37x + 9 = 83

1.7K 251 10
                                    

Keluarga?

Apa arti keluarga sebenarnya?

Sejak mama tak kunjung membuka mata, Lea tidak lagi menemukan rumah.

Untuknya bercerita, dengan leluasa.

Bahkan, sekadar melepas bosan dengan cara memandang wajah bergaris kerutan halus yang kian bertambah saja tidak bisa setiap hari.

Tiga tahun? Belum sampai. Dua tahun lebih sebelas bulan.

Di salah satu bangku kafetaria sekolah. Mereka dekat dan hangat. Lea melepas tawa dengan teman-temannya. Tiga cowok, dua cewek termasuk dirinya.

"Tiap malam minggu biasanya kita kumpul, sih. Gimana, lo mau join?"

Bersama mereka seakan mengisi kehampaan dan harapan yang tersisa.

"Gimana mau kumpul, si Lea ini kan ada bodyguard."

"Hahaha."

"Heh, lo pada jangan ngeledek kayak gitu." Rika menepuk bahu. "Tenang aja Lea. Kalau lo mau join. Kita welcome, kok."

Lea sedikit memajukan bibir ke samping. Sedang berpikir dan tak ambil pusing.

"Bokap nyokap lo kerja apa? Sampai lo dijagain banget kayak gitu."

"Nggak bisa bebas pasti. Diawasin dari kejauhan."

"Bebas, ya, bisa. Tergantung. Mau coba?"

"Ogah."

"Lo pasti nggak pernah minum, ya?"

Lea menyipitkan mata. "Minum? Ya, pernah, lah." Mengangkat gelas berisi jus jeruk. "Ini, gue minum."

Cowok-cowok itu pun tertawa. Terkesan mengejek. Lea semakin tidak paham. Apanya yang lucu?

Melirik Rika yang duduk di sebelahnya malah cengar-cengir. "Jangan bawa pengaruh buruk, Bego." Peringatnya.

"Bentar-bentar, pengaruh buruk gimana? Memang, kalau minum itu bisa bawa pengaruh buruk?" Lea beneran heran dengan gaya santainya. "Aneh lo semua."

"Lo yang aneh."

"Hah?"

Lea hanya bisa menghela napas kasar. Pembicaraan mereka semakin ke sini, tidak mudah untuk dipahami.

"Udah-udah, nggak usah dibahas lagi." Rika menenangkan perkumpulan. "Lo bertiga nggak usah ngajak Lea begituan. Gue geprek nanti."

Lea refleks menoleh saat tangan Rika dari samping tiba-tiba merangkul lehernya antusias sambil tersenyum lebar.

"Iya, iya." Mereka yang ditegur masih cengar-cengir dan Lea tidak peduli.

~

Berdiri di depan cermin di ruang study. Rafael menaikkan dasi dan membetulkan kerah seragam putih terus beralih merapikan jas almamater. Tersenyum.

IngeniousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang