Support
•
Ramai dalam gedung pameran memaksa indra penglihatan harus fokus mencari seseorang. Di tempat kemenangan, di tengah kerumunan, ada seseorang yang menjadi tujuan—alasan gadis memakai kemeja biru muda bermotif garis datang. Di balik pengagungan kata selamat dan jabat tangan, Lea memperhatikan Rafael dari kejauhan. Senyum lelaki itu, tidak pernah berubah.
Seolah tatapan memberi afirmasi telepati, mata mereka seketika bertemu. Lea membeku.
~
Musim hujan kembali datang. Kalau dulu juara dua, sekarang muka kerennya terpampang diantara pigura-pigura tak kalah mengagumkan. Juara 1 Fotografi Remaja Nasional. Berdiri di depan dinding besar lobi SMA Laskar Angkasa, Rafael mengukir senyumnya.
"Muka gua nggak mungkin pernah ada di sana," ujar Alsa menurunkan lipatan tangan.
Rafael menoleh ke belakang, ia baru tahu kalau Alsa sejak tadi berdiri di sebelahnya. Dan setelahnya, memilih pergi. Tanpa cerita, Rafael juga dapat merasakan ada hawa kesal berselimut. Rafael menyusul tenang. "Alsa, ayo ke kafetaria. Gue traktir minum."
"Nggak minat," jawab Alsa.
"Nolak artinya setuju, yuk!" Rafael terus membujuk dan berulang kali menghalangi langkah Alsa.
Alsa pun berhenti, dan Rafael langsung memintanya mengikuti dengan gerakan dagu santai.
~
"Sodara-sodara, hari kebesaran bagi sahabat semua orang. Rafael Ardianta fotografernya Laskar Angkasa Juara, baru saja—" Bagas melotot ketika potongan ayam spicy tiba-tiba masuk ke dalam mulutnya yang terbuka.
Alsa mendelik saat baru tiba di bangku pojok kafetaria, langsung disuguhkan suara yang kian merusak kedamaian hatinya. Ia sudah menduga di agenda bujukan Rafael tentu ada anggota study group yang lain. Telah duduk dan memesan.
Rafael duduk di kursi setelah menyumpal mulut sahabatnya. "Lebih keras lagi pakai mikrofon sekolah, Gas. Ada yang nganggur di auditorium."
Bagas tidak ambil pusing, mengunyah ayam. Dan, sesekali ia melirik Alsa di sebelah Dhira. Tidak ada yang menarik, selain tampang bersungut-sungut. "Bola basket aja kalau nggak dilap, bakal kusut. Apalagi muka yang selalu ditekuk, bakal keriput."
Tawa Bagas menggelegar. Memecah keheningan.
Alsa menginjak kasar sepatu Bagas di bawah meja. Tempat duduk mereka berhadapan.
"Penyihir lo, Al!" seru Bagas.
Alsa melotot tidak suka. Ia ulangi lagi aksinya tapi Bagas lebih dulu menjauhkan sepatunya.
Beruntung sebelum suasana semakin runyam, pesanan makanan dan minuman Alsa datang. Rafael membantu menggeserkan di meja.
"Setelah juara, selanjutnya lo mau foto apalagi, El? Terbang ke Amazon? Buat ambil gambar ikan piranha?" tanya Bagas menggigit kentang goreng.
Rafael membalas, "Terbang ke Ujung Kulon, buat ambil foto kembaran lo. Badak bercula satu."
"Monyet lo, El!" Bagas menimpuk kepala sahabatnya dengan kertas wadah kentang goreng yang telah kosong.
Rafael tertawa lepas. Sementara Alsa menyunggingkan senyum.
Setelah menggelengkan kepala karena terhibur, Dhira berkata, "Rafael, lo jadi terima beasiswanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingenious
Teen FictionBukan yang pertama tetapi terakhir seakan tidak punya tujuan hidup. Lea peringkat terakhir paralel dituntut ambisius dan harus mencari partner belajar (sejarah, matematika, biologi) supaya nilai rapornya tidak merah lagi. Kelompok murid ambis terga...