Sebelum UTS
•
"Buat mapel yang nggak lo suka jadi menyenangkan, yuk. Mau tau nggak gimana caranya?"
Rafael dan Lea duduk berhadapan.
Pura-pura berpikir. "Boleh, tapi mapel apa yang nggak gue suka?"
"Cuma lo yang tahu jawabannya."
Lea melipat tangan di atas meja. "Semua mapel nggak ada yang gue suka."
"Oke. Kalau gitu ayo buat mapel sejarah menjadi menyenangkan."
"Yah, lu Partner. Mentang-mentang mapel favorit lo sejarah."
Rafael terkekeh. "Gimana, mau nggak?"
"Jangan yang level tingkat tinggi, loh."
"Aman."
Rafael menyodorkan lembaran kertas berisi sekumpulan latihan soal sejarah di hadapan Lea. "Apa ini?"
"Latihan soal."
"Katanya, mau buat mapel sejarah menjadi menyenangkan. Kenapa jadi mengerjakan soal?"
"Justru itu, tipe orang kayak lo nggak cocok kalau kebanyakan teori. Harus langsung di kasih latihan soal biar puas."
"Tipe orang kayak gue? Lo diam-diam menganalisis?"
"Gue udah jadi partner belajar sejarah lo itu udah berapa lama, sih, Lea? Kayak, baru kemarin sore aja."
Lea menggaruk belakang rambut panjangnya yang gatal dadakan.
Rafael meletakkan pulpen di atas kertas yang sama sekali belum di sentuh Lea.
Akan tetapi, Lea mengembalikan kertas dan pulpen-menggesernya ke depan Rafael. "Nggak berminat. Gue lagi malas mengerjakan soal."
Rafael tetap santai. "Belajar itu nggak kenal malas, Lea. Sebentar lagi, kita ujian tengah semester. Katanya, lo mau berubah?"
Lea menyilakan rambut dan menghela napas kasar. "Iya, berubah jadi superman biar bisa terbang."
Rafael mengernyitkan alis.
Lea mode serius. "Jadi gini, nanti kalau ujian udah di mulai dan gue dapat soal yang nggak bisa gue kerjain. Gue nggak perlu pusing, karena gue bisa keluarkan sayap merah kebanggaan gue. Terbang." Menggerakkan tangan. "Wush!"
Rafael melebarkan senyum. "Lea, Lea. Itu, namanya lo lari dari masalah."
"Siapa yang lari? Gue, kan, terbang." Lea menatap santai.
"Iya, terbang dari masalah," tekan Rafael memaklumi.
"Terbang sama lari itu berbeda partner." Lea menopang kedua pipi dengan tangan. Ia juga menampilkan wajah cemberut di hadapan Rafael.
"Ternyata, lo keras kepala juga, ya?" ujar Rafael melipat tangan di atas meja.
Lea mendengus.
~
"Sepuluh detik lagi."
Rafael mondar-mandir di dekat Lea, di mana perempuan mengenakan seragam sekolah itu gerak cepat menyilang jawaban. "Ini, masih banyak yang kosong Partner."
"Lima, empat, tiga ... dua ... satu."
Lima menit, sepuluh soal. Setelah itu, akan di bahas bersama. Lea masih fokus. Ia tak mengindahkan peringatan Rafael untuk segera meletakkan alat tulis di bawah pepohonan rindang lingkungan sekolah. Terdapat tempat duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingenious
Teen FictionBukan yang pertama tetapi terakhir seakan tidak punya tujuan hidup. Lea peringkat terakhir paralel dituntut ambisius dan harus mencari partner belajar (sejarah, matematika, biologi) supaya nilai rapornya tidak merah lagi. Kelompok murid ambis terga...