mendapati Alsa duduk manis di sofa panjang. Tidak adil. Dirinya malah berdiri. Mendengkus.

Bukan suara Lea. "Bapak percaya sama saya, kan? Kalau Alsa itu mengada-ada. Dia tidak suka sama saya. Dia khawatir kalau suatu saat nanti, saya akan merebut peringkat pertamanya di sekolah."

"Lea, kamu bisa duduk." Kepala sekolah mempersilakan.

Bapak kepala sekolah ini peka sekali. Di dalam hati Lea tersenyum. Lelah berdiri terus. "Terima kasih, Pak."

Duduk dan melirik sebentar ke samping. Raut wajah Alsa benar-benar tidak terima usai mendengar penyataan yang baru saja dilontarkan Rika—berdiri menghadap kepala sekolah. Alsa menegakkan postur tubuh dan mengepalkan tangan. Bola matanya saja seakan memancarkan sinar ultraman.

Lea memalingkan wajah.

"Benar itu, Pak. Memangnya salah Pak, kami melarang orang lain merekam kegiatan apa aja yang kita lakukan di sekolah?"

"Iya, Pak Atmaja. Bapak sendiri tahu, tidak semua orang mau di video diam-diam tanpa izin dulu dengan orang yang bersangkutan."

Pembawaan mereka benar-benar tenang dan meyakinkan. Lea hanya bisa menyimak.

"Alsa telah melanggar privasi kami, Pak. Jadi kalau saya merebut tab nya, itu sebagai bentuk pembelaan diri, Pak Atmaja."

Kepala sekolah SMA Laskar Angkasa—Atmaja—duduk berwibawa di kursi kebanggaan. Tangan kanannya merapikan setumpuk kartu domino yang telah rapi di atas meja kerja.

"Kalian tidak bermain judi di sekolah, kan?"

"Tidak, Pak."

Atmaja manggut-manggut. Aura tegas dan tenang bisa dirasakan Lea yang duduk beberapa meter dari meja.

Kembali ke Alsa. Lea bisa merasakan kalau peringkat pertama sekarang bukan orang yang biasa ia temui. Dia terlihat menghormati kepala sekolah. Dengan sikapnya menahan diri agar tidak tersulut emosi. Lea tidak tahu kalau di dalam hati seorang Alsa berkata Rika dan teman-temannya berbohong.

Jelas Alsa merekam video adu jotos, bukan bermain kartu di sudut koridor sekolah sambil tertawa.

"Berkata kotor juga tidak diperkenankan di area sekolah apalagi kepada teman. Rika. Poin disiplin kamu akan di kurangi."

"Tidak masalah, Pak."

Lea melihat Alsa memalingkan wajah dan mengepalkan tangan kuat-kuat. Tidak tahu kenapa, Lea bisa merasakan kemarahannya.

Dan, entah bagaimana ini berakhir. Lea tidak menyangka akan terlibat dengan mereka. Terseret sebagai saksi perselisihan di lorong waktu lalu. Padahal, saat itu dirinya kebetulan lewat dan tidak tahu kronologinya.

IngeniousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang