Hari Pertama
•
"Titik garis, garis titik titik titik, garis titik garis titik, garis titik titik, titik." Lea tersenyum tipis, lalu pelan-pelan sudut bibir kanannya ditarik ke atas.
Halaman depan terlihat ramai orang berlalu-lalang. Sama sepertinya, baru tiba di sekolah.
"Udah sampai mana persiapan lo?" Tangan seseorang tiba-tiba merangkul leher Lea dari belakang.
Ternyata dia. "Hai, Rika."
Yang dipanggil menoleh dan tersenyum. "Gimana? Yakin aja ntar." Berbisik. "Jangan sampai mencurigakan."
Lea tersenyum. "Oke."
"Good luck." Rika melepas rangkulan berniat mendahului langkah kaki.
Perlahan Lea memudarkan senyum, memperhatikan setiap gerakan Rika saat berjalan di depan sana. Semoga lo bahagia, setelah ini.
Lea mengedarkan pandangan ke sisi kanan. Tidak sengaja bertemu seseorang yang memiliki kelebihan di bidang musik. Seperti biasa, menaruh tangan kanan di saku celana.
Lagi-lagi bagai dua orang asing, meskipun saling kenal dan pernah berbicara. Sebenarnya ingin hati meyapa hai, Assen. Akan tetapi Lea tidak akan melakukannya, cowok itu terlampaui fokus saat berjalan. Di dalam hati Lea berdoa, semoga satu ruangan dengan si pianis.
~
"Berapa persiapan lo? Gue seribu persen."
Duo sahabat jalan berdampingan.
"Affah iyah? Gue dua ribu persen."
"Gue seratus ribu persen!"
"Satu juta persen!"
"Satu milyar!"
"Terserah, banyak banget!"
"Hahaha!"
Sebuah benda digenggaman tangan yang tampak gemetar tak sengaja jatuh ke lantai koridor, tiba-tiba dari arah belakang tersenggol seseorang yang sedang bergurau dengan temannya tak melihat ada orang di depan.
"Jangan diinjak! Kalau jalan lihat-lihat, dong!"
"Apa?"
Orang itu terdiam mengetahui siapa yang baru saja menabraknya-Bagas-menyingkirkan sepatunya, tidak sengaja menginjak sebuah pulpen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingenious
Teen FictionBukan yang pertama tetapi terakhir seakan tidak punya tujuan hidup. Lea peringkat terakhir paralel dituntut ambisius dan harus mencari partner belajar (sejarah, matematika, biologi) supaya nilai rapornya tidak merah lagi. Kelompok murid ambis terga...